Sudah sejauh mana peran kita dalam mengurangi kerusakan lingkungan? Jangan-jangan peran antara mengurangi kerusakan lingkungan dengan menambah rusak lingkungan, masih lebih besar yang merusak?
Menjadi ibu itu memang mengeluarkan banyak sisi baik dalam diri saya yang selama 25 tahun terpendam di dasar ‘jurang’ ahahaha. Mulai dari sifat baik yang perlahan mulai mendominasi, hingga gaya hidup yang semakin sehat dan ramah lingkungan, karena tujuannya satu: Ingin meninggalkan sebuah tempat tinggal yang aman dan nyaman untuk kedua anak saya kelak.
Sejak menyandang predikat ibu, saya baru tahu rasanya mengorbankan keinginan saya demi menyenangkan anak-anak. Saya baru tahu bahwa sehat itu memang hal berharga karena kalau saya sakit, siapa yang akan merawat anak-anak (Ayahnya? Duh sudahlah, kita tahu seberapa hebat para suami menjaga anak kalau dibanding dengan kita ibunya – belagu - :D). Dan saya baru sadar bahwa saya berubah menjadi polisi lingkungan hidup setelah memiliki anak, hehehe.
Bicara tentang menjadi menjadi polisi lingkungan hidup, kita semua pasti tahu lah ya, bagaimana kondisi lingkungan tempat kita tinggal saat ini, alias kondisi bumi kita. Udara yang semakin nggak jelas, suhu berubah cepat banget dari panas sekali ke hujan badai, banjir, tanah longsor di mana-mana. Seram? Iya! Sedih? Banget! Nggak kebayang, bumi seperti apa yang kelak akan dinikmati oleh anak-anak saya.
Yang bikin saya tambah gregetan adalah, masih banyaknya orang nggak sadar kalau perilaku mereka memberikan andil dalam kerusakan lingkungan.
Ngeluh banjir? Saya masih sering melihat orang yang naik kendaraan mewah buang sampah sembarangan dari dalam mobil mereka.
Ngeluh panasnya sinar matahari ibarat neraka bocor ke bumi? Tapi satu keluarga dengan tiga orang bisa punya 3 kendaraan yang menyumbang pada pemakaian gas karbonmonoksida. Atau satu rumah memiliki AC lebih dari 3 yang menyumbang pada penggunaan CFC yang tidak terkontrol.
Ngeluh tentang sampah? Tapi ke supermarket aja malas membawa tas belanjaan sendiri, beli makanan selalu pakai Styrofoam, keluar duit untuk beli gelas atau tempat minum nggak mau dan lebih senang membeli air minum kemasan *__*.
Ya jangan ngeluh kalau masih seperti itu!
Emang, lo nggak kayak gitu Fi?
Untuk urusan buang sampah sembarangan, dengan sombong saya bisa bilang nggak pernah buang sampah sembarangan. Mendingan tempat sampah di mobil saya penuh daripada harus membuang sampah sembarangan di jalan.
Di rumah saya ada AC 2, tapi saya mengajarkan ke anak-anak hanya boleh dinyalakan pada malam hari itu pun dengan kisaran suhu 23-25 derajat celcius.
Saya pun menyimpan tas belanja di mobil sehingga ketika belanja nggak perlu menambah pemakaian sampah plastik.
Belum sempurna memang usaha saya, tapi setidaknya saya mencoba berkaca dulu sebelum mengeluh.
Sudah sejauh mana peran kita dalam mengurangi kerusakan lingkungan? Jangan-jangan peran antara mengurangi kerusakan lingkungan dengan menambah rusak lingkungan, masih lebih besar yang merusak?
Yuk berkaca dulu.