banner-detik
ETC

Staying At Home Without Helper

author

sazqueen16 Aug 2013

Staying At Home Without Helper

Hidup tanpa asisten rumah tangga adalah hal yang biasa untuk saya. Di rumah orang tua, ada asisten yang datang hanya dua kali dalam seminggu dan tidak menginap tentunya. Tugasnya adalah membantu ibu membereskan rumah terutama perkara menyetrika pakaian. Ketika sudah menikah, saya dan suami hidup berpindah dari kost, ke rumah susun di Tebet, kemudian terakhir ke rusun modern di daerah Kalibata. Kami tidak pernah punya asisten rumah tangga, dan rasanya tidak ada masalah apapun sampai si bayi hadir di tengah-tengah kami. Saya tidak pernah sadar kalau punya bayi dan sendirian di rumah apalagi suami jam kerjanya seringnya molor sampai jam 9 malam, akan menjadi hal yang tricky!

Why tricky? Karena ada saat-saat di mana saya mati gaya! Dulu sebelum punya anak, sendiri adalah hal yang biasa. I can spent it with my me-time. Saya bisa baca buku, nonton dvd, nonton tv seri, atau kabur ke mal untuk duduk di kedai kopi sambil membaca atau mengetik, bahkan nonton di bioskop sendiri. Yes, I'm 100% sure I won't face MATI GAYA even when my husband is not around. Tapi ternyata ketika sudah punya anak, yang harusnya menjadi teman, itu bisa mengakibatkan mati gaya. Mati gaya banget kalau sedang ingin mandi-mandi cantik (ini apa, sih, istilahnya) tapi ada anak bayi yang nungguin di depan pintu kamar mandi. Mati gaya juga, dong, kalau sudah memesan acara serial tv kesayangan, tapi si bayi yang sudah disiapkan untuk menggambar dengan crayon (sebagai kegiatannya sejenak selama ibu nonton) ternyata minta perhatian penuh dengan cara mengacung-acungkan crayon di depan muka dan minta dibuatin gambar kaki. Mati gaya juga kalau ide menulis yang suka datang dengan tidak sopan, laptop dan koneksi internet lancar, tapi si anak minta disusui, ternyata ujungnya ngempeng dan tidak mau dilepas.

Tidak punya asisten rumah tangga, baby sitter, atau bahkan tidak ada orang tua dan saudara yang tinggal bersama kami bertiga membuat saya berpikir bagaimana caranya menghabiskan 24 jam sehari bersama anak yang saya lahirkan, selain tentunya menyusui dan mengganti popoknya. Percayalah, mungkin awalnya banyak waktu luang yang kita miliki, namun seiring bertambah dewasa, bukannya semakin longgar tapi malah semakin ketat waktu kita 'terikat' dengan si anak. Jadi inilah yang saya tanamkan pada diri ketika si mati gaya datang menyerang:

  • Mandi setelah sesi menyusui pagi hari selesai. Biasanya ketika bangun subuh setelah disusui bayi akan tidur lagi. Menurut saya inilah waktu terbaik untuk bisa mandi tanpa rasa buru-buru, dan biasanya suami masih ada di rumah. Jadi kalau bayi kita terbangun, masih ada yang bisa suami yang menjaga dan menenangkannya.
  • Usia 0-6 bulan, bisa deh, di-handle sendiri. Saya masih bisa menyempatkan spa di rumah dan menikmati spa dengan santai walau Menik disamping saya. Kalau minta susu, ya susui saja sambil tiduran. Pijat tetap berlangsung seperti biasa. Apa intinya? Santai dan biarkan hidup mengalir seperti air saat anak masih belum terlalu aktif menggerakkan badannya (baca: mulai merangkak).
  • Memasuki usia MPASI atau 6 bulan, jadwal harian si anak mulai bisa dibuat. Kalau saya urutannya: Bangun, mandi, sarapan, main, makan snack, main, makan siang, tidur siang, bangun, mandi sore, makan snack, main, makan malam, sikat gigi, tidur. Disela-selanya tentu ada jadwal menyusu yang tidak tentu khas anak ASI yang menyusu langsung dari sumbernya hehe.
  • Komunikasi. Walau mungkin rasanya seperti orang gila, berbicara satu arah saja, namun si bayi tetaplah manusia. Biasanya saya akan bilang kalau saya mau mandi (ini di waktu sore kalau saya telat mandi saat Menik tidur siang atau Meniknya keburu bangun karena saya keasyikan browsing internet bukannya mandi), Menik tunggu dulu sendiri. Tentunya dengan kondisi area bermain yang sudah aman. Jangan kaget juga kalau tiba-tiba anak sudah di depan pintu kamar mandi. Ini malah jadi bukti kalau anak kita pintar, kan? Ia tahu induknya ada di kamar mandi (karena tadi sudah diberi tahu sebelumnya) ;)
  • Mantra kuncian "Anakmu Bukan Anakmu" dari Kahlil Gibran adalah yang utama. Nanti akan tiba saatnya si anak tidak lagi bersama kita. Entah karena sekolah di luar kota, bekerja di luar negeri, atau sudah tinggal bersama keluarga sendiri karena sudah menikah. Ini jadi pengingat jika saya sedang frustrasi karena mati gaya. Kesal karena harusnya saya sedang menyelesaikan pekerjaan di depan komputer tapi malah terpaksa nonton tv sambil menyusui. Marah karena sedang mencuci piring tapi anaknya sibuk minta digendong hanya karena mencari perhatian. Tarik nafas yang dalam dan ingat-ingat bagaimana nanti kita merindukan momen tangan kecil diulurkan ke atas tanda minta digendong, sedangkan kenyataannya anaknya lagi pakai sepatu dan bersiap pergi malam mingguan bersama sang pacar. *tiba-tiba sedih*
  • Intinya adalah menjalani perubahan hidup ini dengan santai. Sulit memang, tapi pasti rasanya akan lebih melegakan ketimbang stres karena pusing mengatur waktu. Jika memang harus membuka pintu kamar mandi saat kita sedang ada urusan ke toilet misalnya, ya buka saja. Toh, tidak ada orang lain di rumah kecuali Anda dan anak, kan? Memperbanyak referensi bermain bersama anak sambil menstimulasi tumbuh kembangnya juga sebaiknya dilakukan agar tidak terlalu banyak mati-gaya-momen bersama si kecil di rumah.

    Bagaimana dengan mommies yang saat ini statusnya juga stay at home mother? Pernahkah mengalami mati gaya karena sudah tidak tahu harus ngapain lagi? Care to share? :D

    Share Article

    author

    sazqueen

    a mother of one who study Anthropology by choice! Hello motherhood.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan