Di tengah “gempuran” social media, yang seperti pisau bermata dua. Bagaimana kita sebagai orangtua, tetap bisa mengambil pelajaran positif dari era yang apa-apanya di-share di social media?
Zaman sekarang, when everything becomes digital, apa sih informasi yang tidak mungkin kita dapatkan? Click nama, lalu keluar sederet informasi dari orang atau nama tempat yang sedang kita cari tahu. Dari segi kemudahan, layaknya menggenggam kamus segala hal. Hanya dengan sentuhan jari, HP mommies segera dibanjiri informasi.
Image: Mink Mingle on Unsplash
Segampang itu pula, orang-orang di social media, melontarkan hate comment. Entah itu di Facebook, Instagram, Twitter atau Youtube. Yang menyedihkannya lagi, orang yang ngasih komentar, juga nggak kenal dengan public figure atau objek lainnya, yang ia hinda dina *menyedihkan.
Pada masanya masa kampanye Gubernur DKI Jakarta, beberap tahu silam. (Sanking gerahnya) dengan hate comment, saya unfollow beberapa orang di FB. Bukannya apa-apa, share artikel atau bunyi status mereka dibumbui isu-isu SARA, yang jauh dari kata manusiawi untuk disampaikan.
Well, suka nggak suka, social media sudah menjadi bagian dari kehidupan kita para orangtua. Selain pernah dibikin “gerah”, banyak juga kok manfaat dari social media yang saya petik, setelah berpredikat sebagai orangtua, khususnya ibu.
Awal bulan Desember 2017, sedang ramai berita orangtua yang menggendong anaknya layaknya tas ransel, tapi dalam posisi tengah dibonceng sebagai penumpang. Bisa ditebak ya, bagaimana ramainya netizen waktu itu, menghakimi si orangtua. Bukannya, memberikan solusi atau pemikiran lain yang lebih berfaedah.
Baca juga: Orangtua, Lebih Pintar Yuk Dalam Berkendara
Atau sempat juga viral di FB, foto seorang ibu yang sedang berada di ruang tunggu banda, seakan tak peduli dengan bayinya, yang ia letakkan di lantai. Foto yang diambil oleh orang asing dan langsung di-share tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada si ibu tadi, langsung mengundang kontroversi. Berbagai kecaman datang dari sesama kaum hawa. Tapi ada juga yang berusaha bijak, melihat segala kemungkinan positif, kenapa bayi mungil berusia dua bulan berakhir di lantai ruang tunggu bandara. Makin jadi “makanan” netizen, karena ibu tadi duduk tenang sambal menggenggam HP.
Ternyata, setelah dikroscek. Ibu tersebut mengaku tengah menjadi korban penundaan jam terbang, lebih dari 20 jam bersama bayinya tersebut. Sanking lelahnya menggendong bayi berjam-jam, sang ibu memilih meletakkan Anastasia di lantai tunggu bandara. Dari segi kontur memang lebih aman, daripada ia taruh di kursi, risiko terguling ke lantai akan jaug lebih berbahaya. Sementara itu, ibu Anastasia, memberitahu keluarga mereka lewat HP, akan datang terlambat.
Baca juga: Yuk, Berhenti Memamerkan Kebodohan di Social Media
Kalau menerima link, atau membaca berita di social media. Cobalah jangan nyinyir dulu, biasakan kroscek dari berbagai macam sumber yang kredibel. Tahan komentar yang sifatnya menghujat.
Apapun yang kita post di social media sebenarnya, berpotensi mengundang comment. Nah, kalau sudah sadar dengan hal ini. Berarti kita punya kendali penuh, atas content social media kita sendiri, kan? Janganlah nge-post sesuatu yang memancing comment-comment drama (kecuali mommies siap meladeni). Atau jump in ikutan comment di status orang lain, yang sifatnya memperkeruh suasana. Bukannya waktu kita jauh lebih berharga untuk melakukan sesuatu yang lebih penting, ya?
Mengutip dari www.lifesmama.com, “Don’t post something that begs for inquisitive comments and drama. You can’t control what other people post on social media, but you have total control over your fingers on the keyboard.”
Ibu A nge-post betapa bangganya dia dengan stok ASIP-nya, yang tersimpan di beberapa freezer. Menurut saya sih, kalau satu atau dua kali dalam seminggu, masih wajar. Tapiiii, kalau sudah setiap hari, dan sehari jadi seperti minum obat. Hmmm, rasanya masih perlu dikaji ulang. Sudah gitu, tidak dibarengi dengan caption yang sarat info, misalnya nih. “Tips ala Saya Sebagai Ibu Bekerja, Supaya ASIP Berlimpah.” Kalau tanpa diberangi dengan info-info semacam itu, mau memotivasi para ibu untuk semangat kasih ASI untuk anaknya, atau hanya sekadar pamer?
Takutnya, malah mematahkan semangat ibu yang juga sedang berusaha menyetok ASIP, tapi nggak mendapatkan ASIP sebanyak itu, karena satu dan banyak hal. Don’t hide your joy, but always write in a tone that respects those you love. Don’t be boastful — and don’t overshare.
“You are what you think!”, kamus yang sama berlaku untuk bunyi status apapun di socmed mommies. Ingat aja deh, jejak rekam kita di social media itu, akan terekam selamanya, lho. Kalaupun dihapus sama mommies, mana kita tahu, ada pihak yang nggak bertanggung jawab sudah sempat screen shoot status kita itu.
Misalnnya, emosi sudah di ubun-ubun. Cobaaa, ambil napas dulu, relaks. Duduk, minum sesuatu yang hangat, dan kalau mungkin berbaring. Kalau saya biasanya, mengendapkan beberapa jam atau satu malam. Baru deh besoknya, pikiran bisa jauh lebih jernih. Kalaupun masih pingin bikin status yang berkaitan dengan kegundahan kita, bunyinya nggak memancing keributan. Bisa kan, share-share artikel yang sedang membahas masalah yang kita hadapi.
*Artikel ini diadaptasi dari www.lifeasmama.com