Saya dari dulu adalah orang yang “people pleaser”, tidak bisa menolak permintaan orang lain, karena saya merasa tidak enak untuk menolak permintaan teman-teman saya. Dulu, waktu masih SD dan SMP, tingkat people pleaser saya tinggi. Saya dimintain uang atau jajanin teman pasti mau, disuruh ngapain aja pasti mau. Mulai dari SMA sampai kuliah, tingkat people pleaser saya sudah mulai berkurang, walaupun masih hard to say no sih. Kalau saya lagi malas pergi, tetapi teman-teman saya mengajak main atau pergi, saya akan susah untuk bilang nggak. Rugi? Ya. Timbul perasaan nggak nyaman? Ya. Suka nyesel? Ya.
People pleaser memang akan disukai orang banyak, ya dimintai tolong dan disuruh apa-apa mau, teman mana yang nggak senang. Namun, buat apa kita selalu membuat orang lain senang tapi kitanya menderita? Paling enak ya kalau kita bisa menyenangkan orang lain dengan cara yang juga nyaman buat kita dan kitanya akan ikut merasa senang, alias win-win solution. Percaya deh, jadi people pleaser itu nggak enak, saya aja ingin sekali menghilangkan kebiasaan saya yang satu ini.
Apakah anak Mommies juga ada yang merupakan seorang people pleaser?
Menurut psikolog Sherry Pagoto, ada 2 alasan mengapa seseorang dapat menjadi people pleaser. Pertama, takut menerima penolakan. Seseorang akan berpikir “Kalau aku tidak dapat menyenangkan orang lain, mereka akan meninggalkan aku dan tidak sayang sama aku lagi.” Takut akan penolakan ini dapat bermula dari adanya cinta yang bersyarat atau adanya penolakan/pengabaian dari orang yang paling penting dari hidupnya (misal orangtuanya jarang ada).
Kedua, takut akan kegagalan. Seseorang akan berpikir “Apabila aku melakukan kesalahan, aku akan mengecewakan orang lain atau aku akan diberikan hukuman.” Takut akan kegagalan dapat bermula dari adanya pengalaman mendapatkan hukuman berat bahkan untuk kesalahan kecil sedikitpun. Anak yang memiliki orangtua yang sering mengkritik akan menjadi people pleaser karena ia akan memiliki kecemasan setiap kali akan melakukan tugas, sehingga untuk menghilangkan kecemasannya tersebut ia akan melakukan semaksimal mungkin untuk mengerjakan segala hal dengan benar, menyelesaikan pekerjaannya, dan memastikan bahwa semua orang senang.
Tenang saja Mommies, ada beberapa kiat untuk mengajarkan anak dapat mengatakan tidak:
“Saying yes to happiness means learning to say no to things and people that stress you out.”- Thema Davis