*Gambar dari sini
Nggak ada yang lebih menyeramkan bagi ibu-ibu (mungkin terutama yang juga sambil bekerja di luar rumah) selain mendengar kalimat: Bu, saya mau ngomong, dari asisten rumah tangga atau baby sitter. Ibarat jaman pacaran dulu, pasti ada sesuatu yang gawat dan biasanya adalah minta berhenti kerja.
Dua minggu lalu, saya baru mengalami ini. Si Mbak Rini yang bekerja di rumah kami hampir 2 tahun minta berhenti karena ingin berangkat jadi TKI ke luar negeri. Mbak Rini adalah pengasuh anak saya yang kecil (22 bulan) dan tidak ada pengasuh lain di rumah saya, karena anak saya yang pertama (6 tahun) sudah tidak didampingi lagi oleh pengasuh. Selain Mbak Rini, di rumah kami ada 1 ART yang membantu beberes rumah dan masak tapi tidak menginap.
Mbak Rini adalah pengalaman ke-dua saya berhubungan dengan pengasuh. Sebelumnya ada Mbak Sari, pengasuh anak saya yang pertama. Dia dulu mengundurkan diri karena menolak menggunakan cup feeder untuk memberi ASI perah pada anak saya yang ke dua, lebih memilih botol seperti saat memberi ASI perah pada anak yang pertama. Dia minta keluar karena ini.
Pas ke-dua pengasuh ini mengundurkan diri, kalimat pertama saya adalah mempersilakan. Terlepas dari kerepotan yang akan terjadi setelah itu, entah kenapa saya nggak pernah menahan orang yang memang ingin berhenti bekerja. Entah ego, entah survival mode, atau keburu males untuk nahan mereka.
Apalagi suami saya, selalu motonya soal pengasuh atau ART adalah: we can do it without them. Tapi lalu kemudian saya memandang rentetan email, meeting dan jadwal antar jemput sekolah anak yang gede (kami nggak ada supir), pusing lah saya. Haha.
Tapi memang "liberating", sih, pas bilang: OK, silakan kalau kamu mau keluar, saya nggak akan nahan kamu, nanti pelan-pelan saya cari gantinya kamu.
Hahaha. *brb nangis di bawah shower*
Selanjutnya: Bagaimana mengatasi kepulangan ART ini?
Pas saya membawa kabar ini ke suami, tentunya dia tenang-tenang aja, karena moto yang saya sebut di atas tadi dan karena mungkin dia lebih dewasa dari saya :p, mind set-nya dia adalah memang nggak akan pernah bisa bergantung pada siapa pun, dalam hal apa pun. Jadi kalem selalu ketika hal-hal kayak gini terjadi. It's going to happen anytime anyway.
Saya belajar banyak sih dari suami. Intinya, the show must go on. Biasanya yang saya kabarin duluan adalah kantor, cerita situasinya, kemungkinan perubahan yang akan terjadi dan apa yang akan saya lakukan terhadap pekerjaan. Ini dulu biar nggak mengganjal. So far kantor saya mensupport saya untuk mendahulukan kebutuhan keluarga, dan memang kebetulan tipe pekerjaan saya bisa dikerjakan di rumah.
Setelah itu, mengatur strategi antar-jemput (toh yang ini memang nggak bisa dinego seperti kerjaan kantor :p) dan gimana handle 2 anak dengan situasi seperti ini. Terutama kehebohan di pagi hari. Suami sangat hands-on. Anak kami yang besar juga sudah lumayan mandiri. Anak yang kecil karena masih toddler, butuh perhatian besar, tapi sudah bisa disambi mengerjakan ini-itu. Saya banyak tidur larut malam, karena pekerjaan baru bisa diselesaikan dengan leluasa setelah anak-anak tidur. Ya akhirnya seperti mantra dari ibu saya: kalau kepepet nggak ada yang nggak bisa. :p
Sejujurnya dalam masa pergantian pengasuh atau ART, saya bisa dibilang beruntung, karena selama ini selalu langsung dapat gantinya dan masa penyesuaiannya tidak lama. Pas Sari keluar dulu, Rini masuk sebulan setelahnya dan problem penggunaan cup feeder untuk minum ASI perah terselesaikan (yes, karena nggak ada opsi botol, cup feeder berhasil). Pas yang terakhir ini, Rini malahan yang sudah menyiapkan gantinya dan dia sendiri yang menjemput penggantinya, mentraining dulu beberapa hari, baru dia pergi. Alhamdulillah :)
Ada beberapa pertimbangan menarik dari 24hourparenting.com untuk seleksi pengasuh dan juga gimana kita bisa memaksimalkan keberadaan pengasuh anak kita. Saat pengasuh dan ART baru masuk, salah satu trik yang buat saya paling berguna adalah: membuat jadwal dan job desc untuk seharian dilengkapi dengan catatan penting lalu diprint dan meminta para mbak ini untuk membaca lalu setelah tanya-jawab.
Walau lancar tentunya yang paling challenging dari hal-hal seperti ini adalah untuk tetap tenang. Tenang yang bantu saya untuk bisa atur-atur situasi tetap terkendali. Tenang itu dulu kok nggak diajarin di sekolah ya? Skill ini paling berguna pas kita jadi ibu, ya kan? :)
Yulia Indriati adalah content manager di 24hourparenting.com. 24hourparenting.com adalah adalah situs parenting yang memuat how-to-parenting, singkat dan to the point, juga membahas tentang menjadi orangtua, dan ide kegiatan ortu-anak. Dilengkapi visual yang semoga asik. Diasuh oleh psikolog dan orangtua.