Kegalauan Remaja Masa Lalu, Akankah Anak Saya Mengalaminya Juga?

Parenting & Kids

annisast・09 Jan 2020

detail-thumb

Masa remaja adalah masa yang labil, katanya. Saya sendiri baru menyadari hal itu bertahun-tahun kemudian.

Saat remaja, masa SMP dan SMA saya menolak dibilang galau atau labil. Malah di level tersinggung kalau dibilang sedang galau karena kenyataannya waktu itu saya tidak merasa galau.

Masa-masa itu juga dibilang sebagai masa-masa pencarian jati diri. Jati diri yang mana? Apa yang harus saya cari? Bingung sekali sebetulnya.

9 Hal yang Saya Pahami dari Anak Remaja - Mommies Daily

Sekarang, sekitar 15 tahun kemudian saya bukan lagi remaja dan baru menyadari bahwa iya juga dulu saya galau sekali hahaha. Labil pula, seperti merasa paling tahu tentang dunia. Padahal tau apa coba?

Namun itu ternyata bukan karena sengaja ingin sok tahu lho ya. Secara tumbuh kembang, otak remaja memang sedang berkembang. Energi pun berlebihan sehingga harus disalurkan pada aktivitas yang positif.

“Ada yang namanya prefrontal cortex, bagian ini memang berkembang terus sampai nanti usia 20 tahun. Pubertas sendiri dipicu oleh hormon pertumbuhan yang diperintah oleh otak. Otak memerintahkan tubuh untuk mengeluarkan hormon pertumbuhan, antara lain yang disebut LH (luteinising hormone) dan FSH (follicle stimulating hormone),” demikian menurut Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., Psi.

Jadi wajar saja kalau di masa remaja itu banyak sekali hal yang rasanya paling benar menurut kita namun menurut orangtua salah atau tidak baik. Belum lagi masa-masa di teman sepertinya lebih mengerti kita dibanding orangtua.

Nah, sekarang kalau anak kita remaja, akankah mengalami kegalauan saya dan teman-teman di masa lalu. Bagaimana agar kita bisa mendampingi anak remaja kita menghadapi berbagai kegalauan itu?

(Baca: Edukasi Seks untuk Remaja: Latihan Mengurus Bayi)

Galau minat dan bakat, kuliah di mana

Ini saya tidak mengalami karena kebetulan orangtua saya mendampingi dengan baik. Minat saya menulis, maka saya akan kuliah jurnalistik dan mengambil jurusan IPS di SMA. Tidak ada paksaan mengambil jurusan IPA meski nilai IPA saya bagus karena untuk apa? Kan akan kuliah jurnalistik.

Tapi saya paham benar banyak teman saya yang mengalami ini. Bingung akan mengambil jurusan apa sampai di detik terakhir mengisi formulir SPMB. Masih juga tidak tahu sebetulnya minat saya apa? Sebetulnya saya ingin jadi apa?

Belajar dari orangtua saya, sebaiknya gali minat dan bakat anak sejak kecil. Kenalkan pada berbagai hal sampai ia yakin benar apa yang ia sukai. Beritahu ia tentang berbagai industri pekerjaan dan pekerjaan di masa depan. Lalu fokus saja mendampinginya untuk mengambil kuliah di tempat tersebut.

Galau pacar

Yang ini saya galau sendirian karena hubungan saya dengan orangtua tidak sedekat itu sampai bisa curhat tentang pacar. Jadi semua curhatan tentang pacar saya simpan sendiri atau saya ceritakan pada teman.

Dulu rasanya hal itu benar dan baik-baik saja. Sekarang setelah jadi orangtua lebih baik jaga komunikasi dan bonding dengan anak agar kita jadi orang pertama yang ia ceritakan tentang hal apapun.

Saya ingin memastikan anak tahu bahwa saya adalah rumah, saya adalah tempat pulang untuk semua masalah. Jadi anak saya nanti mungkin akan galau, tapi cara menangani kegalauannya biarlah dibantu oleh orangtuanya.

(Baca: Sosok Para Ketua BEM yang Layak Jadi Idola Anak Remaja)

Galau fisik

Masalah percaya diri dimulai saat remaja, ya nggak? Saya sih iya. Jadi sudah mengusahakan segala cara agar bisa lebih percaya diri sehingga saya tumbuh percaya diri. Belum terasa tuh berbagai kekurangan yang ada di tubuh saya. Saya merasa saya cantik, titik.

Tapi banyak juga teman saya yang tidak percaya diri dengan bentuk tubuh, rambut, muka jerawatan, dan banyak lagi masalah fisik lain. Sampai ada yang selalu menutup dada pakai jaket karena selalu merasa dadanya besar, ada yang selalu menggulung rambut dan tak pernah menggerai karena rambutnya megar atau keriting.

Yang satu ini rasanya anak-anak kita akan mengalaminya lebih sulit. Karena yang dihadapi bukan lagi hanya keluarga dan teman sekolah, tapi juga satu internet! Tugas kita untuk mendampingi mereka dan mengajarkan konsep self-love sejak kecil.

(Baca: Ini Daftar Sumber Pertengkaran Antara Orangtua dan Remaja)

Galau orangtua

Aduh yang ini paling bikin bingung karena dulu rasanya hidup saya hanya penuh pertengkaran dengan orangtua. Kok bisa-bisanya ya banyak sekali hal yang tidak sepaham? Kenapa bisa begitu?

Jadi apapun masalah saya, yang dipikirkan pertama adalah “duh pasti ortu marah jadi saya harus siapkan argumen A, B, C” berakhir argumen itu ya jadi pertengkaran.

Solusinya sepertinya bonding ya, secure attachment harus ada antara anak dan orangtua. Sehingga saling memahami itu terjadi dari kedua belah pihak, bukan ortu melulu menuntut dan anak melulu menganggap ortu tidak mengerti.

Kalau kalian galau apa dulu? Share yuk!