Kesal, marah bahkan shocked kalau pasangan (ternyata) terlilit utang. Apalagi sebelumnya sama sekali nggak kita duga. Langkah apa saja yang harus diambil, jika situasi ini terlanjur harus dihadapi bersama?
Saya pernah mendapat telepon dari istri seorang teman. Bahasan kami waktu itu cukup membuat saya terkejut disepuluh detik pertama. Soalnya sang istri menanyakan perihal yang cukup pribadi untuk dibicarakan dengan orang luar. Kira-kira seperti ini isi pembicaraan kami…
“Tha, suami gue ada utang nggak ke elo?”
“Waah, emangnya kenapa, mbak?”
“Gue lagi mendata, siapa aja yang diutangi sama suami gue. Soalnya suami gue ini ternyata terlibat utang yang jumlahnya sampai ratusan juta!”
((WHAT?)) yang ini sih dalam hati saya aja. Sanking sayanya juga terkejut. Saat itu saya tegaskan, teman saya itu nggak ada utang apapun sama saya. Sambungan telepon pun, kami sudahi. Setelah itu, saya jadi mikir. “Laaah kok bisa, yaaa, pasangan terlilit utang dan istri nggak tau menau?.” Kasus yang dialami istri teman saya ini, lantas membuat saya ingin cari tau lebih dalam ke pakar psikolog keluarga. Langkah konkret apa yang sebaiknya diambil pasangan ketika tau, pasangan kita terlilit utang?
Menurut Nadya Pramesrani, M. Psi. ,Psikolog Keluarga, sekaligus Co-Founder Rumah Dandelion, Hal pertama harus dilakukan istri ketika tau suami terlilit utang (atau sebaliknya), adalah, terlilit utangnya karena apa? Selama Mbak Nadya praktik. Ia mencatat setidaknya ada 3 penyebab terbesar pasangan terlibat utang:
Baca juga: Tentukan Prioritas Hidup, Mencegah Penyesalan di Kemudian Hari
Tapiii, kata Mbak Nadya, ada pula alasan lain yang sifatnya bukan konsumtif. Contohnya, ada anggota keluarga yang sakit, biaya sekolah anak.
Nah, kalau sudah menemukan penyebab pastinya apa, duduk bersama dan buat semacam pendataan. Utangnya kepada siapa saja, dan masing-masing itu nominal utang berapa?
Mbak Nadya akui, urusan utang dalam pernikahan ini akan menjadi berat. Karena sudah menyangkut urusan langgeng atau tidaknya suatu pernikahan. “Menurut beberapa jurnal penelitian menemukan. Pasangan yang berutang itu tingkat kebahagiannya lebih rendah,” tutur Mbak Nadya. Sayangnya jika situasi ini sudah terlanjut terjadi, seperti komitmen pernikahan pada umumnya yang mengharuskan pasangan suami istri bersama-sama dalam suka dan duka, berarti konsekuensinya juga harus dihadapi bersama.
Baca juga: 4 Cara Sederhana Mengencangkan Ikat Pinggang, dengan Hasil Maksimal
Bukan berarti ini akhir dari segalanya, kok , mommies. Mbak Nadya optimis pasutri bisa melewati cobaan, asalkan… “Komunikasi dalam pernikahan itu sendiri yang harus dikuatkan. Artinya, sudah sadar ada kewajiban untuk melunasi utang, sama-sama dibicarakan. Keterbukaan secara finansial penting. Secara umum aja, yang tidak kaitannya sama utang, pasangan juga sangat disarankan terbuka secara finansial. Apalagi ketika ada utang yang melibatkan salah satu pasangan,” jelas Mbak Nadya lebih rinci.
Baca juga: Mengapa Tingkat Perceraian di Indonesia Tinggi?
Kalau sudah tau penyebabnya apa, let say, karena poorly money management. Kata Mbak Nadya, harus sama-sama berkomitmen, supaya ke depannya cari cara paling efektif untuk mengatur keuangan keluarga. Lagi-lagi balik ke pola komunikasi yang intens, ya mommies.
Poin berikutnya yang juga penting, buat kesepakatan. Utang tersebut akan dilunasi bersama, atau hanya dibebankan kepada pasangan yang mempunyai utang?
Baca juga: Supaya Keuangan Keluarga Tetap Stabil, Walau Terjadi Hal-hal yang Tidak Diinginkan
Di tengah usaha sedang memperbaiki keadaan. Mbak Nadya mengingatkan, pasangan juga juga harus suportif. Misalnya yang terlilit utang adalah pak suami. Dalam situasi lain yang memaksa terlibat konflik dengan topik berbeda, sebaiknya masalah utang ini jangan lantas dibawa-bawa.
Solusinya, dari awal masalah muncul (untuk kasus apapun, sih, sebetulnya), istri jangan segan luapkan emosi negatif. Nggak apa kok, kata Mbak Nadya, kalau mommies terus terang ke suami, “Saya kecewa, kok ini bisa terjadi, ya? Nggak sesuai sama harapan aku!”. Diteruskan dengan kalimat yang memancing masuk ke topik jalan keluar dari masalah yang lagi dihadapi apa, nih?
“Dibicarakan tanpa menyalahkan, perlu dibedakan lagi, antara mengemukakan apa yang dirasakan. Dengan melampiaskan kekesalan yang hanya akan memperburuk keadaan.” Pungkas Mbak Nadya.
BAHAYA, kalau mommies cari aman dengan bersikap diam! “Nanti akan ada api-api kekecewaan yang nggak tuntas. Kalau memilih diam, ya…keep silent forever. Jangan memilih diam sekarang, kemudian ada kesempatan lain baru dikeluarkan, tapi malah membuat keadaan tidak lebih baik,” jelas Mbak Nadya lagi.
“Evaluasi berkala tetap harus dilakukan. Untuk memastikan rencana penyelesaian utang, berjalan seperti kesepakatan bersama.” Tutup Mbak Nadya.
Baca juga: Penghujung Tahun, Saatnya Mengevaluasi Keuangan Keluarga
Mudah-mudahan, hal ini nggak pernah terjadi sama kita, ya, mommies. Kalaupun terjadi, semoga bisa diselesaikan dengan baik. :)