Jangan keburu nafsu jika ingin memulai usaha, apalagi jika status Anda masih bekerja. Pelajari dan lakukan 10 kiat berikut ini.
Mommies ngeh nggak, kalau beberapa tahun belakangan ini makin banyak perempuan yang berkiprah menjadi mompreneur? Mulai dari bisnis rumahan, berupa kue-kue, lalu ada juga yang berupa kerajinan tangan, atau jasa dekorasi event. Dan nggak jarang juga, bergerak di bidang clothing dan e-commerce. Sebagian dari mereka bisa dibilang sukses menjalankan usahanya itu.
Dan sebagian dari mereka, ada yang awalnya pegawai kantoran, lalu beralih menjadi mompreneur. Ini juga jadi cita-cita saya sih, tapi saya sadar diri belum melakukan persiapan untuk masa-masa peralihan, dari pegawai menjadi pengusaha, terutama masalah keuangan.
Beruntung, saya berkesempatan datang ke talkshow Inspirasi Wanita, volume 1 yang diadakan Bukalapak dan HIJUP, dengan tema “Pintar Berbisnis, Bijak Mengelola Keuangan," Sabtu, Oktober 22, 2016 lalu. Dari acara tersebut saya membawa pulang banyak ilmu dari Prita Ghozie, Chief Executive Officer dari ZAP Finance.
Bedakan antara menjadi “pemilik usaha” dan “bekerja sendiri”. Kalau mommies masih mengerjakan segala sesuatunya seorang diri, maka Anda belum bisa dibilang sebagai pengusaha atau pemilik usaha. Tapi keduanya sama-sama punya keuntungan, prioritas waktu kita yang tentukan. Tapiii, nih, nggak enaknya, kalau kita sakit, ya kita nggak punya uang. Kan semua masih kita yang mengerjakanya seorang diri.
Yakinkan Anda adalah pribadi yang terbiasa memisahkan keuangan Anda dalam 3 rekening.
Living: kebutuhan kita sehari-hari
Saving: termasuk dana darurat, investasi (harus lebih banyak uang mutasi masuk daripada yang keluar)
Playing: untuk membeli barang kita inginkan, setelah kerja keras. *tabungan ini kayaknya penting banget ya, buat kita mommies? :D
Prita mengingatkan, kalau tidak dipisahkan, bukan berarti hidup Anda tidak bisa berjalan, tetap bisa. Tapi perencanaan keuangan Anda hampir pasti tidak akan berhasil.
Dari mana produk yang kita dapatkan, artinya begini, apakah produk yang mommies buat itu adalah murni hasil kreasi sendiri atau Anda hanya sebagai reseller? Karena, dari keduanya akan ada perbedaan dari strategi perencanaan keuangan dan soal manajemen waktu.
Jangan gegabah, meng-hire karyawan. Jika situasi sudah memungkinkan merekrut karyawan, jangan terlalu gegabah merekrut terlalu banyak pegawai, apalagi di awal-awal usaha. Karena hal ini sangat memengaruhi arus keuangan atau cash flow usaha mommies.
Kenali level kita ada di mana, karena setiap level punya masing-masing risiko. Apalagi untuk persoalan keuangan, semakin besar usaha kita, maka risiko yang dihadapi juga akan semakin tinggi.
Untung berupa nominal bukanlah segalanya, jangan langsung berpikir setiap proyek yang kita kerjakan, harus ada keuntungan dari segi rupiah. Bisa juga keuntungan yang didapat dari segi investasi ke diri kita sendiri, misalnya lebih pandai. Atau membangun networking, tapi dari setiap proyek yang Anda kerjakan, Anda harus tahu targetnya, ini dapatnya apa? Berupa keuntungan nominal, investasi berupa ilmu, networking atau apa, nih? “Itu kalau Anda mau mempunyai bisnis yang sustain, atau berkesinambungan dan berkelanjutan,” jelas Prita.
Pilih usaha yang ongkos produksinya tidak terlalu tinggi. Ekonomis tapi hasilnya bagus. Tidak perlu banyak biaya transportasi. Misalnya bergabung dengan e-commerce. Dengan bgeitu momies semacam merekrut satu divisi baru dalam usaha Anda, tapi dijalankan di tempat lain. “Jadi alih-alih kita punya orang sendiri, kita tetap gaji, ada atau tidak order. Kalau kita dibantu dengan seperti ini, paling nggak, ada satu atau dua fungsi dalam usaha kita, yang Anda alihkan ke tempat lain. Dan dikelola secara profesional,” kata Prita. Misalnya bagian pemasaran dan distribusi, biasa dua hal itu yang terbantu dengan adanya e-commerce.
Punya perencanaan keuangan bisnis! Kesannya pertama kali mendengar kalimat ini, kok ribet banget ya? Padahal nggak perlu dibikin susah payah. Mudahnya seperti ini. Pertama: Mommies maunya dapat untung berapa setiap bulan? lalu perhitungkan juga pengeluaran untuk menggaji karyawan (jika sudah punya karyawan), dan kalau usaha menggunakan alat – perhitungkan berapa biaya perawatan si mesin atau alat itu. Itu semua harus ketahuan. Termasuk pada saat Anda mau punya usaha, target Anda adalah – selama 6 bulan ke depan, Anda harus punya modal, untuk bisa menutup poin-poin tadi. Jadi kalau belum yakin bisa menutup pengeluaran-pengeluaran tadi, jangan terlalu ekspansi gila-gilaan. Kedua: Jangan lupa juga yang namanya evaluasi! Setidaknya 3 bulan sekali kita evaluasi, keuangan kita seperti apa. Ketiga: modal dari keuntungan yang Anda dapat, dibagi dua. Yang satu untuk menambah modal usaha, yang satu lagi harus menambah modal untuk rumah tangga. “Jadi jangan juga kalau sudah punya usaha, tapi aset rumah tangganya tidak bertambah. Kita harus punya target setiap tahun, aset bertambah 10%,” jelas Prita.
Kalau sudah punya untung dari usaha yang kita jalankan, sebaiknya kata Prita, diimbangi dengan memilih jenis investasi yang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya kalau anak mommies kini berusia di bawah 5 tahun, dan Anda ingin menabung untuk biaya kuliahnya. Jangan taruh di tabungan biasa, bisa ditaruh di reksadana saham atau campuran.
Asuransi, ini hukumnya wajib! Apalagi bagi mommies yang sudah menikah dan mempunyai tanggungan (anak). Yang pertama adalah asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan dan last but not least, pastikan aset usaha mommies juga diasuransikan. Khususnya, yang sudah mempunyai bangunan sendiri untuk workshop usahanya atau gerai untuk menjual produk.
Baca juga:
4 Sikap yang Harus Dimiliki oleh Entrepreneur
Kiat Merintis Karier Menjadi Mompreneur
4 Saat Terbaik untuk Resign dari Pekerjaan dan Mengembangkan Bisnis