Sudahkah Kita Menjadi Pendidik yang Baik?

Sex & Relationship

fiaindriokusumo・02 May 2016

detail-thumb

Di luar usaha kita menyekolahkan anak di sekolah yang bagus dengan fasilitas dan kualitas guru yang tak kalah bagus, sebagai orang tua, sudahkah kita menjadi pendidik yang baik untuk anak kita?

Hari Pendidikan Nasional

Hari ini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, sebagai salah satu cara bangsa Indonesia menghargai usaha dan peran Ki Hajar Dewantara yang berjuang untuk memajukan pendidikan Indonesia. Salah satu kritik yang dulu beliau tujukan kepada Belanda adalah kenapa hanya keturunan Belanda dan orang kaya saja yang boleh mengenyam pendidikan di zaman dulu. Bersyukur, karena saat ini, kondisi pendidikan bangsa kita tidak semiris dulu, semakin banyak kesempatan terbuka lebar bagi semua kalangan untuk menimba ilmu dan semakin banyak anak-anak yang berhak menjadi cerdas.

Anak sudah memiliki kesempatan untuk bersekolah. Lantas, selesaikah sampai di situ? Tentu saja tidak. Sama seperti seorang working mom yang butuh support system agar kehidupan rumah tangga dan kantor bisa berjalan (cukup) seimbang, demikian juga anak-anak yang mencari ilmu. Mereka juga butuh support system yang layak agar niat, usaha dan semangat mereka meraih pendidikan setinggi mungkin bisa tercapai dan bermanfaat.

Saya tidak hanya bicara mengenai mengirim anak ke sekolah yang buaaaaagus dengan biaya tahunan dan bulanan yang mahaaaaal, fasilitas yang super cooool, dan beragam les yang biayanya kalau dikalkulasikan selama satu tahun sudah bisa untuk membeli rumah tipe sederhana. Yes, sekolah dan les bagus memang merupakan salah satu bentuk support system, tapi support system utama tetap kembali kepada kita, orang tuanya. Kita adalah pendidik utama sekaligus support system utama anak-anak dalam urusan mendidik mereka. Sudahkah kita melakukannya?

Saat kita sudah memberikan fasilitas sekolah yang bagus untuk anak-anak, terlibatkah kita dalam proses belajar mengajarnya? Atau jangan-jangan kita menyerahkan sepenuhnya urusan belajar mengajar kepada para guru sekolah dan guru les?

Saat anak mendapat nilai baik atau buruk, apakah kita hanya ‘bereaksi’ terhadap nilai buruknya dan tidak pernah menghargainya ketika mereka mendapat nilai baik? Karena kadang, yang jelek itu lebih mudah untuk dikomentarin daripada yang baik kan? :).

Saat anak lupa mengerjakan tugas sekolah atau ketinggalan tugas sekolah, apakah kita mengajarkan mereka untuk bertanggung jawab terhadap ‘kesalahan’ mereka atau malah repot membantunya dan mengantarkan tugas ke sekolah agar ia tetap mendapat nilai bagus?

Saat anak mendapat tugas sekolah yang ‘cukup’ menantang, apakah kita membiarkan mereka melakukannya sendiri dengan hasil yang khas anak-anak (tidak terlalu sempurna, masih ada cacat di sana-sini) atau kita terlalu bersemangat membantu menghasilkan tugas yang perfect sehingga lupa bahwa anak pun butuh belajar tentang sebuah proses dan usaha?

Mendidik anak bukan sekadar memasukkan anak ke sekolah bagus, berhasil mendidik anak bukan hanya melihat dari nilai tinggi yang mereka peroleh. Ada makna lebih luas di balik itu semua. Mengutip ucapan bapak Anies Basweda dalam pembukaan Pesta Pendidikan hari Minggu kemarin, “Pendidikan bukanlah urusan pemerintah dan pihak sekolah saja. Sebaliknya orang tua dan lingkungan juga turut menentukan keberhasilan proses pendidikan anak.”

Selamat Hari Pendidikan Nasional, Mommies :).