Setelah topik inner child ramai dibicarakan, saya jadi refleksi diri. Bagaimana agar anak tidak membawa terlalu banyak trauma masa kecil yang didapat dari rumah?
Jawabannya adalah membesarkan anak yang bahagia. Bagaimana caranya?
Pastikan selalu peluk cium dan berikan banyak afeksi. Yakinkan ia bahwa perasaannya berharga, bahwa ia berhak merasa bahagia dan ketika ia sedih, pastikan kita jadi orang pertama yang memeluk dan menenangkan bukan melarangnya untuk sedih.
Sedih itu boleh, sedih itu tidak apa-apa. Tidak perlu merasa bersalah karena sedih. Buat ia selalu merasa aman ketika bersama kita.
Dibandingkan itu menyebalkan ya! Jadi jangan membandingkan, apalagi dengan anak lain atau kakak/adiknya. Membandingkan tidak ada manfaatnya dan hanya membuat perasaan anak terluka.
Daripada membandingkan, lebih baik hargai tiap usahanya. Beri pujian yang fokus pada usaha yang telah ia jalani.
Saya paling sedih pada ibu-ibu yang selalu menyuruh anak untuk diam. Suatu hari nanti, ketika anak ada masalah dan tidak cerita pada kita, wajar kan jadinya karena sejak kecil diminta untuk diam?
Dengarkan pendapatnya tanpa menghakimi, berikan dia daftar risiko yang mungkin muncul dan biarkan ia memutuskan sendiri. Membiarkan anak gagal juga sama dengan menyuruhnya belajar, bedanya, ia memutuskan sendiri semua keputusannya bukan karena terpaksa kita yang memintanya.
Anak butuh bermain! Orang dewasa juga butuh bermain sih. Tapi biarkan ia mengeksplorasi dan bermain sebebas-bebasnya. Jangan terlalu banyak melarang tanpa alasan yang jelas seperti alasan keamanan misalnya.
Lalu, pelajari anger management dan marah pada dengan aman sehingga tidak melampiaskan emosi pada anak.
Mana yang paling sulit? Ahahaha. Yang jelas, kuncinya satu, orangtua yang bahagia akan membesarkan anak yang bahagia. Jadi, sudah bahagia atau belum? :)
Baca:
Surat untuk Anak Remajaku, Dari Ibu yang Mencemaskanmu SelaluTuhan, Jauhkan Anak Saya dari Teman-teman yang Toxic Saat Orang tua Memiliki Gangguan Mental, Anak Membutuhkan 11 Hal Ini!