Jangan takut keuangan akan Senin-Kamis hanya karena menjadi freelancer. Asal paham aturan mainnya, freelancer bisa, kok, memiliki kondisi keuangan yang aman dan nyaman.
Sudah dua tahun saya menukar profesi, dari seorang pekerja purna waktu menjadi ibu rumah tangga sekaligus pekerja lepas. Bidang yang saya geluti pun tidak ada hubungannya sama sekali dengan yang sebelumnya. Kalau tadinya lebih banyak berinteraksi dengan angka dan kode program, sekarang saya mengisi kesibukan dengan bercerita dan menerjemahkan kata-kata (selain mengurus anak dan berjibaku dengan pekerjaan rumah tangga, tentunya).
[caption id="attachment_51847" align="aligncenter" width="600"] Gambar dari sini[/caption]
Tidak cuma rutinitas, tantangan maupun kepuasan kerja yang berbeda, pastinya juga ada kesenjangan dari segi finansial. Menjadi karyawati kompensasinya sudah jelas: mendapat penghasilan rutin dan berbagai macam manfaat lainnya. Sementara saat menjadi freelancer, penghasilan tergantung pada seberapa banyak job atau project yang saya tangani. Meskipun dalam keuangan rumah tangga saya bukan pencari nafkah utama, bagaimanapun, tetap saja saya menemui tantangan dalam mengelola keuangan dengan status yang berubah ini. Beberapa tantangan yang sering saya alami adalah:
Saya jadi merasa lebih bertanggung jawab dalam mengelola arus kas rumah tangga.
Tadinya, penghasilan saya bisa menjadi "kran" tambahan, dan saya pun bisa dengan leluasa memanfaatkannya karena merasa itu 'uang sendiri.' Kini, meskipun tidak bermewah-mewah, bagi saya menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah privilege. The way I see it, suami banting tulang supaya saya bisa fokus mengurus anak (at least begitulah idealisme yang tertera di visi-misi "Why I Wanted to be a Stay-at-Home-Mom" saya beberapa tahun lalu, hihihi). Apalagi, as cliche as it sounds, biaya hidup juga kerap merangkak naik. Tentu saya perlu lebih cerdas mengutak-atik alokasi income dan expense.
Tantangan kedua adalah belajar mengelola pendapatan pribadi yang kini tidak rutin lagi. Meskipun hanya bekerja lepas, tapi niat utama saya menjalankannya tetap untuk membantu keluarga. Kalaupun tidak bisa berkontribusi sebanyak sebelumnya, paling tidak saya nggak menambah pengeluaran.
Setelah tahu tantangannya, sekarang mari kita cari tahu hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan di halaman berikut.
*Gambar dari sini
Terkait berbagai tantangan tadi, saya jadi rajin mencari tahu cara mengelola keuangan untuk pekerja lepas. Berbekal informasi dari berbagai sumber, saya merangkum hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan seorang pekerja lepas dalam mengelola keuangan sebagai berikut:
For freelancers, anticipation is key. Wujud nyata antisipasi ini adalah punya Dana Darurat (DD). Tapi memang, freelancer perlu DD yang lebih besar. Kalau untuk karyawan besaran dana daruratnya tergantung status atau kondisi keluarga (berapa banyak anak yang dimiliki), freelancer disarankan punya dana darurat sebesar minimum 12 kali biaya hidup bulanan. Tenang saja, seperti masukan dari perencana keuangan saya, DD bisa dicicil, kok. Waktu itu kami disarankan mencicil selama 3 tahun.
Miliki asuransi kesehatan. Untuk membiayai pengobatan atau penyembuhan kadang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, jangan sampai pos-pos tabungan dan investasi terganggu atau bahkan sampai berutang karena kita tidak menyiapkan diri dengan asuransi kesehatan. Satu hal yang juga penting, menjaga kesehatan harus menjadi concern utama seorang freelancer. Kesehatan merupakan 'senjata' penting bagi freelancer untuk bisa berkarya.
Mengatur pengeluaran juga krusial dalam pengelolaan keuangan freelancer. Pendapatan seorang freelancer seperti kita ketahui tidak pasti. Tapi, saat pendapatan sedang turun, biaya hidup atau pengeluaran tidak akan ikut turun. Harus diingat bahwa besar pengeluaran jangan mengikuti besarnya pendapatan. Karenanya, kita harus mengatur agar tahu jumlah pengeluaran yang pasti. Pengeluaran sendiri bisa dibedakan menjadi beberapa jenis:
Fixed expenses (pengeluaran tetap) - pengeluaran yang jumlahnya sama setiap bulan, antara lain cicilan utang, premi asuransi, uang sekolah anak, biaya daycare, dan biaya utilitas rumah tangga.
Discretionary spending (pengeluaran yang tidak pasti) - Meliputi pengeluaran yang jumlahnya berubah setiap bulannya. Namun, tidak semua pengeluaran dalam kategori ini sifatnya tidak penting, contoh jenis pengeluaran ini adalah groceries, belanja pribadi seperti untuk hobi, hiburan dan travel, pengeluaran sosial, serta tabungan dan investasi. Dengan membedakan, kita jadi tahu derajat kepentingan dan prioritas dari pengeluaran yang kita buat. Karena sifat pendapatan freelancer yang tidak tetap, maka kita perlu mengutamakan pengeluaran yang pasti dulu. Lagi-lagi bicara soal antisipasi, gaya hidup juga harus mengantisipasi saat pendapatan sedang turun. Salah satu caranya dengan membatasi jumlah pengeluaran yang tidak pasti atau discretionary spending tadi.
Banyak perencana keuangan yang menyarankan agar freelancer tahu besaran penghasilan rata-rata per bulan dari penghasilan total setahun dibagi 12. Nantinya, besaran ini yang dijadikan patokan dalam membuat rencana keuangan. Kita jadi punya 'pagar' dalam membuat pengeluaran, apabila income yang kita dapat pada suatu waktu lebih besar dari rata-rata per bulan, sebaiknya kita menyisihkan kelebihan dana itu untuk membiayai sewaktu-waktu penghasilan kita malah lebih rendah dari penghasilan rata-rata.
Another important note is that freelancers have to be wise in managing debts. Sebaiknya berutang untuk hal-hal yang produktif - yang nilainya akan naik seiring waktu. Besaran utang juga perlu diperhatikan, tidak boleh lebih dari 30-35% penghasilan rata-rata.
Freelancer perlu tetap rutin berinvestasi. Berhubung tidak mendapat fasilitas seperti dana pensiun atau dana kesehatan setelah pensiun, kita tetap perlu berinvestasi setidaknya untuk tujuan keuangan ini. Di luar itu, juga ada banyak rencana keuangan yang bisa dicapai lewat berinvestasi, seperti dana pendidikan anak, dana liburan, bahkan investasi juga bisa menjadi jalan untuk mengumpulkan dana yang sifatnya tersier, seperti belanja hari raya atau belanja saat gebyar sale akhir tahun. Usahakan jatah untuk investasi disisihkan saat mendapat penghasilan, alih-alih menunggu ada sisa penghasilan untuk berinvestasi. Laiknya mengantisipasi biaya hidup, hal yang sama dapat kita terapkan untuk menjaga alur investasi kita tetap rutin. Misalnya saat penghasilan kita turun, sebaiknya mencatatnya agar bisa menyisihkan dana investasi 2 kali lebih besar di bulan berikutnya atau saat penghasilan sudah lebih tinggi.
Semoga artikel ini bisa berguna bagi Mommies sesama freelancer atau sedang mempertimbangkan menjadi freelancer. Mungkin ada yang ingin berbagi kiat-kiatnya dalam mengelola keuangan sebagai freelancer? Please share your thought below.