Minggu lalu kami sekeluarga akhirnya kemping juga. Ya, suami saya yang sejak dulu aktif di kegiatan pecinta alam dan kegiatan berbau-bau nasionalis lainnya ini memang punya cita-cita mau ajak anaknya kemping. Bahkan niat ini sudah ia utarakan sejak kami belum menikah
Tahun lalu pas Langit usia 16 bulan kami sudah bersiap-siap berangkat ke Sukabumi untuk kemping, tapi beberapa hari menjelang hari H Langitnya sakit, jadi batal deh. Walaupun tahun ini musim hujan, saya percaya saja sama suami yang tekadnya sudah bulat untuk ajak Langit kemping.
Tujuan kami kali ini ke Gunung Bunder, Bogor, Jawa Barat. Nggak jauh sih, tapi lumayan sudah berasa aura ‘gunung’nya. Hitung-hitung latihan dulu deh sebelum diajak ke gunung beneran macam Rinjani, Bromo, dst. Perjalanan Jakarta ke Gunung Bunder sekitar 4 jam. Kita sampai sana sekitar maghrib, jadi pastinya sudah gelap. Kabut tebal sudah mulai turun, sampai-sampai jarak pandang kami hanya sekitar 3 meter saja.
Untung mobil kami bisa naik lumayan dekat ke area perkemahan yang dipilih. Jadi jalannya nggak begitu jauh, cuma becek dan gelapnya itu loh! Setibanya disana, tenda sudah didirikan oleh beberapa teman. Enaknya bawa anak, terima beres! Hahaha… tinggal beberes barang-barang ditenda, terus ikut api unggun deh! Langit terlihat bingung pada saat itu, mungkin karena belum terbiasa dengan kegelapan kali ya.. (sayang nggak ada dokumentasi Langit ikutan api unggun, keadaan sekitar saat itu gelap banget!).
Nggak lama kemudian hujan turun dan sayapun membawa Langit masuk ke dalam tenda. Sampai 2 jam Langit masih seseruan. Loncat-loncatan, keliling-keliling dan nyanyi-nyanyi didalam tenda. Sampai tiba-tiba hujan turun deras sekali, dan tau-tau Langit teriak histeris sambil nangis-nangis “Nggak mau sama yang iniiiii….” Waduuuh..?! Apa pula?! Suami saya segera menyusul ke dalam tenda dan kami berusaha menenangkan Langit yang terus menerus nangis minta pulang. Sekitar 1 jam lebih Langit tak kunjung tenang, akhirnya suami memutuskan untuk pulang. Dalam hati saya, “Wah udah sampe sini terus pulang rugi amat”. Nggak lama suami keluar tenda terus masuk lagi dan mengajak Langit keluar (yap, gelap-gelapan dan hujan). Dia meminta Langit untuk menunjuk tenda mana yang ia mau. Setelah langit memutuskan mau di satu tenda, akhirnya kami pindah tenda dan Langit kembali tenang. Fiuuuugh….Selain kejadian tersebut, ada keribetan lainnya yaitu masalah ke toilet. Kebetulan Langit baru saja lulus toilet training. Tapi masalahnya, toilet disana itu paling dekat sekitar 1 km, mana becek dan gelap. Kalo pipis di rumput, kayanya kasian banget. Alhasil saya pakein pospak dulu deh! Walaupun harus siap-siap denger teriakannya kalau mau pipips, hehehe…
Dan besoknya, pagi-pagi kami bangun untuk menuju ke air terjun. Bukan air terjun besar sih, kecil banget tapi tetap airnya dingiiiiinnn dan segar! Setelah puas main air, kami kembali ke tenda untuk berganti pakaian.
Melihat ada bola, Langit pun langsung main bola. Norak kali ya, di Jakarta nggak pernah main bola di lapangan tanah yang kanan kirinya hutan pinus!
Ah, we had so much fun! Walaupun ada kejadian yang bikin deg-degan tapi saya pribadi nggak akan kapok ngajak Langit kemping lagi. Kenapa? Karena menurut saya dan suami, kemping merupakan salah satu cara efektif mengenalkan alam dan sekitarnya. Dengan memperkenalkan alam Indonesia yang cantik, kami berharap langit bisa menghargai dan mencintai negaranya sendiri.
Tampak klise atau seperti pelajaran PPKN? Nggak kok, serius ini mah! Kami cinta Indonesia, untuk itu kami mengajarkannya ke Langit dengan cara mendekatkannya ke alam semesta.