Sorry, we couldn't find any article matching ''
Tenang Saat Anak Tantrum
*Gambar dari sini
Menangis, teriak ga karuan, guling-gulingan,melempar, itulah gambaran tantrum secara umum. Hampir tiap hari ada saja yang tantrum di toko kami. Ada yang hanya karena minta jajanan, minta mainan, minta alat tulis, atau sesuatu yang dijual di toko kami tapi tidak dituruti orangtuanya. Jadilah mereka menangis sekeras-kerasnya, kadang sambil 'ndlosor' (melantai), mukul-mukul pintu kaca kami, wis lah..kebayang kan hebohnya? Kadang ada ibu/bapaknya yang bisa mengendalikan, tapi kebanyakan yang lain menyerah, tidak tahan dengan tangisan anak, dan akhirnya membelikan yang anak minta.
Padahal, saya sudah sering membantu orangtua untuk membujuk si anak agar tidak jadi beli, saya bilang itu mainan Aal (anak saya) lah, makan itu batuk, di rumah masih ada mainan, ibunya tidak bawa uang, wis pokoke all out mbantu ibu-ibu itu mengatasi tantrum. Saya ingin mereka tau, saya ini tidak melulu harus laku dan untung. Saya juga seorang ibu, tau harus bagaimana bertindak ketika keadaan seperti itu. Menuruti anak bukanlah solusi!
Tapi, ending-nya, lagi-lagi si ibu menuruti anaknya. Yah, saya kaya sapi ompong, melongo, sudah mbantu ngoceh, bukannya cepat pulang itu ibu dan anaknya, malah akhirnya tetep kalah sama anak, jadilah membeli yang jadi kepengenan anak. Lain waktu, gitu lagi kejadiannya.
Begitulah sedikit cerita pengalaman sehari-hari saya, mungkin Mommies juga pernah melihat pemandangan seperti itu atau malah mengalami sendiri? Saya baru saja membuka lagi buku-buku lama saat zaman Aal kecil, salah satunya tentang tantrum ini. Mungkin sedikit saya sarikan kembali di sini, mbok menawane (apa ini bahasa indonesianya? -barangkali?- red ) ada yang membutuhkan, tapi lebih ke based on pengalaman pribadi saya ya ceritanya. Ya karena sering sekali ketemu anak tantrum di toko saya, saya jadi kepikir, apa mungkin banyak yang belum tau ya tentang tantrum ini?
Saat usia 0-2thn mungkin belum familiar dengan kejadian tantrum ini, karena anak segitu masih imut-imutnya, lucu setiap saat. Di usia 2 tahun ke atas mulailah anak bisa protes, punya keinginan, lengkap dengan senjata pemuasnya; nangis. Hehehe.
Saat ini saya juga sedang menghadapi “next challenge”, Rasyid, yang baru akan berusia 3 tahun. Sekarang sudah mulai kadang punya cara-cara lucu untuk dapat yang dia mau.
Penyebab tantrum banyak! Baca di halaman selanjutnya, ya..
Penyebab tantrum di antaranya adalah karena selalu dituruti keinginannya, sedang bad mood seperti ngantuk, lelah, lapar, dll . Kebiasaan orangtua yang selalu menuruti semua keinginan anak, akan jadi bumerang bagi orangtua sendiri. Ini bukan masalah ”Ah, bisa beliin ini” alias ada dananya ya, tapi lebih ke “Butuh atau tidak apa yang diinginkan anak”. Contoh: kemarin beli mobil-mobilan, hari ini pengin beli lagi. Butuh tidak? Tidak kan? Seorang anak yang biasa dituruti, akan sangat gampang langsung nangis, guling-guling, lempar barang atau badan (!), karena tidak dibelikan barang yang ia inginkan itu.
Lalu tantrum datang. Apa yang kita lakukan untuk menghadapinya?
Tenang, tidak panik, tidak memarahinya. Tidak bisa kita menasehati panjang lebar saat seperti itu, percuma. Lebih baik, angkat, peluk, pergi dari tempat kejadian, alihkan perhatian, sambil terus menenangkannya. Orangtua harus tegas saat seperti itu. Tidak meleleh menuruti keinginan anak. Dengan tidak menurutinya, orangtua akan terlihat konsisten, dan anak akan jadi tau bahwa orangtua tidak bisa dimanipulasi, tidak gampang dirayu dengan tangisan.
Saat kemarahan anak mereda, jangan langsung pula diikuti kemarahan orangtua, biarkan tenang dulu. Waktu untuk menasihati terbaik adalah saat anak-anak merasa nyaman. Kalau saya, seringnya habis mandi. Segar badannya, fresh pikirannya. Nah, boleh lah berbincang sedikit ke anak, kenapa tadi nangis,marah, jelaskan cara-cara yang baik untuk meminta, kenapa tadi dilarang, dan seterusnya.
Sebagai orangtua kita harus cari tau apa penyebab tantrumnya itu. Selanjutnya, belajar jadi orangtua yang tegas dan konsisten. Galak? Beda, ini tegas dan konsisten. Kalau sekali tidak ya tidak. Anak-anak kan belum tau yang mereka inginkan itu baik atau tidak, kitalah yang membimbingnya, bukan kita yang disetir anak.
Komunikasi itu kuncinya. Apa sih, maksudnya? Lihat di halaman selanjutnya!
Selalu menjelaskan kenapa tidak boleh, kenapa dilarang, akan membiasakan anak berpikir lebih luas dan negotiable. Itu yang saya rasakan bermanfaat sampai sekarang. Anak terbiasa tau kenapa dia dilarang. Hal itu akan lebih menyerap di otaknya. Selain tegas dan konsisten, Saya juga selalu menerapkan reward and punishment. Memberi hadiah saat mereka berbuat baik/patuh, dan hukuman jika mereka tidak nurut. Tapi hukuman yang saya maksud tidak terus menjadi ancaman ya, dikit-dikit diancam, wah jadi anak penakut nantinya. Nggak berani melangkah, sudah takut ancaman duluan. Hukuman di sini lebih untuk mengenalkan pada anak hubungan sebab akibat, anak jadi tau risiko. Sedangkan hadiah, tidak melulu barang, pujian juga sudah hadiah.
Pengalaman saya, saat Aal dan Rasyid ikut belanja ke toko mainan, pastilah pengin ini itu, sibuk sendiri milih-milih minta dibeliin. Nah, saya cukup tanya, "Aal sudah pinter apa minta dibeliin itu?", yang sudah-sudah sih, mereka jadi mikir sendiri, "Iya ya, pinter apa ya..", hehe. Setelah itu dia akan mundur teratur (walau kadang ya tetep aja keukeuh). Namun,biasanya saya diam-diam membeli yang ia inginkan dan menyimpannya di rumah. Saya akan berikan saat ia berbuat baik atau patuh. Tak lupa saya jelaskan, hadiah ini karena Aal sudah melakukan hal yang baik.
Oya, selain mainan, Kadang semangkuk mi instan pun sudah cukup jadi hadiah. Haha, iya, makan mi! Karena jarangnya makan mi, menjadikan mi sebagai menu yang ditunggu anak-anak.
Alhamdulillah, kami sangat bersyukur selama ini kami tidak pernah mengalami anak tantrum hebat (nangis sampe guling-gulingan, teriak, dsb). Banyak mengobrol dengan anak membuat kita tau apa keinginannya. Luangkan waktu sejenak untuk itu. Anak yang terlalu dimanja dan dilindungi bak raja hanya akan memicu tantrum saat keinginannya ditolak. So, mari kita atur ulang pola asuh kita dalam mendidik anak-anak.
Saya sangat setuju dengan sebuah buku yang judulnya Mengasuh Anak Tanpa Panik. Dan memang begitulah seharusnya, karena itu tanda kesiapan kita menjadi orangtua, tidak panik menghadapi anak. Sekedar saran untuk para orangtua baru, ketika anak mulai 2 tahun, lebih rajinlah membaca buku atau artikel tentang anak, karena mulai usia ini perilaku anak mulai tambah macam-macam dan kita harus tau cara yang benar menghadapinya.
Satu lagi nih, jangan pernah merasa cukup untuk mencari ilmu mendidik anak karena menjadi orangtua memang harus terus belajar. Setuju?
PAGES:
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS