Saat ponakan saya beranjak besar dan sudah familiar aneka macam makanan dan camilan – perlahan tapi pasti sebagian giginya berwarna hitam, atau dikenal dengan karies. Sebetulnya keadaan ini bisa dicegah, salah satunya dengan cara menyikat gigi si kecil sebelum tidur. Dan penting untuk menjelaskan kepada mereka sesuai dengan tahapan usianya. Nah, cara yang bisa Anda tempuh di antaranya dengan eggsperimen – supaya si kecil mudah memahami apa yang akan terjadi jika ia malas menyikat gigi.
Ketika tiba saatnya memiliki anak, keluhan karies ini menjadi momok tersendiri bagi saya – begitu pun dengan orangtua saya , wanti-wanti jangan sampai gigi Jordy, anak pertama saya mengalami hal yang sama. Tindakan pertama yang saya lakukan adalah mengenalkan Jordy dengan ritual menyikat gigi. Dan berencana membawanya ke dokter gigi – tapi yaaa...namanya juga anak belum berusia dua tahun ya, tingkat koperatifnya masih sangat rendah – harus ada hal-hal yang diwaspadai. Selain itu tentu saja mencegah daripada mengobati kan, Mommies?
Beberapa waktu lalu saya sempat mengikuti Pesat (Program Edukasi Kesehatan Anak untuk Orangtua) yang diprakarsai oleh Yayasan Orangtua Peduli, di Jakarta. Pada sesi ketiga, para peserta berdiskusi bersama narasumber Drg. Suzanty Ariany Sp. KGA. Beliau memberikan beberapa kiat seputar mencegah munculnya karies:
Mau tahu kiat sukses membawa si kecil ke dokter gigi, langsung cek di halaman kedua ya, Mommies!
Terkait dengan poin ke-6 di halaman sebelumnya, ritual ini memang agak tricky jika tidak dibiasakan sedari dini – karena menurut Drg. Suzanty tingkat kooperatif anak di bawah usia 3 tahun masih sangat rendah. Tapi, tenang Mommies, Drg. Suzanty memberikan rahasinya untuk Anda:
Sebaiknya pilih dokter gigi spesialis anak yang terbiasa menghadapi anak dengan sabar (pentiiiing banget ni, ya Mommies :D). Dan biasanya mereka akan lebih mengerti psikologi anak, dan dapat melakukan pendekatan anak dengan tepat. Selain itu pilih klinik gigi yang memang didesain untuk anak, sehingga anak merasa nyaman selama mereka melakukan perawatan.
Berikan gambaran sejelas mungkin sesuai dengan tahapan usianya. Hindari berkata pada anak bahwa nanti ia tidak akan diapa-apakan oleh ibu atau bapak dokter. Hal ini akan mempersulit dokter dalam melakukan perawatan, karena ia merasa dibohongi.
Jangan menunggu gigi anak berlubang, sakit atau goyang, baru Anda pergi ke dokter gigi – kunjungan ke dokter gigi bisa dilakukan saat si kecil sudah memiliki gigi. Lebih baik melakukan kunjungan untuk pencegahan terhadap sesuatu yang mungkin saja terjadi pada gigi dan mulut anak Anda.
Bagaimana si kecil mau rajin menggosok gigi kalau kita sebagai orangtua tidak menjadi tauladannya terlebih dahulu? Caranya ajak dia bersama-sama menggosok gigi. Atau bisa juga mengajaknya saat Anda pergi untuk kontrol gigi berkala, namun hindari mengajak anak melihat perawatan yang sifatnya menakutkan – misalnya saat mencabut gigi. Karena akan menimbulkan trauma tersendiri.
Wajar saja sih, ya sebagai orangtua kita mengalami cemas saat si kecil untuk pertama kalinya ke dokter gigi. Satu hal yang harus diingat menurut Drg. Suzanty adalah jangan ikut berbicara kepada anak jika dokter gigi sedang bicara pada anak, karena bisa menyebabkan komunikasi antara dokter dengan anak tidak berjalan efektif. Salah satu kunci keberhasilan perawatan gigi anak adalah komunikasi dan kepercayaan anak terhadap dokter gigi.
Secara garis besar karakterik anak terbagi menjadi tiga, yaitu easy (mudah), slow to warm up (perlu pendekatan bertahap untuk kooperatif), dan difficult (sulit). Otomatis secara pendekatan juga berbeda. Informasikan kepada dokter gigi bagaimana sifat anak Anda, agar membantunya melakukan pendekatan.
Waaah, waaah pulang dari acara Pesat16 ini, ilmu saya tentang perawatan gigi anak jadi sangat kaya – semoga Mommies juga bisa menambah informasi yang bermanfaat ya. Terima masih Pesat atas undangannya, semoga kerja sama ini bisa terus berjalan dengan baik.