Sekadar pengingat bahwa kadang bayangan kita tentang dunia parenting tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi di depan mata.
Menjadi ibu itu adalah perjalanan yang panjaaaang dan (kadang) melelahkan, kita semua tahu itu, iya kan? Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh AXA PP Healthcare, 33% ibu baru terkejut saat merasa bahwa gambaran mereka tentang menjadi orangtua berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi. Berdasarkan pengalaman pribadi dan juga cerita dari teman-teman, ini beberapa eye opening point untuk para ibu (termasuk saya).
1. Lupakan kehamilan yang cantik, anggun dan membuat wajah kita selalu bersinar sebagai seorang calon ibu. Terima saja kalau ada masanya kita merasa seperti bola yang diberi kaki, tangan serta wajah. Bundar sebundar-bundarnya (kecuali kalau Anda adalah Kate Middleton atau Dian Sastrowardoyo.)
2. Selesai melahirkan, istirahat sebentar dan voilaaa, kita sudah bisa langsung tersenyum sambil menimang bayi mungil yang supeeer menggemaskan? Nanti dulu. Masih ada rasa sakit atau tidak nyaman yang perlu kita lalui, ditambah keringat dan rambut yang acak-acakan. Tampilan si bayi? Anak pertama saya, dulu lahir dengan bentuk kepala lonjong selonjong-lonjongnya. Bersiap kalau, bisa saja kita tidak langsung jatuh cinta pada anak kita sendiri dalam pandangan pertama (dan itu normal).
3. You will cry .... a lot. Karena ternyata bahagia pun bisa membuat kita menangis. Menangis saat teryata hasil rontgen kepala anak saya hasilnya baik-baik saja setelah dia terjatuh, menangis waktu hadir di hari kelulusan TK (iyaaaa TK) anak-anak saya, menangis waktu mendengar anak-anak untuk pertama kalinya bisa mengatakan “Love you too ma.”
4. Akan selalu ada ibu-ibu lain yang ‘menghakimi’ kita. Apapun keputusan yang kita ambil, APAPUN itu, akan selalu ada serombongan orang yang mengkritik dan menghakimi. Mulai urusan pemberian ASI, pemberian makan, cara mendisiplin, cara mendidik, memilihkan sekolah, mengajar sopan santun. No matter what, akan selalu ada celah untuk dikritik. Dan, mungkin saja kita juga bersikap sama terhadap ibu-ibu lain. Dunia ibu-ibu kadang bisa kejam, lho :D.
5. Tidak perlu menunggu remaja, karena anak bayi pun sudah bisa membuat akal sehat dan tingkat kesabaran seorang ibu menguap entah ke mana. Saat keinginan untuk meninggalkan bayi sendirian di kamar karena dia tidak berhenti menangis timbul, saat datang keinginan untuk melempar makanan yang sudah kita masak dengan susah payah karena si bayi tidak mau membuka mulut atau saat ingin berteriak kepada bayi kita karena dia hanya mau digendong sepanjang hari, bukan berarti kita adalah ibu yang buruk. Kita hanya sedang lelah dan emosi kita terkuras, dan sekali lagi... itu normal!
6. Pelukan, ciuman dan limpahan kata-kata sayang antara anak dan ibu tidak berlaku 24 jam sehari atau 7 hari seminggu. Bayangan saya dulu, setelah memiliki anak maka hubungan antara saya dengan anak-anak akan selalu ada di level harmonis. Faktanya? “Aku benci mamaaaaa”, “Aku nggak suka sama mama,” “Mama nyebelin,” dan masih ada beberapa pilihan kalimat lain yang akhirnya saya dengar dari mulut anak-anak saya. Menyakitkan nggak? Tergantung kondisi emosi Anda saat mendengarnya, hahaha. Tapi apakah itu berarti anak kita benar-benar membenci kita? Tidak. Sama seperti kita yang membutuhkan cara untuk melampiaskan emosi, mereka pun demikian.
7. Dan akhirnya, kita sadar bahwa tidak ada satu pakar atau satu buku pedoman pun yang bisa kita jadikan pegangan dalam mengasuh seorang anak. Semua kembali kepada insting kita sebagai seorang ibu. Karena tidak ada seorang pun yang dapat memahami anak-anak kita sebaik kita –ibunya.
Akan selalu ada realita-realita baru yang akan kita temui (yang mungkin menyenangkan atau menyedihkan) dalam perjalanan kita sebagai seorang ibu. Selamat menjalani reality show milik kita sendiri ;).