Gangguan belajar pada anak yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan berbagai gangguan perkembangan. Bagaimana cara orangtua mendeteksinya?
Ayooo... siapa yang suka geregetan kalau lihat anak nggak bisa konsentrasi belajar? *ngacung*
Meskipun anak saya masih duduk di bangku TK B, tapi sesekali ia sudah mendapat PR untuk menuliskan sebuah kalimat. Sejauh anaknya enjoy dan nggak merasa tertekan mengerjakannya, saya pikir nggak ada salahnya juga, kok, anak TK mengerjakan PR. Yah, hitung-hitung latihan mau masuk SD. Lagipula menurut saya dengan adanya PR ini juga bisa jadi salah satu 'jembatan' komunikasi saya dengan Bumi.
Cuma, namanya juga anak-anak, ketika mengerjakan PR Bumi sesekali minta time out. “Ibuuuu.... boleh, ya, aku time out sebentar? Lima menit aja... aku capek, nih”. Kalau sudah begini, anak lanang saya pun biasanya lantas istirahat dan mengambil mainan.
Sebenarnya kondisi seperti ini bisa dibilang lumrah karena lama konsentrasi anak memang nggak terlalu panjang. Ngomongin soal belajar saya jadi ingat dengan teori perkembangan psikososial Erik Erikson yang mengatakankalau anak usia 6 hingga 12 tahun terdorong untuk melakukan sesuatu, ingin berprestasi baik di sekolah ataupun di rumah. Pantas saja kalau anak seusia Bumi jiwa kompetitifnya sangat besar.
Merujuk teori ini, semakin menegaskan kalau anak memang perlu dirangsang dan dikembangkan untuk mulai mencintai proses belajar. Masalahnya, nih, proses ini nggak selalu berjalan mulus. Gangguan belajar merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi para orangtua. Walaupun saya belum mengalaminya, tetap saja khawatir.
Menurut dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ, kesulitan belajar adalah kondisi di mana anak dengan kemampuan rata-rata atau di atas rata-rata memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri dan fungsi integrasi sensori- motor. Maka masalah kesulitan belajar adalah suatu kondisi multidimensional yang bermanifesti sebagai kesulitan belajar secara spesifik, hiperaktivitas, dan masalah emosional.
Sudah bisa dipastikan kalau kondisi gangguan belajar memang seharusnya bisa dideteksi dari awal. Sebab jika tidak ditangani dengan baik tentu akan berpengaruh pada perkembangan anak. Bukan tidak mungkin kalau nantinya akan berujung pada penurunan kualitas hidupnya. Nah, nggak mau hal ini terjadi, dong?
Saat saya temui di acara Healthtalk Ciputra Medical Centre, dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ menjabarkan kalau dalam proses belajar perlu melibatkan banyak pihak. Menurutnya, ada 3 faktor yang menentukan agar proses belajar jadi lebih optimal.
Bisa dibayangkan, ya, kalau terjadi gangguan pada ketiga faktor ini tentu berisiko menimbulkan banyak kesulitan belajar pada anak. Lantas bagaimana kita mendeteksi kesulitan belajar pada anak usia sekolah? Berikut beberapa tanda yang bisa jadi tolak ukur apakah anak kita mengalami kesulitan belajar yang dijelaskan dr. Dharmawan, dokter jiwa yang mendalami gangguan ADHD pada anak.
Setelah mendapatkan penjelasan ini, saya pun lantas me-review Bumi dengan membuat check list apakah anak laki-laki saya ini mengalami tanda-tanda di atas. Syukurnya, tanda check list yang saya buat tidak terlalu banyak. Harapannya, mudah-mudahan saja Bumi atau pun anak Mommies yang lain ke tidak mengalami gangguan belajar. Mana amiinnya, nih, Mommies?