banner-detik
PARENTING & KIDS

Daftar Hal Menyebalkan yang Tak Sadar Saya Lakukan Setelah Melahirkan

author

RachelKaloh28 Oct 2019

Daftar Hal Menyebalkan yang Tak Sadar Saya Lakukan Setelah Melahirkan

Meski nggak mengalami baby-blues, keadaan usai melahirkan bisa bikin seorang ibu jadi sangat menyebalkan!

“Thank you for asking because not many people have asked if I’m ok.” ~Meghan Markle.

Well, thank you for saying this out loud, Meghan! Mungkin kalimat ini seringkali menjadi jeritan dalam hati para ibu baru yang merasa melewati masa-masa sulit pasca-melahirkan, namun tidak ada satu orang pun yang bertanya tentang keadaannya, termasuk orang terdekat. Akibatnya, mungkin bukan depresi maupun baby blues, tetapi, dirinya menjadi seorang yang menyebalkan.

Ketika Liburan Malah Berujung Perceraian, Ini Dia 5 Pemicunya - Mommies Daily

Meski telah terlatih menghadapi mood yang naik turun setiap bulan ketika PMS menyerang, pada kenyataannya, tidak ada satupun perempuan yang dapat menjamin kalau pasca-melahirkan, mereka akan lebih siap menghadapi perubahan mood yang berkali-kali lipat lebih menantang dari sekadar PMS.

Support system yang mendukung, bala bantuan yang selalu ada, anak yang tidak rewel, bukanlah jaminan bahwa seorang ibu baru tidak akan mengalami perubahan mood yang naik turun. Pada dasarnya, hal ini sangat normal terjadi.

(Baca: Ayah Juga Mengalami Depresi Paska-Kelahiran)

Bukan pula menjadi alasan semata-mata untuk mengais pengertian dari orang sekitar, namun, ada kalanya seorang ibu baru tidak tahu bagaimana cara mengatur perasaannya sehingga outputnya, jadi sangat menyebalkan, seperti kasus-kasus (yang pada akhirnya disadari oleh beberapa ibu) berikut ini.

“Jadi super demanding sama suami”

Setiap pagi ketika suami sudah rapi mau berangkat kerja, the drama started with muka saya yang otomatis manyun. Dulu saat belum punya anak, rasanya biasa saja, tuh, melihat suami berangkat kerja, kok pasca-melahirkan bawaannya sedih terus. Lihat dia tutup pagar aja bisa sampai nangis. Dari dulu rasanya nggak masalah kalau suami lembur dikit, paham betul, lah, sama jam kerjanya. Sekarang, setengah jam sebelum jam pulang saja sedikit-sedikit nanya, “Pah, pulang jam berapa?”. Padahal, begitu suami sampai di rumah, malah cenderung lebih sering diajak berantem.

“Jadi galak sama orang rumah”

Saking kagok dan masih dalam tahap adaptasi, bawaannya saya jadi ibu yang sensi banget, cenderung nyebelin. Dititipkan paket sama orang rumah yang kebetulan lagi di luar aja saya bisa ngamuk. Kalau bisa, nggak usah ada yang datang ke rumah selama saya lagi jaga si kecil. Ganggu!

“Jadi ketus sama orangtua dan mertua”

Namanya juga ibu baru, dengan segala ke-sotoy-annya, pingin, dong, langsung mahir mengurus anak. Saat si kecil menangis dan hendak diambil alih sama eyangnya (yang bermaksud membantu) pun saya nggak segan-segan untuk merebut dengan ketus, sembari ngomong “Nggak usah, saya aja yang gendong, saya bisa, kok!”

(Baca: 9 Tanda Kita Terlalu Lama Mengabaikan Kesehatan Mental)

“Jadi cengeng dan rapuh”

Begitu kembali bekerja, sedikit-sedikit nangis! Ninggalin anak di rumah, nangis, lembur sedikit, nangis. Lupa naruh ASIP di kulkas pas pulang kerja, nangis. Lupa bawa pompa, nangis. Diri sendiri rasanya nggak pingin jadi serapuh ini, tapi, kok, ya, nggak bisa nahan untuk nggak nangis.

“Berantem sama rekan kerja“

Meski cuti 3 bulan di sini “dianggap” cukup, nyatanya seringkali tidak demikian. Bagi ibu baru, 3 bulan itu masih tergolong masa adaptasi, di mana keadaan si kecil masih terus berubah dan kita “dipaksa” berlari mengikuti setiap fasenya. Alhasil, mood yang sedang tidak beres itu pun berefek pada sering miskom sampai berantem sama rekan kerja.

FOMO

Istilah yang lagi populer di kalangan milenial alias generasi social media, yaitu Fear of Missing Out (FOMO) ini kerap dirasakan oleh para ibu baru. Menjadi ibu, artinya, siap, nggak siap, kita harus siap! Termasuk siap saat harus rela “cuti” nonton bioskop, konser, liburan, karaoke-an, dan segala jenis hiburan dadakan yang dulu bisa kita lakukan dengan mudahnya.

Seringkali, hal ini membuat kita merasa asing karena nggak bisa ikut senang-senang, alhasil, kita jadi merasa seperti dimusuhi dan dikucilkan. Lalu, sedih sendiri! Merasa nggak ada yang bisa mengerti keadaan kita. Padahal, “cuti” senang-senang juga nggak akan selamanya, kok! Akan tiba saatnya, di mana kita bisa bersenang-senang lagi.

Apabila perasaan jadi menyebalkan ini tidak kunjung berhenti dan cenderung memburuk, tidak ada salahnya untuk segera mencari bantuan.

Share Article

author

RachelKaloh

Ibu 2 anak yang hari-harinya disibukkan dengan menulis artikel dan content di media digital dan selalu rindu menjalani hobinya, menjahit.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan