Anakku Korban Bullying, Tolong!

Parenting & Kids

TanyaDok.com・28 May 2014

detail-thumb

bulllying*Gambar dari sini

Bullying, sebuah kata yang mulai populer di media beberapa waktu belakangan ini. Bullying bukanlah hal baru dalam dunia sekolah, dan bahkan pada beberapa sekolah tertentu, telah menjadi suatu warisan yang selalu diturunkan dari kakak kelas ke adik-adik kelasnya. Ketika sang adik kelas merasa di-bully, maka ada suatu kecenderungan untuk “membalas dendam”  atas perilaku tersebut kepada adik-adik kelas mereka selanjutnya, jika kelak mereka sudah menjadi kakak kelas. Bullying bisa terjadi di sekolah manapun, tak peduli sekolah yang bertarif mahal dan berkurikulum internasional ataupun sekolah swasta yang namanya sayup-sayup terdengar saja. Dan pembaca, bukan tidak mungkin anak anda adalah salah satu korban bullying dari teman-teman sekolahnya.

Pada tahun 2011 Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat 2.339 kasus kekerasan fisik, psikologis, dan seksual terjadi pada anak-anak, dan 300 kasus di antaranya adalah bullying. Selidik punya selidik, ternyata bullying tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja, tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Pada tahun 2004, National Mental Health and Education Center di Amerika mendapatkan data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umum terjadi dalam lingkungan sosial. Sekitar 15% pelajar adalah pelaku bullying dan 30% pelajar adalah korban bullying.

Sebenarnya, apakah bullying itu?

Perilaku sederhana seperti saling mengejek merupakan bagian dari bullying, jika si korban merasa tertekan. Kata bullying memang belum ada dalam terminologi Bahasa Indonesia. Maka mari kita tilik kamus Oxford Learner’s™ Pocket Dictionary,kamus ini menulis bahwa bully adalah person who uses his/her strength to frighten or hurt weaker people. Senada dengan kamus tersebut, seorang aktivis anti-bullying Indonesia yang juga adalah pendiri Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), Diena Haryana, menjelaskan bahwa bullying adalah segala perilaku yang dilakukan kepada orang lain baik secara verbal, fisik, atau mental yang dilakukan dengan berulang-berulang menggunakan power untuk menunjukkan bahwa saya berkuasa, saya lebih hebat sehingga memberikan dampak rasa takut, tertindas dan terintimidasi.

Bentuk bullying pada anak

Menurut Dan Olweus, bullying pada anak-anak memiliki bentuk yang beragam, antara lain:

  • Bentuk fisik: memukul, menendang, mendorong.
  • Bentuk verbal: mengejek, menyebarkan isu buruk, atau menjuluki sebutan yang jelek.
  • Bentuk emosi: menyembunyikan peralatan sekolah, memberikan ancaman, menghina.
  • Bentuk rasial: mengucilkan anak karena ras, agama, kelompok/ golongan tertentu.
  • Bentuk seksual: meraba, mencium.
  • Dalam bukunya yang berjudul The Bully, The Bullied, and The Bystander,  Barbara Coloroso mengatakan bahwa bullying bisa terjadi karena adanya kerjasama yang baik dari tiga pihak. Pihak pertama, adalah pihak yang  menindas. Kedua, ada penonton yang diam atau mendukung, entah karena takut atau karena merasa sebagai satu kelompok. Ketiga, ada pihak yang dianggap lemah dan menganggap dirinya sebagai pihak yang lemah (merasa takut untuk melawan, takut untuk melaporkannya pada guru/ orang tua, atau malah memberi permakluman). Karakter yang umum di-bully ada dua. Yang pertama adalah orang yang populer, supel, banyak disukai dan pintar. Yaitu mereka yang memiliki kelebihan dibandingkan orang lain. Yang kedua adalah karakter yang berbeda dari orang lain, misalnya orang yang kurang pandai atau daya tangkapnya lambat, orang gemuk, pendek, dan tidak berdaya. Bisa juga kaum minoritas, yaitu yang dianggap berbeda, misal suku tertentu atau agama tertentu.

    Selanjutnya: Bullying dan akibatnya >>

    bullying2*Gambar dari sini

    Terjadinya bullying menimbulkan banyak kerugian. Tentunya bukan hanya bagi si korban namun juga si pelaku. Si korban mendapat efek buruk seperti tidak percaya diri, selalu diliputi ketakutan dan kecemasan, menjadi pribadi yang tertutup, perkembangan diri menjadi terhambat, tersingkir dari pergaulan, penurunan prestasi di bidang akademik dan efek jangka panjang lainnya yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada seseorang, yaitu menjadi pasif dan seakan-akan tidak memiliki semangat lagi untuk hidup.

    Namun, si pem-bully juga tidak luput dari hal-hal yang buruk, misalnya ia akan selalu merasa dirinya berkuasa, sehingga jika suatu saat dia jatuh, ia tidak bisa menerima kekalahan dan lebih cepat menjadi stress juga depresi. Ia juga selalu diliputi rasa ketakutan jika perbuatan bullying yang dilakukannya tergolong tindak kriminal. Ia juga bisa mendapatkan tekanan dari berbagai pihak (tentu saja pelajar yang menjadi pelaku bully-ing akan mendapatkan hukuman dari gurunya ataupun sanksi dari pihak sekolah), menjadi pribadi yang egoistis, emosional, merasa paling berkuasa, menjadi agresif, tidak bisa mengakui kemenangan atau keunggulan orang lain.

    Tak tertutup kemungkinan, si korban bullying bisa menjadi pelaku bullying di kemudian hari karena kenangan buruk yang telah dialaminya di masa lalu, atau sebagai respons kemarahan dan rasa tidak terima atas perbuatan teman-teman yang pernah mem-bully-nya. Bisa muncul rasa dendam dan ingin melakukan perbuatan yang sama ketika ia mengalami situasi dan posisi yang strategis untuk menjadi pem-bully, misalnya menjadi kakak kelas, ketua geng, atau seseorang yang disegani di lingkungannya.

    Apakah yang bisa orang tua lakukan untuk menghadapi bullying?

    Dalam bukunya, Barbara Coloroso menyarankan:

  • Amati gejala-gejala bullying pada anak, dan jika memang ditemukan gejala tersebut, segeralah lakukan pendekatan padanya.
  • Tenang dalam bertindak, sambil meyakinkan anak bahwa kita berada di sisinya dan ia telah mendapat perlindungan dari perilaku bullying di masa mendatang.
  • Rancanglah pertemuan dengan pihak sekolah.
  • Laporkan kepada wali kelas atau guru BK (Bimbingan dan Konseling)/ pihak sekolah agar dapat segera dilakukan penyelidikan.

    Jangan lupa memberikan penjelasan yang faktual dan detail. Misalnya bukti fisik, harinya, prosesnya, nama anak-anaknya, tempat kejadiannya, dan lain-lain. Kalau bisa, carilah juga dukungan dari orang tua murid lain yang anaknya kerap menjadi korban bullying.

    Usahakan dalam pertemuan itu muncul kesepakatan yang pasti akan dijalankan dan akan membuat anak aman dari penindasan. Jangan hanya puas mengadu dan puas diberi janji oleh pihak sekolah.

    Akan lebih baik lagi jika pihak sekolah mau memfasilitasi pertemuan dengan orang tua/ wali yang anaknya pelaku bullying dan yang anaknya menjadi korban untuk bisa dicarikan solusinya.

    Selanjutnya: Perlukah mengajari anak bela diri untuk menghindari bulllying? >>

  • Mengajarkan anak cara-cara menghadapi bullying.
  • KidAjari si anak untuk menjadi orang baik namun juga tidak takut melawan kesombongan. Galilah pula inisiatif dari si anak tentang cara-cara yang bisa ditempuh atau ajukan beberapa usulan dan mintalah pendapatnya terhadap usulan yang kita sampaikan. Ini bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan diri si anak dan melatih proses berpikir kritis anak.

    Pertahanan diri fisik : bela diri (pencak silat, karate, judo, taekwondo, wing chun, aikido, capoeira), tentunya disesuaikan dengan minatnya, ataupun melalui olahraga lainnya yang dapat memfasilitasi anak memiliki kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari, berenang) sehingga ia mencapai kesehatan yang prima.

    Pertahanan diri psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan analisis sederhana, kemampuan melihat situasi, kemampuan menyelesaikan masalah. Ajarkan anak untuk berani memandang mata si pelaku bullying. Ajarkan anak berdiri tegak, kepala ditegakkan dalam menghadapi bullying.

    Apa saja yang perlu dihindari?

    Sebagai orang tua yang baik, ada beberapa hal yang perlu kita hindari.Yang pertama adalah praktik menyalahkan atau menyudutkan anak. Misalnya dengan mengatakan, “Kamu sih yang mancing duluan”, “Kamu sih yang nggak mau ngerti”. Kesalahan ada pada pihak pelaku bullying, bukan pada korban.

    Hindari juga membuat rasionalisasi yang meremehkan, misalnya dengan mengatakan, “Kok kamu digituin aja sedih sih”, “Ga usah cengeng deh”, “Dia kan cuma bercanda”. Karena sesungguhnya, terjadinya bullying pada anak memang bukan hal yang remeh, tetapi hal yang dapat membawa dampak buruk pada perkembangan anak selanjutnya.

    Jangan pula kita langsung meledak dan mengamuk. Ini justru membuat anak enggan bercerita. Biar bagaimanapun kita sebagaai orang tua harus memberikan kenyamanan bagi anak dan menumbuhkan rasa percaya bahwa anak bisa bercerita apa saja pada kita tanpa beban. Sikap orang tua adalah penentu apakah nantinya anak akan dapat bersikap terus terang atau tidak.

     TanyaDok adalah cara hidup sehat modern, memberikan akses kesehatan kapan pun, di mana pun bagi keluarga Indonesia dengan tanya dokter online, artikel kesehatan, solusi hidup sehat, komunitas kesehatan dan rujukan ke pelayanan kesehatan. Cari dan tanyakan masalah kesehatanmu di sini www.tanyadok.com dan follow kami di @tanyadok atau like kami di www.facebook.com/tanyadokteranda.