banner-detik
DAD'S CORNER

Behind a Sane Mom There's a Superdad

author

kirana2127 Oct 2014

Behind a Sane Mom There's a Superdad

Salah satu perjanjian yang kami buat sebelum menikah adalah bahwa kelak kami akan berbagi pekerjaan rumah tanpa ada alasan gender. Yah, kecuali alasan saya melempar urusan setrika sama si Ayah karena memang dia yang lebih pinter nyetrika ...haha *alasan*. Tapi untuk urusan anak, tidak ada yang tidak bisa dibagi kecuali hamil dan menyusui.

Sejak kelahiran Darris, ini sudah dipraktikkan. Mulai dari belajar menggendong sejak hari pertama, mengganti popok, sampai genap seminggu si Ayah sudah bisa mengganti baju si newborn. Bahkan ada masanya Ayah ikut nggak tidur semalaman menggendong si bayi saat rewel. Walau saat itu kondisi keluarga masih LDR (long distance relationship), Ayah kerja di Semarang dan kami masih di Surabaya baru bisa ketemu 2-3 minggu sekali, tapi setiap pulang saya pasti lepas tangan biar urusan bayi di-handle bapaknya. Harusnya mamak-mamak nggak boleh bawel, ya, kalau ayahnya punya cara sendiri menangani anak. Tapi, ya, beberapa kali saya kelepasan juga "Bukan gitu caranya, gini, lho!", untungnya bapak yang di sini nggak gampang pundung ...hahaha.

Efeknya terasa dalam jangka panjang. Selama 2.5 tahun LDR, dan sampai hari ini, pun, saya nggak pernah merasakan salah satu anak sampai mogok nggak mau dipegang/sama ayahnya. It helps much saat saya perlu melakukan sesuatu atau bahkan pergi keluar rumah meninggalkan anak, ayahnya selalu punya cara supaya  anak terhibur, dan bahkan kalau semua cara sudah habis dan bosan, anak akan diajak tidur ..haha. Memang di banyak kasus hasilnya si Ayah merem dan anaknya 'lepas kandang' lagi. Tapi lumayan, lah, itu daripada yang sering saya dengar si anak sama sekali nggak mau dipegang bapaknya sampai ibunya nggak bisa ngapa-ngapain, even just for a trip to the toilet

dad_baby_sleep

Memang ada, sih, masanya anak separation anxiety. Tapi di kami separation itu sifatnya mama-ayah sebagai satu kesatuan. Jadi saat saya betul-betul perlu nggak pegang anak, ya, masih bisa dioper ke ayahnya, dan sebaliknya. Kecuali saat anak sudah ngantuk banget dan perlu menyusu untuk tidur, nah, itu memang harus mamaknya yang pegang. Cuma tetep, sih, kalau anak-anak ditawari menginap di rumah saudara tanpa mama-ayah, biasanya nggak pernah mau. 

Nggak pernah ada kata terlambat, lho, untuk para ayah mulai belajar bonding kalau memang belum, seperti cerita salah satu bapak di sini. Apalagi sebetulnya makin besar anak makin banyak kegiatan asyik yang bisa dilakukan bersama, bahkan sama anak-anak perempuannya. Nggak akan ada ruginya, bahkan banyak untungnya, apalagi bagi kesehatan mental ibu, terutama ibu-ibu di rumah yang me-timenya lebih sedikit dan terbatas ketimbang ibu-ibu bekerja. Ingat, ya, happy mommy = happy kids = happy family, dimulai dengan rutin memberi time-out pada si ibu.

What did Superdad do?

Saya sendiri terus terang baru belakangan bisa dapat me-time yang berkualitas. Waktu di Semarang, saya nggak tahu harus me-time apa atau ke mana yang seru. Bahkan saat Amel bisa mengunjungi 19 tempat wisata dalam 1.5 tahun, saya nggak ke mana-mana selama empat tahun *keluh*. Itulah efeknya tidak ada pembantu, mengurus 3 anak balita (dan kemudian plus hamil lagi haha), dan rumah di atas bukit. Belum berwisata rasanya sudah capek membayangkan nanti pulangnya kudu berurusan dengan setumpuk baju kotor dan beberes rumah, s-e-n-d-i-r-i.

Sekarang saya lebih banyak kesempatan me-time, yang sebagian nggak bisa terjadi kalau Ayah nggak sanggup ditinggal bersama anak-anak. Bisa mengawal kelas anak-anak saat outing sekolah, kadang kebagian liputan event weekend, atau yang baru saja ini, kesempatan facial di Menard. Rugi, kan, kalau nggak diambil hanya karena nggak bisa meninggalkan the buntuts?

d1234-1Ini yang mereka lakukan saat menunggu saya antri facial :D. Maaf gambarnya agak blur, susah memotret 4 anak dengan benar -_-.

Apa saja yang dilakukan Ayah untuk meng-entertain empat anak berusia 9-2.5 tahun selama menunggu mamanya antre facial? 

  • Pertama tentu makan. Nggak perlu repot cukup fast food biasa saja. Walau nggak terlalu sehat, tapi fast food lebih mudah diterima anak-anak tanpa ribut nggak doyan. Makanan sehat nanti sajalah saat sama Mama :D.
  • Window shopping di toko mainan. Ayah sudah hafal anak-anak bisa sibuk selama beberapa waktu di tempat seperti ini.
  • Ke tempat permainan ketangkasan. Di sini PR-nya memilih wahana yang bisa dimainkan sesuai umur keempatnya, walau biasanya D4 lebih banyak mogok :D.
  • 'Menyumpal' camilan. Anak-anak ini kalau pergi nggak peduli dari rumah sudah makan kenyang, sampai tujuan pasti lapar lagi *garukgarukkepala*.
  • iPad atau gadget lain. Dalam keadaan genting, gadget ini biasanya mempan. Tapi tricky kalau mengasuh banyak anak, karena ada kemungkinan berebut.
  • Kalau di rumah malah gampang. Lebih banyak mainan dan pengalih perhatian, dan tentunya lebih gampang mengawasinya.

    Beruntung, ya, punya Superdad di rumah? Semua bisa, kok, punya (dan jadi) Superdad. Kuncinya cuma dua, Mommies beri kesempatan si Ayah untuk bonding dengan anak melalui caranya sendiri, dan untuk para Ayah, jangan gengsi mengurus anak dari kecil termasuk mengganti popok dan menidurkan bayi. Kagok itu biasa. Kalau cara Mama terasa rikuh, cari cara yang lebih nyaman untuk Ayah. Nggak ada cara yang salah, kok, selama popok nggak terbalik dan anak bisa tertidur nyenyak ..hahaha.

    Yuk, mulai dari sekarang belajar bonding sama anak biar jadi Superdad. Jangan tunggu sampai anaknya empat seperti saya, lho! :D

    PAGES:

    Share Article

    author

    kirana21

    FD/MD resident


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan