Sorry, we couldn't find any article matching ''
Pentingnya Deteksi Kelainan Kromosom Sedini Mungkin
Percaya, deh, jika di antara mommies sedang menjalani program hamil, jangan menyepelekan pemeriksaan kesehatan. Termasuk melakukan cek untuk mendeteksi kelainan kromosom.
Di antara mommies sedang ada yang melakukan program hamil? Menanti kehadiran bayi mungil di tengah keluarga? Jika, ya, berarti kita sama. Tapi saya memang sedang menanti anak ke-2.
Mengingat kehamilan merupakan proses ‘penciptaan’ manusia yang dititipkan selama berbulan-bulan di dalam rahim, rasanya sudah jadi kewajiban kita untuk memastikan prosesnya berjalan dengan baik. Ya, setidaknya menyiapkan “tempat” berlangsungnya “pemrograman” juga baik. Atas dasar itulah, kenapa ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan ada tidaknya kelainan dan risiko untuk menciptakan persalinan ibu-bayi yang sehat.
Baca juga : Perlukah Tes Kesehatan Sesuai Usia Kehamilan
Termasuk untuk mengetahui adanya risiko janin yang ada di dalam kandungan mengalami kelainan kromosom. Contohnya, Edward Syndrome atau penyakit trisomi 18, sebuah kasus kelainan yang memang cukup langka terjadi pada setiap kelahiran bayi. Hanya terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari sindrom ini, biasanya bayi yang dilahirkan dengan sindrom ini akan mengalami kelainan pada jantung atau organ-organ lainnya. Itulah mengapa bayi yang memiliki sindrom ini sulit diselamatkan. Kemungkinannya akan meninggal saat dalam kandungan atau jika sampai lahir hanya 5 sampai 10 persen saja yang bisa bertahan sampai usia satu tahun.
Mengingat begitu besar dampak yang ditimbulkan dari sindrom ini, Bank Darah Tali Pusat Cordlife, pun akhirnya tergerak untuk mengenalkan trisomi 18 kepada masyarakat Indonesia lewat peringatan Hari Trisomi Sedunia yang diadakan tepat pada 18 Maret kemarin di Hotel Aryaduta. Semanggi, Jakarta.
Dalam acara media edukasi yang dilangsungkan, dr. Ardiansjah Dara, SpOG menjelaskan kalau sebenarnta trisomi 18 bukan penyakit turunan, tapi terjadi secara acak selama pembentukan sel telur dan sperma. Kesalahan dalam pembagian sel ini disebut dengan nondisjunction yang menghasilkan sel reproduksi dengan jumlah kromosom yang tidak normal.
“Misalnya sebuah sel telur atau sel sperma memproduksi kopi kromosom 18 yang berlebih, jika salah satu dari kromosom tersebut terlibat dalam proses genetik pembuahan maka anak yang lahir akan memiliki kelebihan kromosom 18 dalam sel tubuhnya,” ungkap dr. Dara.
Selain trisomi 18, down syndrome juga merupakan dampak kelainan kromosom. Seperto yang dijelaskan dr. Madeleine Jasin, SpA, kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
“Bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom,” ungkap dr Madeleine Jasin, SpA.
Meskipun sampai saat ini belum ada penyebab spesifik yang diketahui menjadi pemicu kelainan kromosom jenis ini, namun penting diketahui kalau kehamilan dengan kelainan kromosom sebenarnya bisa dideteksi sejak dini
Caranya dengan melakukan pemeriksaan menggunakan teknologi canggih seperti Non Invansive Prenatal Test (NIPT) yang ditawarkan oleh Cordlife. NIPT, merupakan metode yang termasuk baru untuk menganalisis DNA bebas sel di dalam darah ibu untuk mendeteksi apakah janin memiliki kelainan kromosom.
Saat ini Cordlife juga sudah bekerja sama dengan iGene Diagnostik, sebuah perusahaan berbasis diagnostik molekuler di Singapura untuk menawarkan iGene di Indonesia. Dibandingkan dengan NIPT lainnya, iGene memiliki prestasi klinis yang unggul dan mampu melakukan skrining dengan tingkat akurasi yang tinggi untuk mendeteksi adanya kelainan kromosom umum, termasuk sindroma down, sindroma edwards , dan sindroma patau.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan sebelum masa hamil, untuk mengetahui apakah ada yang tidak beres dengan jumlah kromosom yang terdapat pada sel orang tua. Pada awal kehamilan juga perlu pemeriksaan dengan melihat besarnya rahim yang tidak normal dan air ketuban yang berlebih. Termasuk lewat pemeriksaan fisik pada bayi dengan melihat pola sidik jari yang tidak normal dan pemeriksaan melalui X-ray.
Dr. Meriana Virtin, selaku pakar Kesehatan dari Bank Darah Tali Pusat Cordlife menjelaskan meskipun kemungkinan memiliki bayi dengan Sindroma Down atau kelainan kromosom lainnya semakin meningkat seiring bertambahnya usia, memiliki janin dengan kelainan kromosom juga dapat terjadi pada ibu dengan berbagai usia. Angka kejadian kelainan kromosom, tidak termasuk kelainan aneuploidi kromosom seks, dapat terjadi pada 1 dari 160 kelahiran.
Lagi pula, menurut dr. Meriana, pemeriksaan darah ini sebenarnya bisa membantu mengurangi kecemasan calon ibu, calon ayah dan seluruh keluarga. Artinya, bisa mengurangi kadar stress ketika menjalani proses kehamilan. Kabar baiknya lagi, dr. Meriana menyebutkan kalau pemeriksaan ini ternyata secara signifikan mengurangi jumlah pemeriksaan diagnostik invasif, seperti Amniosentesis dan Chorionic Villus Sampling, yang beresiko menyebabkan keguguran sekitar 1 dari 100 kehamilan.
Baca juga : Menikmati Fase Rewel di Saat Hamil
Share Article
COMMENTS