Motherhood Monday: Silly, “Saya Bukan Superwoman”

Self

adiesty・22 Sep 2014

detail-thumb

Nama lengkap perempuan ini Valencia Mieke Rhanda, tapi lebih dikenal dengan panggilan  Just Silly, persis seperti akun Twitter-nya @Justsilly. Buat Mommies yang aktif di sosial media, saya yakin banget kalau sudah kenal dengan sosok ibu dari Aurelia, Andre dan Hirosi ini.

Saya sendiri sudah cukup lama mengenal Mbak Silly lewat sosial media twitter. Pertama kali membaca dan mengikuti berbagai 'kicauannya' saya langsung tau kalau perempuan ini sangat menginspirasi. Di mata saya, perempuan ini hatinya sangat luas. Gimana nggak, setiap hari, pasti ada saja yang ia kerjakan untuk menolong orang tanpa memandang status.

Hingga pada akhirnya saya diberikan kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat karena kami sama-sama pergi ke Nias dalam dalam rangka kegiatan sosial #HandinHand beberapa waktu lalu. Di sana, saya tambah yakin kalau Mbak Silly ini perempuan yang spesial.

Setiap kali ngobrol denganya, pasti ada saja ilmu yang bisa saya serap. Beberapa waktu yang lalu saya sempat menghubungi Mbak Silly lagi, dan akhirnya kami bertemu di Rumah Harapan di bilangan Tebet Timur Dalam.  Rumah singgah ini sengaja didirikan Mbak Silly untuk anak-anak sakit terutama anak-anak Leukemia, yang datang dari daerah, dan belum dapat ditampung di RS karena kapasitas RS yang terbatas.

Rumah Harapan ini sendiri sebenarnya merupakan salah satu mimpi Mbak Silly. Ya, waktu kami ngobrol, Mbak Silly sempat bilang kalau salah satu impiannya adalah membuat Rumah Sakit untuk anak-anak yang tidak mampu. Seperti yang sudah Mbak Silly tulis dalam blog pribadinya, ia selalu berdoa untuk diberikan kelapangan rezeki untuk membantu sesama.

“Tuhan, jika diberi keleluasan rejeki, saya pengen bikin rumah untuk menampung mereka, rumah di mana mereka bisa beristirahat dengan nyaman untuk sementara, tanpa pusing mikirin duit dari mana untuk makan dan bayar biaya penginapan lagi. Biarkan mereka menjaga dan merawat anak mereka dengan nyaman, sampai mereka mendapat tempat di RS”.

Aaaah.... tanpa sadar, air mata saya pun langsung meleleh ketika Mbak Silly menceritakan betapa banyaknya anak-anak di luar sana yang kurang beruntung yang memang butuh kita untuk bantu. Waktu itu Mbak Silly bilang, "Kalau mereka bisa memilih, mereka tentu juga nggak mau lahir dari keluarga yang nggak mampu. Lahir dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka nggak pernah bisa menjerit, kalaupun menjerit pasti hanya dalam diam. Kalau memang saya bisa membaca itu, pasti karena Tuhan yang mau aku berangkat menolong mereka.”

Perbincangan kami pun semakin berlanjut, Mbak Silly menceritakan banyak hal yang saya yakin mampu menginspirasi kita semua.

Ceritain dong, Mbak, awal mula Mbak melahirkan gerakan sosial?

Jadi tahun 2009 itu mendirikan Blood for life, tapi waktu itu memang belum besar dan aktif. Lalu, tahun 2010 aku kerja. Aku ini tipe orang yang menajalankan hidup secara maksimal, ketika jadi ibu rumah tangga harus dikerjakan dengan maksimal, ketika sudah bekerja juga begitu.

Pada saat itu aku kerja yang dikejar itu karir dan karir, uang dan uang terus. Aku lupa kalau sudah membuat gerakan sosial. Apalagi bekerja di perusaahn logistik sesuatu hal yang baru. Dulunya kan saya di Astra bagian sales hingga sampai akhirnya jadi Manager. Bekerja di perusahaan logistik yang benar-benar baru, membuat saya banyak belajar. Yang ada hampir separuh waktu saya habiskan untuk bekerja dan belajar lagi, sampai lupa sama anak-anak dan hal lainnya.

Sampai suatu ketika ada orang yang telepon saya. Kerena nomornya nggak saya kenal dan saya sedang meeting, jadi saya diamkan saja. Eh ternyata orangnya keukeuh sampai akhirnya SMS, bilang kalau ibunya butuh darah. Setelah saya baca SMS-nya, saya mikir, “Ah ini kan bukan kerjaan saya lagi, sekarang saya harus konsentrasi di pekerjaan dulu,  jadi kegiatan sosial bukan fokus saya lagi”.

Setelah meeting dengan regional selesai, saya pulang. Tapi kok rasanyanya nggak enak ya? Daripada nggak bisa tidur, akhirnya saya telepon dan tanya, “Pak bagaimana sudah dapat donor belum untuk ibunya?”. Dia balas, “Ah telat, Ibu saya sudah mati”. Aduh.... itu rasanya, hati saya seperti ditikam. Saya merasa sudah jadi robot yang nggak punya perasaan. Di otak hanya memikirkan uang saja. Rasanya tuh tertekan banget, dan terus kepikiran.

Hingga dua bulan kemudian ibu saya anfal, muntah darah, nggak ada kesempatan buat saya untuk cari darah. Dan akhirnya beliau meninggal. Separuh hidup saya pun rasanya pergi bersama beliau. Mungkin kedengarannya lebay, tapi memang begitu. Saya sangat sayang dan dekat dengan ibu. Bahkan waktu saya ibu saya dikubur, rasanya saya ingin masuk bersama beliau.

Saat itu jugalah saya baru mulai menyadari, apapun yang kita cintai di dunia ini adalah titipan. Semua kalau sudah waktunya diambil, ya akan diambil. Harta, anak, apapun yang kita punya. Yang dibawa pulang cuma amal perbuatan yang baik. Lalu aku mikir, aku sudah siap belum sih kalau memang harus dipanggil Tuhan?

Saat Ibu meninggal, banyak sekali orang-orang yang bercerita soal kebaikan ibu. Dulu ibuku nggak sebaik itu, tapi setelah beliau divonis sakit kanker, melakukan cuci darah, beliau mulai membaktikan dirinya untuk Tuhan, menyenangkan Tuhan lewat membantu sesama.

Dari sana aku mikir, aku ingin seperti ibu, tapi nggak mau nunggu sampai tua dan sakit-sakitan dulu. Aku mau mulai dari sekarang. Sampai akhirnya aku mengajukan diri untuk resign tapi nggak diperbolehkan,  sampai dua bulan kemudian baru diizinkan.

Apa hal pertama yang dilakukan Mbak Silly setelah resign? Apa langsung lancar kegiatan sosialnya? Lihat di halaman selanjutnya ya!

Setelah biasanya sibuk saat memutuskan resign, hal apa yang pertama Mbak Mbak Silly lakukan?

Pertama keluar bingung mau ngapain, harus melakukan apa, ya? Gaji sudah nggak ada, anak-anak kondisinya juga seperti itu. Aku benar-benar mempertaruhkan segalanya. Tapi aku yakin, setiap niat baik pasti akan dibukakan jalan. Mulai saat itu aku pun netapin hati untuk melakukan kegiatan sosial, dan menjemput bola.

Waktu itu follower Blood For Life baru 132 orang, nah, sambil aktifin aku akhirnya bertemu anak kecil yang mendapatkan kekerasan seksual. Dari sana aku mulai semakin memanfaatkan sosial media untuk melakukan gerakan sosial ini. Sampai akhirnya ada pihak Google yang melihat kalau ada orang Indonesia yang menggunakan sosial media untuk gerakan sosial.

Mereka telepon, dan tanya pengalaman yang paling menyentuh, akhirnya aku cerita soal Fahmi yang kondisinya sudah sangat memburuk tapi akhirnya bisa ditolong lewat sosial media sampai akhirnya menganggap kita sebagai keluarga. Semenjak itu Blood For Life makin dikenal dan besar. Kita yang terlibat dalam Blood For Life menganggap kalau Blood For Life ini adalah UGD-nya dunia maya. Di mana siapa yang datang ke kita, pasti kondisinya urgent untuk dibantu. Makanya kita selalu jaga 24 jam dengan ganti shift.

Selain menjembatani orang yang butuh bantuan donor darah, apa saja yang dilakukan Blood For Life?

Yang kita lakukan nggak cuma jadi jembatan orang yang butuh bantuan, tapi kita berpikir semakin banyak orang yang sadar untuk mendonorkan darah maka semakin sedikit orang yang kita bantu. Prestasi buat kami dilihat dari bukan berapa banyak orang yang bisa kita tolong, tapi justru kita lihat dari berapa banyak orang yang sadar kalau donor darah itu baik dan penting untuk dilakukan. Kita melakukan edukasi di kampus-kampus, SMA atau sosial media. Menurut kita sosial media ini sangat powerfull, dunia tanpa batas. Semua bisa masuk.

Kok, kepikiran, sih, Mbak untuk membuat Blood For Life?

Saya percaya, kalau semua orang pasti punya hati nurani. Semua orang pasti rindu untuk melakukan sesuatu yang baik yang bisa menolong orang lain. Tapi banyak orang yang nggak tau bagaimana caranya dan merasa nggak punya cukup uang untuk membantu. Tapi kalau darah, semua orang punya dan itu semua dikasih gratis sama Tuhan, nggak pakai bayar. Masa darah yang sudah dikasih ke kita secara gratis, tapi kita nggak mau kasih ke orang lain sih? Itu yang kemudian membuat saya jadi semangat. Blood for life akan ada 3 nantinya, BFL action, BFL Kampus, BFL School dan semuanya ini saling integrasi.

Rumah harapan1

Hingga akhirnya Mbak mendirikan Rumah Harapan ini?

Komunitas gerakan sosial itu kan banyak sekali, ya. Tujuannya tapi tentu sama, ingin membantu sesama. Daripada bergerak sendiri-sendiri, kenapa kita nggak bergandengan tangan saja? Rumah harapan ini menjadi wadah yang jadi payung gerakan sosial semua komunitas. Semua komunitas bisa bergabung di sini karena kita juga punya berbagai program yang bisa meningkatkan seluruh kegiatan komunitas.

Apa yang Mbak pelajari setelah banyak melakukan gerakan sosial seperti sekarang ini?

Saya banyak belajar dari sini. Salah satunya aku belajar untuk melayani Tuhan. Sekarang aku memberikan hidup aku untuk melayani Tuhan, karena buat aku melayani Tuhan itu dengan mengasihi. Tuhan itu kan hadir dengan cara yang sangat sederhana, sesederhana anak-anak. Aku belajar untuk menghabiskan hidup bersama mereka.

Bagaimana dengan anak-anak, apakah kesibukan Mbak Silly kemudian membuat perhatiannya teralihkan dari anak-anaknya? Simak cerita Mbak Silly yang dianugerahi 2 anak berkebutuhan khusus di halaman selanjutnya!

Separuh waktu banyak Mbak dihabiskan untuk kegiatan sosial seperti ini, anak-anak nggak protes?

Aku juga nggak banyak menghabiskan waktu dan kehilangan waktu bersama anak-anak. Anak-anak sekolah dari pagi sampai sore, setelah anak-anak berangkat, aku baru jalan. Buat aku, untuk jadi ibu yang hebat nggak harus kita semuanya yang mengerjakan atau melakukan semuanya. Ada kalanya merasa capek, karena kita ini kan bukan superwomen. Jadi nggak ada salahnya minta tolong atau mendelegasikan pada Mbak di rumah.

Yang dibutuhkan, Ibu itu harus memberikan cinta sebanyak-banyaknya untuk anak. Buat aku tugas utama ibu, ya, itu. Memberikan pelukan, ciuman, kasih sayang, memastikan anak-anak kita kaya akan pelukan dan ciuman. Aku percaya kalau anak-anak yang kaya akan pelukan dan ciuman, mereka anak tumbuh menjadi orang yang penuh kasih, dan akan membawa aura tersebut untuk lingkungan sekitarnya. Aku mencoba membentuk karakter ini pada anak-anak.

Dulu aku pernah membuat list 100 hal yang aku ingin anak-anak aku bisa tumbuh seperti itu. Jadi anak yang baik, anak yang bisa menolong sesama, bisa ini dan bisa itu. Lama lama aku mikir, berat juga ya tugas anak gue? Balajarnya bagaimana, ya? Kemudian aku berpikir, kalau anak-anak itu belajar bukan dari apa yang kita ajarkan atau kita suruh, tapi anak-anak belajar dari apa yang orangtuanya lakukan. Jadi, kalau orangtuanya baik, anaknya juga akan seperti itu.

Seperti buah yang ditanam, dia akan tumbuh besar dan buahnya juga nggak akan cuma satu. Saya percaya, ketika kita menanamkan kebaikan, akan tumbuh banyak sekali kebaikan lainnya. Nah, saya belajar untuk menanam benih kebaikan itu dalam jiwa anak-anak saya. Harapannya, ketika mereka besar dan melihat apa yang sudah dilakukan orangtuanya, mereka akan bilang dalam hatinya, “I want to be like my mom,”.

Menurut Mbak, apakah bayangan itu sudah ada di pikiran anak-anak?

Hal itu sudah terjadi, kalau ada media yang tanya ke anak-anak, bagaimana pandangan mereka terhadap saya, mereka bilang kalau mama aku adalah pahlawan, dan aku bangga punya mama seperti mama. Orangtua itu jadi role model untuk anak-anaknya.

just sillyDalam dunia parenting sendiri, siapa role model Mbak Silly?

Umh.... Ibu saya sepertinya. Banyak sebenarnya orangtua di luar sana yang jauh lebih hebat dari saya. Tapi saya selalu belajar menjadi orangtua yang baik untuk anak-anak. Balik lagi ke yang tadi saya sudah bilang, saya bukan superwomen. Jadi nggak ada salahnya untuk mendelegasikan tugas yang memang bisa kita delegasikan pada orang lain. Nggak semua hal harus kita kerjakan sendiri.

Ada masanya, kok, kita melakukan semuanya dan anak-anak akan senang, tapi ada masanya ketika beberapa hal yang bisa kita delegasikan sehingga kita bisa memikirkan hal yang lebih global. Tugas Ibu itu kan nggak mudah, ngurus anak, ngurus suami, ngurus pekerjaan lain, ngurus Mbak di rumah supaya betah. Saya sendiri selalu menganggap Mbak di rumah itu sebagai partner. Ketika saya harus pergi, tugas ke luar kota, saya menitipkan ‘nyawa’ saya pada mereka.

Sudah merasa jadi ibu yang ideal?

Ibu yang paling ideal adalah ibu yang tau kebutuhan anak-anaknya. Soalnya banyak juga kan orangtua yang nggak ngerti apa yang dibutuhkan anaknya. Apa, sih, maunya kamu? Akhirnya jadi kesal dan stres sendiri. Padahal kalau kita kesal, anak makin kesal. Kuncinya cuma satu, cinta. Cinta membuat kita sanggup untuk berlari 100 kali lebih cepat dari orang lain. Menjadi ibu itu nggak gampang, sangat melelahkan. Apalagi buat ibu yang bekerja.

 

Selanjutnya: Masalah kebutuhan khusus, CTM dan jaim

just silly1

Saat mengetahui anak Mbak memiliki kebutuhan khusus, apa yang pertama kali Mbak lakukan?

Waktu anak yang pertama, saya nggak tau kalau anak saya itu autism, yang saya tau anak saya itu berkebutuhan khusus dibandingkan anak lainnya. Jadi awal saya berhenti bekerja juga karena saya tau kalau anak saya sering dikasih CTM sama baby sitter. Tiap saya telepon, anak saya selalu tidur. Hingga akhirnya saya pernah meminta yang  jaga untuk membeli sesuatu dulu di warung, setelah saya periksa tasnya, ternyata di dalam kamar saya menemukan puntung rokok dan CTM yang sudah di belah-belah. Dia kan baby sitter, kok seperti itu? Akhirnya saya balikin ke yayasan, tapi nggak saya tuntut karena kasihan dengan baby sitter lain yang baik. Saya cuma pesan kalau hati-hati untuk menjaga semua tenaga baby sitter yang mereka tawarkan. Sejak itu saya resign, dan anak saya mulai ikut berbagai terapi.

By the time being anak saya bisa tumbuh jadi anak yang mandiri. Pada saat saya sudah lega dan tenang di rumah, saya melihat ini anak gue yang satu kenapa, ya? Awalnya anak saya step. Dari sana saya mulai periksa ke dokter, rekam otak, tapi katanya nggak apa-apa. Tapi lama kelamaan, anak saya sudah nggak pernah manggil saya mama lagi, perkembanganya juga berkurang. Saya lihat juga anak saya ini mulai menarik diri. Untungnya saat itu sudah berhenti kerja.

Saya akhirmya mulai cari tahu soal autism. Dari buku yang saya baca, ‘Dunia di Balik Kaca’, anak itu merindukan bunyi denyut jantung ibunya seperti dalam kandungan. Makanya anak yang autis seperti anak saya, senang bunyi yang konstan seperti bunyi batu yang ia kumpulkan kemudian dilempar. Bunyinya kan pluk... pluk... pluk.. semenjak itu anak aku sering aku peluk, dan anak aku benar-benar menikmati.

Lama kelamaan aya semakin sadar kalau anak saya memang berkebutuhan khusus, terlebih setelah 5 orang ahli juga mengatakannya. Dan saya pun menerima dan mengakui kondisi tersebut. Untuk menolong anak yang berkebutuhan khusus, pertama kali yang harus dilakukan adalah orangtuanya harus bisa menerimanya lebih dulu. Jadi ketika ada anak yang memiliki kebutuhan khusus, bantu dulu orangtuanya untuk menerima kondisi anaknya. Kalau orangtuanya sudah bisa menerima, maka dia bisa berkompromi dan tau apa yang harus dilakukan untuk anaknya.

Setiap individu anak autis itu sangat unik, kebutuhan anak autis itu tidak sama, terapi anak yang satu belum tentu cocok untuk yang lain. Tapi inti dari terapi itu untuk melatih integrasi anak.

Ngomong-ngomong, Mbak Silly kan sekarang sudah banyak dikenal orang, jadi suka jaga image nggak sih, Mbak?

Hahahaa...... nggak tuh, saya apa adanya banget. Buat saya, apa yang yang ada di hati, apa yang kita ucapan apa yang terpancar di mata justru yang bisa berbicara banyak hal. Bukan dari penampilannya. Kalau pakai sepatu misalnya, aku nggak pernah beli yang mahal, nggak tega gitu untuk buat pakainya, kan tinggal diinjak-injak. Aku malah banyak beli yang 50 ribuan, ini yang aku pakai malah 25 ribuan. Kalau tas memang sekarang banyak di-endorse, baju juga, jadi nggak pernah keluar uangnya.

Kalau aku pergi-pergi, misalnya waktu kita jalan ke Nias dulu, ya penampilan aku apa adanya aja seperti itu. Setelah sering masuk televisi, lebih banyak dikenal orang, saya sama sekali nggak pernah jadi jaga image. Ya, apa adanya saja. Malah Prita, Public Relation Rumah Harapan yang suka ingetin aku untuk menjaga image sedikit. Jadi memang nggak pernah kepikiran untuk lebih jaga image, ubah penampilan, atau tata bahasa. Ya, apa adanya saja.

Lalu apa bedanya Mbak Silly sekarang dengan Mbak Silly belasan tahun yang lalu?

Bedanya adalah dulu itu aku Scorpio yang sangat keras, dan some part of me masih seperti itu. Kalau mau melakukan sesuatu aku sangat keras, tapi di sisi lain aku nggak lagi jadi perempuan yang gampang marah dan gampang banget tersinggung seperti dulu. Sekarang masih ada porsi seperti itu, tapi sudah jauh berkurang.

Ibaratnya begini, dalam tubuh seseorang ada serigala baik dan serigala jahat. Semua orang punya dua sisi ini. Lalu siapa yang menang? Tergantung dari serigala mana yang kita kasih makan, kalau kita kasih makan serigala jahat terus menerus, serigala ini tentu akan jadi besar dan semakin buas sehingga menguasai kita. Tapi kalau kita terus memberi makan serigala baik, serigala baik ini juga akan tumbuh menjadi kuat, tapi kekuatan yang baik ini akan menaungi tubuh. Aura yang nongol jadi yang baik, sementara yang jelek lama-lama akan mati karena nggak pernah dikasih makan.

----

Buat saya pribadi, sosok Mbak Silly ini menjadi salah satu contoh perempuan yang memberikan banyak inspirasi dan pantas dinominasikan dalam gerakan program 'Women of Worth' yang sedang dilangsungkan L'Oreal. Kalau Mommies punya saudara, atau kenalan yang memang banyak memberikan inspirasi, jangan lupa ikut menominasikan mereka, ya. Mumpung program ini masih berlanjut hingga akhir Oktober nanti.

Terimakasih Mbak Silly atas waktu, ilmu dan inspirasinya! Andai lebih banyak orang seperti Mbak Silly di dunia ini, ya...