banner-detik
FITNFAB MOMMY

Cerita Mereka yang Alami Gangguan Makan: Dari Ortu Abusive Hingga Body Shaming

author

annisast10 Dec 2019

Cerita Mereka yang Alami Gangguan Makan: Dari Ortu Abusive Hingga Body Shaming

Gangguan makan bisa disebabkan oleh apapun. Dan tidak semata-mata memuntahkan makanan lho, bisa juga terlalu banyak makan.

Gangguan makan termasuk dalam gangguan mental. Yang paling sering ditemui adalah anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan berlebihan makan.

gangguan makan

Penyebabnya juga bermacam-macam. Bisa faktor genetik, biologis (perubahan tubuh yang membuat tidak nafsu makan) atau masalah psikologis lain. Sehingga jika mommies mengalami gangguan makan, bisa datangi psikolog dulu untuk bisa diteliti apa penyebab sebenarnya.

Seseorang bisa dibilang mengalami gangguan makan kalau gangguan tersebut sudah terjadi selama minimal 3 bulan. Idealnya, penderita gangguan makan langsung mendatangi psikiater agar bisa mendapat perawatan dengan tepat. Nantinya, pasien akan butuh dokter, psikiater, dan ahli gizi untuk kembali bisa makan dengan sehat.

(Baca: Sekadar Tingkah Laku Remaja Normal atau Tanda-Tanda Mental Illness?)

Berikut cerita dua perempuan yang menderita gangguan makan, apa penyebabnya, dan bagaimana mereka berjuang untuk sembuh. Bukan nama sebenarnya ya. :)

Mawar, 26 tahun, belum menikah

Mawar pertama kali mengingat ia susah makan sejak kecil sehingga badannya kurus. Memasuki usia SMP, ia mulai menggemuk namun tetap terkena maag kronis. Dari ceritanya, Mawar mengalami beban psikologis berat karena orangtua yang abusive sejak ia kecil.

“Awalnya kirain tuh cuma mood aja karena aku kadang banyak mau kadang males. Misal kalo lg mau masak rajin. Kalo males jajan di luar. Tapi lama-lama bingung ini perut lapar tapi kalo dibawa makan kok mual. Nafsu hilang bersamaan dengan mimpi buruk. Udah berbulan-bulan mimpi buruk karena masalah sama ortu kan. Terus tiap ortu ngamuk/banting pintu/dll itu makin mual,” jelasnya.

Makin lama ia semakin sadar kalau ini tidak baik dan mulai menghubungi psikolog. Psikolog memutuskan memang orangtua jadi sumber stres yang dialami Mawar. Idealnya, ia harus keluar dari rumah, namun ia hanya diperbolehkan keluar rumah jika menikah.

“Sekarang saya usia 26. Nah pas SMP, lagi buruk-buruknya kondisi sama ortu, itu sampai nggak bisa jalan karena perut sakit bgt. Maag kronis. Dokter bilang stres berat. Trigger jelasnya apa sampe sakit itu lupa. Cuma inget mau berangkat sekolah disiram kopi panas,” kenangnya.

Sekarang ia sedang berusaha menjalani apa yang disarankan psikolog. Menghindari orangtua sebisa mungkin, perbanyak me time, dan luangkan waktu untuk memikirkan cita-cita dan pencapaian diri sendiri.

“Belum sembuh tapi saya berusaha keras buat menjernihkan pikiran. Misal nggak sanggup makan nggak apa-apa makan dalam porsi kecil. Saya berusaha cari yang saya doyan. Saya berusaha alihkan pikiran dengan dengerin musik. Sekarang nonton film aja nggaksanggup. Saya curhat sama orang. Saya usahakan tidur ynag lama. Terus kalo terlalu tertekan saya sengaja nggak buka WA biar nggak liat chat dari orangtua,” tutupnya.

(Baca: Mempersiapkan Ketahanan Mental si Kecil, Untuk Bekal Menghadapi Tantangan Hidup)

Melati, 23 tahun, menikah

Berbeda dengan Mawar yang mengalami gangguan makan karena orangtua abusive, Melati justru mengalami gangguan makan karena tekanan dari atasan di kantor. Padahal ia mengaku orangtuanya sendiri saja tidak pernah menghina kondisi fisiknya.

“Dulu aku nggak ambil pusing dipanggil gendut/dugong/kayak ibu hamil padahal bb aku nggak pernah sampai 60kg (tinggi badan: 155cm) tapi karena dada aku besar jadi aku selalu keliatan gendut. Sampai akhirnya aku masuk kerja, dan hari pertama kerja, GM HRD manggil aku dan ngomong dengan suara keras sampai se-office juga denger. Dia bilang "diet kamu tuh, masih gadis udah gendut kayak gini, kalau langsing kan enak dilihat, mau kamu susah dapet jodoh?" aku malu setengah mati,” kenangnya.

Setelah kejadian dipermalukan di depan umum itu ia mulai memuntahkan makanan. Pernah sampai maag akut dan diopname 2 hari dan sampai sekarang ia masih struggling untuk menemukan jalan keluar.

“Semenjak itu aku sering maksain muntah tiap habis makan sampai aku sodok-sodok sikat gigi ke mulut, minum obat pelangsing, dll. Pernah turun sampe 49kg. Bahkan sampai sekarang aku hamil, walaupun aku nggak mabok, aku selalu muntah setiap habis makan. Karena sekarang kalau nggak muntah rasanya perut nggak nyaman & diri ini jadi insecure sendiri. Kasihan sama debay tapi nggak tahu nggak bisa berhenti. Rasanya diri ini nggak nyaman kalau nggak muntahin makanan” jelasnya lagi.

Melati juga mengaku tidak ada yang tau tentang ini. Bahkan suami dan keluarga pun tidak tahu. Semoga bisa cepat bertemu psikiater dan dicari jalan keluarnya ya!

Share Article

author

annisast

Ibu satu anak, Xylo (6 tahun) yang hobi menulis sejak SD. Working full time to keep her sanity.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan