Dalam pekerjaan, antara disiplin dan mengerti kapasitas diri sendiri itu harus seimbang. Sebaiknya punya tombol on-off yang bisa di set mode off di rumah. At the end of the day, a job is just a job.
Menjadi Head of Production Zalora Indonesia tentu saja membuat Elizabeth (38) memiliki segudang tanggung jawab yang membuatnya harus pintar mengatur skala prioritas. Bagaimana agar job desc-nya dalam mengepalai sebuah divisi yang di dalamnya terdiri dari banyak anggota tim, seperti fotografer, makeup artist, content writers dan QC Analysts tak membuat perhatiannya pada Kimihiro (12) berkurang.
Simak obrolan santai kami dengan Elizabeth yang kerap dipanggil Babeth.
Aplikasi sih standar aja, whatsapp untuk komunikasi dengan keluarga, sekolah anak, dll. Yang justru saya rasa sangat memudahkan adalah hampir segalanya saya bisa lakukan online, so I don't have to waste my time running errands. Untuk pekerjaan pun juga begitu, sistem yang digunakan mostly bisa diakses dari smartphone atau di saat saya harus mobile.
Baca juga:
Google Docs Untuk Memudahkan Pekerjaan Ibu Bekerja
Prioritize, and don't procrastinate. Ini kedengarannya gampang, tapi melakukannya nggak segampang itu. Antara disiplin dan mengerti kapasitas diri sendiri itu menurut saya harus seimbang. Jangan semua di-iya-in, terus jadinya gila sendiri. Hasilnya juga nggak akan maksimal. Tapi jangan nurutin males juga, bisa-bisa schedule dan deadline jadi berantakan. You need to set a deadline and stick to it. Oh satu lagi, coba jangan terlalu perfeksionis sampai apa-apa harus dikerjakan sendiri. Ingat tangan cuma dua, hahaha.
Satu, jangan stress. Mau minum vitamin sebanyak apa pun juga kalau stress kayaknya badan ambruk aja. Jadi memang sebaiknya punya tombol on-off yang bisa di set mode off di rumah. At the end of the day, a job is just a job.
Dua, jangan abaikan kondisi badan. Sebenarnya yang paling tahu kan kita sendiri. Kalau memang sudah sakit ya jangan dipaksa. Olahraga juga bikin stamina lebih baik, tapi sejujurnya sulit mengatur waktu rutinnya, hahaha.
Sebenarnya nggak berbeda juga dengan working dad. Saya menganut prinsip parenting harus dilakukan oleh kedua orangtua. Tapi berhubung saya single mom, paling pusing kalo anak sakit sih. Di satu sisi as a mother I have to be there for him, tapi di sisi lain, hey kerjaan banyak nih di kantor. Tapi kalau terjadi ya harus melihat skala prioritas lagi. Saya beruntung punya ibu yang masih bisa membantu saya untuk urusan anak di keadaan darurat.
Biasanya saya menjadwalkan liburan itu selang-seling, sekali sama anak, terus sekali sendiri atau sama teman-teman. Itu bisa jadi salah satu me time saya. Kalo untuk sehari-hari karena anak saya sudah cukup besar (12 tahun), jadi dia mengerti kalo saya izin pergi sendiri, baik untuk bersosialisasi atau sekadar spa. Yang penting pembagian waktu antara me time dan bersama dia harus seimbang.
Berkebun, hahaha. Seriously plants itu stress reliever saya. Selain itu cara menghilangkan jenuh saya cukup standar kok: Netflix sudah bikin saya bahagia.
Nggak punya cukup waktu untuk tahu detail perkembangan anak. Apalagi jaman sekarang kayaknya banyak banget bahaya mengintai anak lewat pergaulan, atau online applications misalnya. Tapi buat saya, selama kita menjaga hubungan yang baik dengan anak, earn their trust, try to understand them, kurangnya waktu bisa ditebus. Quality over quantity-lah kira-kira
Kenapa enggak? Kenapa kemandirian finansial itu cuma jadi tuntutan untuk laki-laki? Prinsip itu ternyata terbukti ketika suami saya meninggal sekitar 6 tahun lalu. Karena sudah terbiasa bekerja, saya nggak terlalu shock dengan kewajiban untuk menghidupi keluarga kecil saya sendiri. Menurut saya, semua orang terlepas dari apa jenis kelaminnya itu seharusnya bisa mandiri secara finansial.
Menurut saya, kalau perempuan itu ingin disetarakan, then we shouldn't asks for special treatments. Justru saya ingin menghapuskan stigma bahwa perempuan tidak bisa bekerja seoptimal laki-laki karena urusan datang bulan, atau anak, atau hal lain yang sangat identik dengan perempuan. Kalau berkaitan dengan urusan anak dan maternity leave yang sekarang ada di Indonesia, saya justru berharap ke depannya shared parental leave seperti yang ada di Norwegia atau Swedia bisa diterapkan di sini.
Baca juga: