Beberapa orang mengirim direct message pada saya, lebih sakit hati pada ucapan orangtua dibandingkan dengan kekerasan fisik yang diterima. Cocok sekali ya dengan ungkapan the word is stronger than the sword. :(
Bicara kekerasan pada anak, lekat rasanya dengan perlakuan fisik. Padahal, banyak bentuk kekerasan lain yang juga bisa melukai anak. Seperti kata-kata, baik yang sengaja atau pun tidak disengaja.
Wajar, setelah jadi ibu saya baru merasakan sendiri gejolak emosi yang terus menerus seperti ditekan sampai batasnya. Ditambah dengan trauma masa lalu atau stres karena masalah lain di masa kini, banyak ibu yang jadinya melakukan kekerasan pada anak tanpa sengaja.
Menganggap itu hal normal demi membuat anak menjadi penurut atau disiplin. Padahal anak tidak perlu jadi penurut, mereka hanya perlu diajari dan diberi contoh nilai-nilai yang benar serta alasannya. Dan disiplin jelas tidak melulu harus memakai cara militer.
Banyak sekali anak yang masih berusia balita tapi sudah harus menerima sindiran dan label seperti “nakal banget, anak siapa sih!” atau “kamu jorok banget sih kaya anak pemulung”.
Sindiran dan pelabelan seperti ini bisa mempengaruhi self-esteem anak lho. Anak bisa jadi tidak percaya diri dan merasa dirinya buruk.
Dibandingkan itu tidak pernah enak rasanya, tapi sering sekali kan kita mendengar orangtua yang bilang “kok kamu nggak pernah menang lomba sih nggak kaya si kakak” atau yang lebih buruk seperti kondisi fisik “kamu kok jerawatan terus sih, makanya rajin rawat muka dong kaya anaknya ibu A”. Duh, males banget ya.
Ada juga orangtua yang membandingkan dirinya sendiri! “Kamu umur segini kok masih males-malesan di rumah, papa waktu seumur kamu udah blablabla”. Sampai kapanpun, anak jadi selalu merasa kalah dan merasa dirinya tidak berguna.
Ini yang paling sering terdengar bahkan ketika si anak masih batita. Padahal kalau dipikir-pikir apa ya gunanya membuat anak jadi ketakutan? Iya sih nurut, tapi nurut karena takut, bukan karena ia ingin melakukan hal yang benar.
(Baca: Mitos Kekerasan Seksual pada Anak)
Dari cerita toxic parents, saya tak terbayang bahwa banyak orangtua yang dengan santainya punya anak kesayangan. Bahkan ada satu cerita di mana si anak kesayangan ini diperbolehkan ibu memukul kakaknya!
Alasannya karena kakak tidak pernah nurut, sementara adik anak penurut, jadi kalau kakak susah diatur, pukul saja. Sang kakak perempuan, adiknya laki-laki dan kejadiannya saat mereka sudah duduk di bangku SMP. Bayangkan kalau anak laki-laki saja sudah diajari memukul kakak sendiri, bagaimana di masa depan dia memperlakukan anak dan istrinya ya?
Yang ini juga banyak dan saya seringkali tak tega pada orangtua yang memaki-maki anak di tempat umum, menyeret dengan cara dijewer atau memaksa anak melakukan sesuatu yang sebetulnya tidak ia inginkan.
Seperti memaksa anak untuk bersalaman dengan orang yang lebih tua. Iya ngerti banget untuk sopan santun, tapi anak berhak lho untuk menolak. Itu bagian dari mengajarkan privasi. Lagipula anak biasanya jadi malu karena jadi dibandingkan “tuh dia aja mau salim, kamu kok nggak pinter sih salim aja nggak mau”.