Biaya Hidup Mahal. Kata Siapa?

Featured

nenglita・27 Aug 2013

detail-thumb

“Biaya hidup itu nggak mahal, yang mahal adalah gaya hidup”

Itu kesimpulan saya pada suatu sore setelah mengobrol dengan salah satu tim IT kantor. Ia bercerita bahwa tukang rokok depan kantornya dulu berhasil menguliahkan anaknya di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta yang uang pangkalnya saja di atas 20 juta!

Mungkin kalau baca artikel Survei Sekolah Dasar, angka ini nggak terlalu fantastis, ya. Tapi kalau mengingat pekerjaan orangtuanya ‘hanya’ berdagang rokok, rasanya jadi malu sendiri. Kenapa? Karena menurut saya, pasti mereka nggak kenal yang namanya ngopi di Starbucks, makan malam di Marche, atau baju harus beli di Zara, Mango dan seterusnya.

Saya sendiri, nggak memungkiri juga sedikit banyak mengikuti si ‘gaya hidup’ ini. Siapa yang nggak ingin mencicipi nikmatnya kopi di kedai-kedai kopi mal ternama. Apalagi memang, pekerjaan juga turut ‘menuntut’ saya untuk mampir ke mal, meeting di restoran, dan lain sebagainya.

Bagaimana menyiasati ini?

  • Manfaatkan diskon.
  • Saat saya naksir barang tertentu tapi hanya sekedar naksir, bukan butuh, maka saya akan menahannya sampai barang tersebut didiskon. Beruntung, saya bukan penggila mode, di mana semua barang baru harus langsung saya miliki. Kalau barang tersebut sudah didiskon dan saya masih naksir, maka saya beli. Kalau sudah nggak pengen, ya nggak saya beli. Selamat deh, uang saya. Hehe.

  • Punya shopping account.
  • Saya ingat sekali sama omongan salah satu financial planner, siapa bilang kita nggak boleh belanja? Boleh banget, asalkan belanja dengan bijak. Nah, saya biasanya menyisihkan sedikit uang untuk dibelanjakan kesenangan pribadi tiap bulannya. Kalau barang yang saya inginkan harganya jauh lebih tinggi daripada uang yang disisihkan tiap bulan, maka saya akan ‘diamkan’ uang tersebut sampai jumlahnya cukup untuk membeli barang yang benar-benar saya inginkan tersebut.

  • Jangan remehkan uang receh.
  • Anak saya punya 2 celengan. Yang pertama, untuk diisi jika ia dikasih uang saat ulangtahun, uang lebaran, pokoknya uang kertas, deh! Sementara yang lain isinya koinan. Suatu hari, saya membongkar celengan recehnya dan ada lebih dari 300 ribu, lho! Lumayan kan?

  • Cermati promo, rewards, atau poin yang ada dari produk-produk yang kita miliki.
  • Baru beberapa tahun yang lalu, saya mulai mencermati hal ini. Asyik juga ternyata, misalnya nih, awal tahun kemarin saya menukarkan poin dari provider handphone dengan voucher belanja. Bank juga sering lho mengadakan promo atau poin. Menentukan tempat makan berdasarkan promo kartu kredit yang dimiliki juga bisa menjadi salah satu alternatif penghematan, lho! Pernah, nih, saya makan di sebuah restoran, total hanya bayar nggak sampai 20 ribu, karena ada promo yang bekerja sama dengan kartu kredit.

    Nah, gimana? Terkadang hal-hal yang sudah biasa kita miliki memang sering kita lupakan, ya. Yuk, ah, coba diingat-ingat lagi, hal apa saja yang bisa kita maksimalkan!