"...but you gotta steer clear from a guy who makes less than you, because that's a recipe for disaster."
Itulah kira-kira sepenggal wejangan Alex Noran, karakter di film Up In The Air, yang diberikan kepada Natalie Keener (diperankan oleh Anna Kendrick), seorang wanita muda yang baru mulai bekerja dan masih idealis dalam memandang perkawinan.
Walaupun karakter tersebut fiksi, saya cukup tersentil mendengar kalimat yang ia ucapkan. Karena saya banyak sekali mendengar keluhan teman-teman yang bersumber dari masalah yang sama. Penghasilan suami lebih rendah dari sang istri.
Teman-teman saya ini berpendidikan tinggi dan mempunyai pekerjaan yang cukup bagus serta performance kerja yang juga baik. Gaji mereka, ditambah dengan gaji suami, sebetulnya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari mereka. Jadi apa yang dikeluhkan?
Suka atau tidak, kebanyakan dari kita masih menganggap bahwa seharusnya, sumber keuangan utama keluarga datang dari laki-laki. Wanita boleh-boleh saja bekerja, namun seharusnya hanya untuk menambah pemasukan, atau bahkan aktualisasi diri, sehingga nominal yang ia dapatkan tidak perlu diikutsertakan dalam perhitungan finansial keluarga. Banyak juga wanita yang tidak ingin terlalu 'ngoyo' dalam bekerja supaya masih tetap punya waktu untuk keluarganya. Itu kondisi idealnya. Namun kenyataannya, sudah tidak terhitung banyaknya pasangan menikah di mana posisi istri adalah sebagai pemberi nafkah utama.
Seingat saya, dulu masih banyak laki-laki yang tidak bisa menerima kenyataan ini. Ego, dan mungkin juga tuntutan dari lingkungan, membuat mereka bersikap defensif, uring-uringan dan masih banyak lagi, yang sering kali menimbulkan konflik di dalam rumah tangga sekarang.
Tapi kondisi ini sudah mulai berubah. Mungkin saya salah, tapi sepanjang pengamatan saya, sekarang ini para suami sudah lebih terbuka pikirannya. Banyak teman-teman pria saya yang fine saja dengan kondisi karir istrinya yang lebih hebat, bahkan mereka bangga. Para suami ini juga bahkan tidak segan mengambil alih sebagian tugas rumah tangga wanita, seperti mengurus anak-anak dan rumah. Lingkungan sekitar saya juga terasa lebih mendukung majunya karir seorang istri dan ibu. Contohnya saja, sekarang para orang tua kita mau kan dititipi anak-anak pada saat kita kerja di luar rumah? Menurut saya ini salah satu bentuk support tersebut.
Nah, dengan kondisi yang lebih 'bersahabat' bagi wanita untuk mengejar karirnya setinggi langit dan menghasilkan uang lebih banyak bagi keluarga, mengapa masih banyak wanita yang justru tidak nyaman dengan kondisi ini?
Saya jadi ingin tahu pendapat para wanita di sini. Kalau kita ada di posisi tersebut, mempunyai karir lebih tinggi dan membawa penghasilan lebih tinggi dibandingkan suami, bagaimana perasaannya? Apakah keberatan menjalaninya karena tetap ingin suami yang kerjanya lebih 'berat'? Atau malah senang karena bisa mewujudkan cita-cita tanpa harus terhalang 'kodrat'? Atau hal ini bukan issue sama sekali buat kalian karena tidak masalah apakah rejeki buat keluarga datang dari istri atau suami?
Share dong :)