Sorry, we couldn't find any article matching ''
Mengatasi Drama Antara Ibu dan Kakak, Pasca Melahirkan Adik
Setelah melahirkan anak kedua, ada tantangan baru yang harus saya hadapi. Yaitu drama antara saya dan si kakak. Bagaimana saya menghadapinya? Silakan disimak, ya Mommies.
Di awal kelahiran anak kedua saya mengira tidak akan ada drama antara saya dan si kakak. Tapi ternyata kelahiran anggota baru di keluarga kami ini memicu drama antara saya dan kakak Bukan hanya sekali, namun banyak kejadian yang menguji kesabaran saya sebagai ibu. Mulai dari rasa kesal, marah, sedih, kecewa hingga merasa tidak cukup baik sebagai ibu, telah saya rasakan. Padahal, dulu saya merasa senang setiap kali kakak mau begini-begitu atau minta tolong ini dan itu. Sama sekali saya tidak merasa direpotkan. Namun sempat pula saya merasa kerepotan, seakan-akan anak saya yang sulung ini benar-benar membuat saya kelimpungan.
Setelah mencari tahu penyebab hubungan yang kurang harmonis ini, akhirnya saya menemukan titik terang. Perhatianlah yang kakak butuhkan dari saya. Meskipun saya merasa semua baik-baik saja dan semua kegiatan kami tidak berkurang satu pun, tetap saja kehadiran adik membuatnya merasa kurang nyaman. Memang, bagi saya tidak ada yang berubah. Namun bagi kakak, kehadiran adik sedikit mengganggunya. Meski saya sudah merencanakan dengan matang, kapan waktu yang tepat memiliki anak kedua, tetap saja pada kenyataannya ada situasi-situasi tertentu yang butuh penanganan serius.
Dan benar saja, setelah saya perhatikan dengan saksama perhatian sang Kakak menyatakan bahwa kehadiran adik merenggut perhatian orangtuanya. Mungkin bagi kami (khususnya saya), adalah wajar jika kakak belajar mengerti tentang perhatian ibunya yang kini terbelah. Sayangnya, mengerti tentang kondisi ibunya yang harus memperhatikan adiknya yang masih bayi adalah hal yang sangat besar bagi kakak yang akan berusia lima tahun. Singkatnya, saya harus mengambil tindakan khusus, untuk mengatasi si Kakak yang cemburu, sama adiknya nih, Mommies...hihihihi
1. Dimulai dengan melibatkan kakak dalam setiap aktivitas saya dan adik. Misalnya, meminta tolong kepada kakak untuk ikut menemani ketika saya memandikan adik, meminta tolong kepada kakak saat menyiapkan pakaian untuk adik, mengajak kakak ketika saya sedang menyanyikan lagu untuk adik atau membaca buku untuk mereka berdua. Kadang, saya membiarkan kakak yang mendorong stroller saat kami sedang berjalan-jalan. Perubahannya benar-benar positif bagi kakak dan saya. Si kakak mulai nyaman dan tidak “bête” saat saya fokus mengurus adik *yeay! Saya pun merasa lebih ringan karena adanya pertolongan kakak. Keuntungan lainnya adalah si sulung bisa belajar menjaga adiknya yang masih bayi, termasuk mengajak si adik bermain.
2. Peran suami sangat berpengaruh pada proses ini. Suami selalu menguatkan dan mengingatkan ketika saya merasa kakak mulai bertingkah. Suami juga yang mengambil alih peran dalam memberikan perhatian kepada kakak ketika saya mulai disibukkan dengan adik. Bermain bersama kakak, mengobrol apa saja hingga menghabiskan waktu berdua saja diluar rumah adalah beberapa hal yang dilakukan suami disela-sela kesibukannya. Tak jarang, suami juga yang menyiapkan kebutuhan kakak sebelum berangkat sekolah. Makin kesini, ikatan kakak dan papanya lebih kuat daripada sebelumnya. Diluar dugaan kami, kepercayaan kakak kepada papanya lebih tinggi dan kakak pun lebih terbuka dalam mengemukakan pendapat apapun kepada papanya.
3. Selalu mengajak anak berbicara dari hati ke hatiadalah salah satu cara yang saya gunakan untuk mengembalikan hubungan saya dan kakak ke jalur yang lebih baik. Jangan salah loh, pendapat anak kecil itu benar-benar murni dan apa adanya. Tidak ada yang kakak tutup-tutupi ketika ia menyampaikan kekecewaannya atas sikap saya. Disinilah manfaat komunikasi dua arah untuk meluruskan kesalahpahaman antara saya dan kakak. Hingga akhirnya, kami saling mengerti maksud dari sikap masing-masing kemudian saling memaafkan.
4. Selalu mengingatkan pada diri sendiri bahwa kakak adalah anak yang “serba pertama”. Maksud “serba pertama” di sini adalah pertama kalinya kami dititipkan buah hati maka lahirlah kakak, pertama kalinya saya berjuang mengatasi rasa sakit saat bersalin demi seorang kakak, pertama kalinya kami belajar menjadi orangtua untuk kakak dan dialah menjadi yang pertama lahir atas nama kasih sayang kami berdua. Kenangan-kenangan inilah yang membantu saya untuk mengatasi drama ini dan memberikan reaksi positif pada saya ketika berhadapan dengan kakak yang sedang tantrum.
5. Tak henti bersyukur karena telah dititipkan dua anak yang sehat dan lucu adalah salah satu cara yang saya terapkan. Dengan cara bersyukur, saya selalu ingat bahwa anak-anak ini adalah titipan. Karena sadar bahwa anak-anak adalah titipan, perlahan saya mulai memperbaiki diri ketika berhadapan dengan anak-anak, terutama kakak.
Beberapa cara tersebut cukup manjur untuk mengatasi hubungan saya dan kakak yang sebelumnya kurang harmonis. Walaupun tetap ada konflik, namun kami bisa mengatasinya tanpa mengedepankan emosi. Kakak pun belajar untuk menyampaikan pendapatnya dengan cara yang lebih baik dan saya juga belajar untuk memahami perasaan kakak sebagai anak-anak, dimana cara pandang anak-anak jelas memiliki perbedaan dengan saya yang sudah dewasa. Tentu saja, saya harus belajar untuk lebih sabar lagi *senyum lebar*.
Share Article
COMMENTS