Modal jadi entrepreneur mom nggak cuma modal finansial, tapi beyond that. Berikut beberapa yang bisa saya share, berdasarkan pengalaman.
Yang tadinya punya pekerjaan hingga gaji tetap dengan waktu kerja yang lebih rutin, lalu tetiba menjadi seorang mompreneur cukup membuat saya sedikit shock. Selain pemasukan yang kadang-kadang banyak, kadang-kadang nggak ada sama sekali, hingga jam kerja yang seakan santai padahal nggak, cukup bikin hari-hari awal sebagai mompreneur lebih menantang.
Modal jadi mompreneur nggak cuma modal finansial, tapi beyond that. Berikut beberapa yang bisa saya share, berdasarkan pengalaman.
Kembali lagi ke niat awal, tukar profesi dari kantoran menjadi seorang pengusaha apa? Karena ingin lebih sering menghabiskan waktu sama anak, atau memang ingin sukses melebarkan sayap jadi bos untuk diri sendiri? Niat dan tujuan awal bisa jadi penentu kita mau usaha apa. Karena kalau niat awal untuk lebih dekat sama anak, harus cari pekerjaan yang nggak ganggu aktivitas kita dengan anak, lalu dilakukan ketika anak sekolah, misalnya. Tapi kalau niat awal ingin membesarkan “kerajaan” sendiri dan kita menjadi owner, beda lagi ceritanya. Terkadang waktu bersama anak pun juga harus dikesampingkan. Hanya saja mungkin waktunya lebih fleksibel, secara kita sendiri yang punya perusahaannya, kan?
Baca juga:
10 Pilihan Bisnis yang Bisa Dilakukan dari Rumah
Networking itu penting. Buat saya, bidang usaha yang saya jalani ini kebanyakan berhasil karena saya dulu sangat menjalin networking dengan kolega dan para klien. Saran saya, mau ada niat jadi mompreneur atau nggak, hindari menjadi orang yang terlalu introvert, seperti sekadar datang ke kantor, kerja, lalu tenggo. Banyak-banyak bergaul dengan kolega dan klien. Di luar pekerjaan juga boleh sepanjang masih bisa menjaga profesionalisme. Menjalin hubungan baik dengan orang banyak nggak pernah ada salahnya, lho.
Baca juga:
Sebenarnya mau jadi pegawai kantor atau pun seorang mompreneur sehat itu utama. Kalau nggak sehat, bagaimana mau mengerjakan semuanya? Sedikit trik buat Anda yang mau berhenti kantoran, saat saya sudah berniat untuk jadi mompreneur, sebelum saya resign saya cek dulu uang kesehatan (beda istilah di setiap perusahaan, biasanya uang kesehatan ini menjadi hak kita setelah lulus probation dan besarannya minimal 1 kali gaji per tahun). Di tempat saya bekerja dulu, uang kesehatan itu sistemnya reimburse, dan boleh digunakan untuk apa pun yang berkenaan dengan kesehatan asal digunakan untuk diri sendiri. Maka saya pun general check up. Saya harus siap, dan saya harus tahu kesehatan saya sendiri terutama jelang menjadi mompreneur, karena ke depannya nggak ada lagi, tuh, yang namanya asuransi dan uang kesehatan. Saya gunakanlah kesempatan itu sebaik-baiknya. Saya juga meneliti asuransi-asuransi kesehatan untuk saya dan anak-anak, mana yang cocok dengan kondisi keuangan nantinya. Jangan lupa, setelah jadi mompreneur juga tetap jaga kesehatan. Jaga asupan makan sama olahraga itu modal sehatnya.
Idealnya, nih, kalau kata financial planner kondang, ketika resign dan memulai usaha sendiri, paling tidak kita punya modal tabungan 12 kali sebesar pengeluaran bulanan. Yang namanya wirausaha, kan, ya. Nggak langsung untung besar ketika awal menjalankanyan. Selalu, deh, akan ada waktu-waktu kritis finansial. Jujur, saya nggak punya tabungan 12 kali pengeluaran bulanan itu, sih. Modal nekat aja. Hingga akhirnya saya mencairkan dana BPJS ketenagakerjaan yang besarannya lumayan untuk modal hidup ke depan kalau-kalau usaha saya jalannya nggak selancar yang saya perkirakan. Apa pun sumber tabungannya menurut saya bisa apa saja, kok. Tabungan emas juga bisa.
Dapatkan dulu dukungan suami ketika mau jadi mompreneur. Sebaiknya, sih, nggak diputuskan sendiri. Karena bagaimana pun akan ada pengaruhnya ke rutinitas hidup, hingga keuangan. Nggak semua suami siap, lho, kalau tiba-tiba yang tadinya double income jadi hanya single income. Support dari anak juga penting. Saya mengondisikan pada anak-anak, bila saya di depan laptop itu artinya saya sedang bekerja, sehingga usahakan untuk tidak mengganggu mama kecuali urgent. Nggak berarti mama nggak ke kantor lagi lalu seharian penuh waktunya hanya untuk mereka. Alhamdulillah sejauh ini anak-anak juga sudah mengerti. Saya diuntungkan dengan mereka yang sudah lebih besar dan lebih bisa diajak berdiskusi. Mungkin untuk yang masih memiliki bayi atau balita, support suami dan lainnya (mbak ART/baby sitter misalnya) lebih dibutuhkan.