banner-detik
BEHAVIOR & DEVELOPMENT

9 Creepiest Things My Kids Have Ever Said

author

ameeel09 Oct 2014

9 Creepiest Things My Kids Have Ever Said

Beberapa waktu lalu, Lita pernah share link di Facebook tentang hal-hal menyeramkan yang pernah dikatakan seorang anak pada pengasuhnya. Pas baca, alih-alih merasa seram, saya justru senang karena seperti mendapat teman senasib, hahaha.

Sejak dulu, Rakata-Ranaka memang sering melihat 'hal-hal' yang tidak saya lihat. Sejak dulu, Rakata-Ranaka memang sering melihat 'hal-hal' yang tidak saya lihat.

Beberapa cerita di bawah ini baru secuil di antaranya :D

1. Saat usia Rakata 21 bulan, kami ke Ujung Kulon dan menginap di resort CB. Tidak lama setelah check in dan masuk kamar, Rakata asyik bermain di pojokan, bolak-balik ke depan-belakang rak TV. Saya pun bertanya, "Kamu lagi ngapain?"

Rakata menjawab, "Petak umpet. Ada harimau," sambil tertawa-tawa mengejar 'sesuatu'. Jangankan harimau, kucing pun tidak ada di area penginapan.

2. Saat keluarga adik saya main ke Semarang, kami mengajak mereka keliling area Kota Lama (semacam Kota Tua di Jakarta) di malam hari. Adik saya cerita, di satu jalan sepi, Rakata sempat bertanya kepadanya, "Paman, itu kenapa ada orang yang mukanya hancur?"

3. Sahabat saya baru pindah ke perumahan PE di daerah Cipayung, Jakarta. Saya mengajak Rakata-Ranaka ke rumahnya sejak siang. Sorenya, kami keluar sebentar untuk main di playground. Begitu kembali ke rumah dan sahabat saya membuka pintu depan, Rakata yang berdiri di teras langsung melihat ke arah kamar sambil bilang, "Fiuuuh... Udah nggak ada 'badutnya'."

Definisi badut di mata Rakata: muka putih dan mulut lebar berwarna merah.

4. Saat masih tinggal di Semarang, menjelang tengah malam, saya yang lagi di kamar mandi dikejutkan oleh Rakata yang terbangun dari tidurnya dan sudah menyusul saya ke depan kamar mandi. Rakata mengadu ada putih-putih tinggi besar di kamar tidur kami yang terbang ke atas menembus atap.

5. Di hari ke-2 menginap di hotel RA di Yogyakarta, Rakata sudah hapa letak kamar kami. Setelah pintu lift terbuka, dia langsung melesat. Berhubung posisi kamar cukup jauh dan sambil menggendong Ranaka, saya agak lama sampai. Dari ujung lorong yang temaram, saya mendengar Rakata—yang sudah di depan pintu kamar— bicara beberapa kalimat. Begitu sudah dekat, saya tanya, "Kamu tadi ngomong apa? Maaf Ibu nggak dengar."

Rakata menoleh ke saya, "Eh, Ibu. Tadi ada anak kecil. Raka ngomong sama dia, bukan sama Ibu." Padahal, saat itu hanya ada kami bertiga di lorong.

Sudah berapa? Oh baru 5, ya. Baca 4 cerita Rakata dan Ranaka yang lain di halaman berikutnya, ya!

imaginary_friends*Gambar dari sini

6. Belum lama pindah ke Palembang, saya mendengar Ranaka asyik ngoceh di dapur rumah. Saya tanya, "Hoi, kamu ngobrol sama siapa?"

Ranaka menjawab, "Sama Bapak."

Saya kaget, "Loh, ini Bapak, kan, lagi ngecat kamar sama Ibu dan Raka?"

Ranaka melihat ke kamar, lalu melihat ke 'sosok' yang diajak ngobrol, lalu cuma bilang, "Oopsie," sambil tersenyum malu-malu.

7. Suatu pagi, Ranaka baru bangun jam 08.30. Dengan muka mengantuk, dia melihat keluar kamar dan bertanya, "Ibu, itu Bapak lagi ngapain?"

Padahal, suami saya sudah berangkat ngantor sejam sebelumnya.

8. Untuk menghindari macet di Simpang Patal Pusri yang sedang ada pembangunan underpass pertama di Palembang, suami mengambil rute pintas lewat jalanan sepi yang kanan-kirinya masih banyak tanah kosong dengan ilalang tinggi. Saat itu pukul 21.30, dan hanya mobil kami yang melintas.

Tiba-tiba Rakata yang duduk di kursi belakang bertanya, "Itu apa yang tadi lewat di depan mobil?"

Karena saya yang duduk di depan tidak merasa melihat apapun, saya balik bertanya, "Memang kamu lihat apa?"

Rakata jawab, "Itu tadi putih-putih, yang lompat-lompat. Ada ekornya. Itu apa, sih?"

9. Tidak seperti biasanya, dua minggu lalu Rakata minta ditemani saat mau membuang kotak susu di tempat sampah di dapur. Dia juga bilang tidak berani ke meja makan sendirian. Pas saya tanya penyebabnya, dia bilang ada penyihir menatapnya.

Definisi penyihir di mata Rakata: muka penyok dan terbang melayang.

Biasanya, sih, kalau sudah ketemu situasi seperti di atas, reaksi saya hanya seputar:

"Di mana lihatnya? Maaf, ya, Ibu tadi nggak lihat."

"Masih ada, nggak?"

"Ganggu kamu, nggak?"

Soalnya, nih, kata sahabat saya yang psikolog, menyepelekan cerita anak dengan kalimat-kalimat semacam, "Ah, nggak ada apa-apa, kok," atau, "Kamu, tuh, kebanyakan ngayal," bisa membuat anak merasa tidak dimengerti dan tidak dipercaya, sehingga di kemudian hari anak bisa saja jadi segan bersikap terbuka pada orangtuanya.

Sebenarnya, banyak juga teori menyatakan bahwa di usia-usia se-Rakata-Ranaka gini memang lagi masanya punya teman khayalan. Kalau menurut Mommies, yang diceritakan Rakata-Ranaka itu teman khayalan atau ...

Errr... atau apa, ya? :D

Berhubung kadar keberanian saya agak labil, kadang cuek kadang cemen, saya sendiri jarang 'menginterogerasi' Rakata-Ranaka lebih detail tentang apa yang mereka lihat. Takut tidak siap mendengarnya, hahaha.

 

PAGES:

Share Article

author

ameeel

http://ameeeeel.wordpress.com


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan