Menghadapi Remaja: Kencani Mereka!

Parenting & Kids

Mommies Daily・24 Nov 2014

detail-thumb

Frustrated Mother and Daughter

Sebelumnya saya sudah cerita tentang Bapak Ibu saya yang kurang komunikatif dan nggak ekspresif menunjukkan rasa sayang sama anak. Sikap yang kemudian membuat saya merasa sendirian sampai 'butuh' orang lain.

Ada masa saya menganggap ibu teman-teman saya lebih asyik. Bahkan bisa jadi tempat curcol. Nggak seperti ibu saya yang belum-belum akan menceramahi saya atau menjudge teman saya ini itu. Saya jadi irit bicara, membatasi cerita yang aman-aman saja dan menyimpan sisanya. Saya juga jadi banyak nongkrong di rumah teman, padahal di sana juga nggak ngapa-ngapain. Paling baca buku atau main Barbie atau cerita-cerita.

Di rumah juga lebih banyak di kamar dan baca buku. Segala buku dari buku cerita novel remaja, komik, sampe buku pintar Iwan Gayo, pun, habis saya lahap...hahaha. Relasi dengan keluarga? Bahkan saat saya sempat patah hati dan dengan sengaja men-jeblok-kan nilai rapor SMA yang dari SD nggak pernah lepas dari 5 besar, saya nggak dapat perhatian yang saya harapkan. Enak, sih, nggak dimarahi (karena pacarannya, pun, backstreet). Tapi nggak ditanya juga kenapanya atau trying to help to make me feel better :(. Mereka mungkin bisa menebak dan dalam hati paham. Tapi saya...jadi merasa sendiri.

Karena saya suka baca apapun, saya seperti jadi punya banyak potongan puzzle di kepala saya, siap dirangkai. Saat TK saya sudah baca koran dan bertanya pada Bapak saya apa arti pemerkosaan sampai Bapak saya bingung menjelaskan. Kelas 5 saya sudah bisa menebak kejahatan seperti apa pemerkosaan itu. Ini dengan kualitas berita dan bahasa koran tahun 1989, ya, pastinya nggak sevulgar sekarang.

Setelah masa patah hati itu tiba-tiba saya punya kumpulan baru, kenalan teman. Anak-anak cowok seumuran saya, bukan tipe rumahan dan sekolahan. Mereka akrab dengan merokok, obat-obatan, minum minuman keras, dan hobi dugem. Dari situ saya kenal diskotik, walau perginya minggu siang-siang bolong..haha, tapi setidaknya saya tahu seperti apa di dalamnya.

Dari mereka juga saya diwanti-wanti jangan tinggalkan minuman tanpa pengawasan di diskotik. Habiskan atau awasi terus supaya nggak kecolongan dicemplungi rape drug. Kami sekelompok juga saling mengawasi gelas teman. O, ya, saya cuma pesan coca cola waktu itu. Iya, itu sekitar tahun 1995-96 memang sudah ada rape drug. Saya sampai diajari ke nama, bentuk, strip pilnya, sampai ke efeknya. Kata siapa rape drug baru ada belakangan?

Selanjutnya: Apa saya jadi ketagihan ke diskotik?

Tapi tentu saja, kepergian saya ke diskotik itu adalah pertama dan terakhir kali. Nggak betah! Penuh dan pengap dengan asap rokok sampai nempel baunya di rambut dan baju dalam saya yang langsung saya rendam begitu sampai rumah. Kapok nggak ke diskotik lagi sampai hari ini.

Saya dan rokok memang agak bermusuhan. Ya, sampai detik ini saya juga belum pernah merokok. Ada masa saya penasaran tapi nggak tahu mau coba punya siapa. Pas pengin coba, pas nggak ada, pas ada, kok, pas nggak pengin. Begitu terus sampai akhirnya nggak kepengin lagi sama sekali.

Lalu masalah kenakalan pacaran? Jangan tanya apa yang saya coba lakukan waktu pacaran, tapi saya berani jamin saya perawan saat menikah. Haha. Iya, selain dari kecil sudah tahu apa itu pemerkosaan, saya juga tahu yang lain. I know how to masturbate, and orgasm, since I was four. Di rumah ada buku sastra lama yang cukup vulgar, bahkan buku porno berbahasa Inggris yang kelak saya tahu itu termasuk hardcoreStill it doesn't make me so much into porn seperti yang ditakutkan para orangtua sekarang. I'm no porn addict.

teen&momSaya bukan menyepelekan, tapi come on, among you parents, berapa orang yang nggak kenal, nggak baca atau nonton porno saat remaja? Lalu sekarang jadi apa kalian? Baik-baik saja? Kenapa baik-baik sementara di luar sana banyak yang berakhir jadi predator?

Karena saya percaya yang baik-baik ini dibesarkan oleh orangtua yang baik juga. Orangtua yang nggak putus mendoakan anaknya. Yang cukup punya perhatian pada anak-anak dan membuat banyak hal lain menarik ketimbang pornografi dan sebangsanya. Yang cukup bisa 'memegang' anak supaya nggak lepas di jalanan. Yang bisa membuat rumah tetap jadi tempat pulang yang paling nyaman.

Lebih baik lagi kalau sekarang kita juga bisa jadi seperti itu, ditambah pelukan dan obrolan setiap hari. Tentang apapun. Sekolah, impian, harapan. Apalagi bonus kencan makan-makan di tempat favorit, hanya bertiga: ayah, ibu dan anak.

Yuk, dicoba?