Alasan Basi Tak Ikut Pemilu dari Najwa Shihab

News

annisast・01 Apr 2019

detail-thumb

Sudah berapa kali ikut pemilu, moms? Atau tak ikut memilih? Saya sih sudah Pilpres keempat dan selalu memilih.

Buat saya, tidak memilih adalah lari dari kenyataan karena toh pada akhirnya seseorang PASTI terpilih. Sebagai orang dewasa kan kita memang dihadapkan dengan berbagai pilihan sulit setiap harinya, sampai kapan mau memilih untuk tidak memilih?

Apalagi kalau kita punya anak menjelang remaja (atau bahkan sudah jadi pemilih pemula), mau mengajarkan anak untuk tidak mengambil keputusan dan lari dari kenyataan juga? :)

Makanya ketika Najwa Shihab merilis video tentang alasan basi tak ikut pemilu, saya mengangguk-angguk setuju. Apa saja alasan basi tersebut?

najwashihab

Berikut penjelasan dari Najwa (dan komentar saya tentunya).

"Saya tidak cukup mengenal masing-masing kandidat"

“Kandidat bukanlah gebetan yang akun Instagram-nya di-private dan sulit kamu kepoin. Mereka adalah figur publik dan selalu siap sedia menjual sosoknya dan semuanya ada di ponsel pintarmu,” kata Najwa.

Iya banget, menurut saya alasan ini basi karena hello, belum kenal atau TIDAK berusaha mengenal? Buka Wikipedia aja lengkap kok kisah hidup (beserta kontroversinya). Sudah buka website KPU dan baca visi-misi belum?

Atau … terlanjur termakan hoax dan jadi golongan ibu-ibu dengan penyebar hoax di WhatsApp group? Duh, jangan sampai ya moms! Selalu pastikan sumber berita dan jangan hanya percaya apa yang beredar di media sosial. Bisa terjerat UU ITE lho!

"Tak ada kandidat yang meyakinkan"

Menurut Najwa, alasan ini basi karena memangnya yakin 100% saat memilih pacar? Nggak kan? Ngaku deh hahaha. Tapi bagaimana pun, kita tetap mengambil keputusan untuk memacari (dan akhirnya mungkin menikahi dia) karena kita sadar membutuhkan sosok terbaik di POSISI itu.

“Seseorang memang harus terpilih kamu boleh tidak yakin dengan kandidat tapi setidaknya yakinlah pada diri sendiri bahwa kamu cukup cerdas untuk menilai siapa yang lebih dibutuhkan negeri ini,” ujar Najwa.

Yha, setuju kak Nana! Untuk nikah aja yang seumur hidup banyak yang nggak pikir panjang, ini milih presiden aja pusingnya kok ngalah-ngalahin pilih suami? :)))))

"Saya tidak mempertaruhkan apa-apa"

Menurut Najwa tetap ada yang dipertaruhkan yaitu … masa depan, tepatnya masa depanmu dan masa depan bangsa ini

“Siapa yang jadi pemimpin hari ini akan mempengaruhi masa-masa mendatang. Nggak percaya, lihat aja apa yang sudah dilakukan Presiden Soeharto,” jelas Najwa (kemudian saya merinding)

Ngerti banget sih kalau yang bilang gini tinggal di kota besar, privileged, nggak pernah tau susahnya berkilometer jalan kaki ke sekolah, dan ehm baru punya MRT. Rasanya siapapun presidennya akan sama saja kan?

Kalau semua sama saja, kenapa baru punya MRT sekarang ya kita? :)))))

"Saya tidak merasa terwakili"

“Apalagi jika kamu tidak memilih, kamu jelas tidak akan terwakili. Tidak memilih justru kontraproduktif terhadap keterwakilan politik, ini justru memberi peluang bagi orang yang lawas yang itu itu lagi untuk mendominasi proses pengambilan kebijakan,” jelas Najwa.

Well, untuk yang ini saya mengerti sekali sih. Meski saya datang dari kaum mayoritas, saya mengerti banyak sekali kaum minoritas yang memakai alasan ini sebagai pertimbangan tidak memilih. Jadi, no further comment for this one. Tolong pikirkan baik-baik lagi dan pilih yang LEBIH sesuai dengan hati nurani.

"Saya tidak suka politik"

“Pemilu tidak minta kamu jadi anggota partai kok atau rapat-rapat DPR justru jika kamu alergi dengan itu semua pemilu memungkinkanmu untuk menyerahkan hal-hal itu pada orang lain, tugasmu hanya memilih orang yang tepat,” ujar Najwa.

Ini alasan paling hedeh dan bikin rolling eyes sih menurut saya. Kamu tidak suka bicara hukum juga dan TETAP mematuhi hukum sebisa mungkin kan?

"Saya tidak punya waktu"

Yang ini tidak perlu penjelasan Najwa karena SAYA JUGAAAA! Harus pulang kampung untuk nyoblos? IYA SAYA JUGA!

Saya pulang ke Bandung doang sih tapi kan tetep aja butuh niat untuk pulang “hanya” demi nyoblos yang paling akan memakan waktu paling lama 15 menit dengan memperhitungkan jarak tempuh dari rumah ke TPS.

Sebetulnya kalau memang niat, bisa kok pindah TPS. Caranya dengan mengurus formulir A5 untuk pindah TPS. Namun kalau sekarang sih sudah ditutup ya. Proses pengurusan pindah TPS memang sebulan sebelum pemilu jadi sudah ditutup pada 16 Maret lalu.

"Saya golput"

Well, yang ini bahkan Najwa bilang butuh satu video sendiri. “Yang pasti, memilih untuk tidak memilih itu memang bukan pidana tapi kalau kamu golput hanya karena ikut-ikutan aja, tonton video ini dari awal,” kata Najwa.

Bagi saya, selama bisa meyakinkan setengah Indonesia untuk golput, maka boleh saja silakan kampanyekan dengan lebih pintar supaya sistem demokrasinya bisa berubah.

Tapi kalau belum bisa ya gimana ya, tidak akan ke mana-mana juga sih. (iya ini memang pesimis). Bikin saya jadi mikir beneran, memang mereka kampanyenya kurang meyakinkan atau sebetulnya sistem demokrasi kita tidak bobrok-bobrok amat sehingga orang masih lebih mau memilih dibanding golput?

Jadi … sudah tau mau pilih siapa kan 17 April nanti?