Lima negara ini (salah satunya adalah negara adidaya) ternyata memiliki kebijakan yang tidak bersahabat untuk bumil dan ibu baru yang kembali bekerja *nyebelin*.
Siapa yang setuju sama saya, kalau sebaiknya cuti melahirkan dari kantor harus lebih dari 3 bulan (dan teteup…terima gaji penuh :D)? Bukan mau enaknya saja, tapi memang benar nggak cukup 3 bulan untuk mengurus bayi lahir dan memenuhi kebutuhan basic si bayi.
Pemerintah beberapa negara seperti Denmark dan Norwegia sepertinya sudah sangat mengerti akan hal ini, sehingga mewajibkan setiap perusahaan memberikan hak cuti melahirkan karyawannya, hingga 52 minggu dan gaji tetap penuh. Sayangnya, masih banyak negara yang belum segitu perhatiannya seperti pemerintah negara Denmark.
Sehingga perusahaan-perusahaan pun merasa tidak memiliki kewajiban untuk mendukung karyawannya yang hamil dan menjadi ibu baru. Inilah hasil kepo saya soal beberapa negara tak ramah bumil dan ibu baru yang bekerja.
Tunisia
Negara ini cuma memberikan hak cuti melahirkan selama 4 minggu, sementara untuk gaji hanya dibayarkan 50% bagi para pekerja pertanian. Untuk buruh hak gaji hanya dibayarkan 67% saja. Masih lebih baik nasib pelayan publik karena, gaji yang dibayarkan adalah sebesar 100% selama cuti melahirkan.
Amerika Serikat
Wait, what? Di beberapa negara bagian adidaya ini ternyata nggak punya aturan sama sekali tentang cuti melahirkan. Umumnya perusahaan akan memberikan hak cuti melahirkan selama 12 minggu, TANPA membayarkan gaji sama sekali. Walau begitu, ada 11% perusahaan belakangan mulai sadar diri dan membayarkan gaji para ibu bekerja yang sedang cuti melahirkan sebesar 100%, termasuk di dalamnya Buzzfeed, Google, dan Disney.
Papua New Guinea
Cuma mau memberikan hak cuti melahirkan selama 6 minggu dan tanpa gaji. Berdasarkan hasil browsing, Suriname juga melakukan hal yang sama.
India
Walau sudah banyak perusahaan di India yang mulai menyadari isyu gender, serta mendukung ibu hamil, entah kenapa, belakangan perusahaan-perusahaan besar seperti perusahaan periklanan di India memilih untuk memecat karyawannya yang ketahuan hamil. Parahnya lagi, yang dipecat adalah mereka-mereka yang berada di posisi manager. Perlakuan tidak adil ini didorong oleh kecemasan perusahaan bahwa ibu hamil dan ibu yang memiliki anak tidak akan memberikan hasil maksimal.
Jepang
Walau perusahaan-perusahaan di Jepang sudah menaati peraturan pemerintah yang wajib memberikan hak cuti melahirkan karyawannya hingga 1 tahun (syarat dan ketentuan berlaku), masih banyak wanita Jepang yang memutuskan untuk berhenti bekerja setelah memiliki bayi. Hal ini dipicu dengan jumlah jam kerja tak wajar, terutama di sektor finansial.
Pernah dengar kasus bunuh diri karyawan perusahaan periklanan besar di Jepang, gara-gara jam kerja yang parah? Ibu-ibu yang memiliki anak-anak kecil seakan dihadapkan pada hanya satu pilihan, pekerjaan atau anak-anak? Kesaksian seorang ibu menjabarkan bahwa pernah dalam satu periode tertentu, ia harus masuk kerja mulai dari jam 7 pagi hingga 3 pagi, dengan tambahan bekerja di hari Sabtu dan Minggu. Anak-anak di rumah pun terbengkalai. Belum lagi budaya Jepang yang membuat para suami nyaris tak memiliki kesadaran diri untuk membantu pekerjaan rumah tangga. Lengkap sudah, nggak ada pilihan lain, selain resign.
Memang urusan waktu dan tidak ada support system menjadi salah dua problem terbesar ibu bekerja dengan bayi. Padahal kalau saja suami mau melakukan beberapa bantuan ketika ibu bekerja kembali dari cuti melahirkan, pasti semua akan lebih mudah.
Kalau sudah begini, saya merasa bersyukur saat saya hamil dan baru punya anak dulu, saya tinggal dan kerja di Indonesia. Bagaimana dengan mommies yang lain? Mau nyumbang pengetahuannya soal negara tak ramah bumil dan ibu baru yang bekerja? Monggo di kolom comment, ya…
Baca juga:
5 Alasan Mengapa Ibu Bekerja Jarang Mengambil Hak Cuti Haid