Membesarkan anak yang percaya diri memang sulit. Malah kita sendiri sebagai orangtua yang biasanya justru mengubur rasa percaya diri itu.
Percaya diri di sini bukan hanya percaya diri untuk tampil dalam sebuah pertunjukkan ya. Tetapi perasaan selalu ada yang menyemangati dan pantang mundur, perasaan diri berharga dan berani melawan saat diinjak-injak orang lain. Atau bisa juga dibilang sebagai self-esteem.
Dan kita selalu punya pilihan untuk tidak mengucapkan kata-kata ini lho. Selalu pikir dua kali sebelum mengucapkan sesuatu yang bisa menghancurkan perasaan berharga anak.
Dibandingkan itu menyakitkan. Lagipula setiap manusia kan berbeda. Membandingkan seperti ini, apalagi dengan kakak dan adik sendiri biasanya malah membuat anak semakin merasa rendah diri dan semakin tidak bisa menemukan potensinya.
Intelektual tidak bisa diukur hanya dengan satu mata pelajaran saja. Bahkan, tidak adil menilai anak sebagai anak bodoh hanya dari nilainya di sekolah. Siapa tahu memang ia berbakat di olah raga atau seni? Mengapa harus dicap bodoh hanya karena nilainya di sekolah tidak setinggi nilai teman-temannya?
Yang satu ini menyebalkan. Kita saja disebut suami sebagai “mama sih selalu begini” sebal kan. Anak juga sama. Kalimat seperti ini hanya akan membuat anak yakin bahwa ia memang tidak bisa berubah karena sudah punya kebiasaan buruk.
Ternyata banyak ya orangtua yang meremehkan dan menghancurkan mimpi anak seperti ini. Padahal apa sih susahnya untuk mendukung. Sukses atau tidak urusan nanti, yang jelas sebagai orangtua kan harusnya bisa jadi penyemangat anak nomor 1.
Alias merencanakan semua aspek kehidupan anak. Anak jadi tidak mandiri dan tidak percaya diri. Beri kesempatan anak untuk berpendapat dan diskusikan pendapatnya itu, siapa tahu malah jadi insight baru bagi kita yang dewasa.
Yang ini selain mematikan percaya diri, juga menghentikan proses kreatif. Padahal inovasi berawal dari kreativitas.
Banyaakkk sekali orangtua yang masih punya prinsip orangtua selalu benar. Padahal keputusan orangtua menyebalkan dan tidak masuk akal, tetapi anak tidak punya suara untuk membantah. Jangan heran kalau di masa depan anak jadi takut bersuara dan sering tidak bisa mengambil keputusan sendiri.
Gampang itu kan relatif, gampang menurut siapa dulu nih? Perkataan seperti ini membuat anak merasa gagal dan akhirnya tidak percaya diri.
Yang terakhir bukan kalimat tapi justru tidak pernah memuji. Kalau salah dimarahi habis-habisan tapi kalau benar tak pernah dipuji. Padahal apresiasi itu kan penting sekali. Jadi yuk pikir dua kali sebelum bicara, kelola emosi sehingga kita bisa selalu 100% untuk anak.