4 Hal dari Sekolah yang Membuat Orang tua Geregetan

Kindergarten

?author?・01 Nov 2016

detail-thumb

Sudah berharap banyak sama pihak sekolah, tapi ternyata setelah masuk, ada hal-hal yang malah membuat kita geregetan luar biasa pada pihak sekolah. Seperti 4 hal berikut ini.

Apa urusannya nih si Thata yang anaknya belum juga masuk sekolah, sok-sok-an mau ngomongin tentang sekolah? Ya ada dong urusannya (weits, defensif duluan :D). Urusannya biar saya paham tentang hiruk pikuk dunia sekolah sebelum menyekolahkan anak. Itung-itung persiapan mental gitu lho!

Makanya, walaupun Jordy masih nanti-nati masuk sekolah, saya sudah mencari tahu dari sekarang. Misalnya menyimak banget video tanya jawab dengan Najelaa Shihab, Penggiat Dunia Pendidikan, mengenai kriteria apa saja sih, yang harus diperhatikan dalam memilih sekolah anak. Biar nggak salah pilih sekolah. Halooo, biaya sekolah kan nggak murah :p.

4 Hal dari Sekolah yang Membuat Orangtua Geregetan

Nah, dari obrolan dengan teman-teman sesama ibu-ibu yang anaknya sudah masuk sekolah, saya baru tahu bahwa walaupun screening yang kita lakukan dalam mencari sekolah anak sudah cukup kencang, ternyata dalam prosesnya tetap ada yang membuat para orang tua ini gregetan sama pihak sekolah. Tahu kan arti geregetan? Gemas namun dalam artian yang negatif, hahaha.

1. Kualitas Guru

Yang cukup sering menjadi keluhan adalah soal kualitas guru! Misalnya, guru yang enggan memperbaharui dirinya dengan berbagai informasi terkini yang terkait dengan bidang pejalaran yang ia berikan kepada murid-muridnya. Lah, gimana beliau mau membuat pintar muridnya kalau membuat pintar dirinya sendiri aja, dia malas *__*. 

Bicara soal kualitas guru memang sudah seharus mendapatkan perhatian serius. Bukan hanya urusan pemerintah, lho. Dan, beruntung sih karena masih ada pihak yang peduli dengan urusan ini. Adalah program Temu Pendidikan Nusantara (TPN) 2016 dengan tema “Merdeka Belajar, yang diadakan oleh "Kampus Guru Cikal",  di beberapa wilayah di Jakarta, 28 dan 29 Oktober lalu. Tujuan program ini adalah “Melawan miskonsepsi tentang proses pengembangan diri pendidik yang terjadi selama ini." Ribuan guru dari berbagai daerah yang terlibat di Temu Pendidik menunjukkan bahwa belajar bukan didorong oleh motivasi eksternal, bisa dilakukan tanpa ahli melainkan dengan kolaborasi antar guru serta perlu sdikaitkan dengan tujuan dan konteks daerah dan sekolah masing-masing" terang Najelaa Shihab, Ketua Yayasan Guru Belajar.

Memangnya ada miskonsepsi apa aja sih tentang para guru ini?

Miskonsepsi 1: Guru hanya akan belajar bila menerima insentif; sertifikat, ranking, nilai atau uang. 

TPN yakin bahwa belajar adalah kebutuhan alamiah guru. Dorongan belajar muncul karena guru ingin menemukan solusi dari masalah yang dihadapi di kelas. Saat sebuah masalah berhasil diselesaikan, seharusnya guru semakin gemar belajar.

Miskonsepsi 2: Guru hanya bisa belajar dari pakar dan ahli.

Faktanya nggak seperti itu. TPN membuktikan bahwa guru bisa belajar lebih efektif melalui kolaborasi dengan sesama guru. Rekan seperjalanan yang sama-sama berjuang dengan pengalaman yang nyata. Jadi nggak harus dengan figur yang serba tahu.

Miskonsepsi 3: Guru hanya perlu mengikuti resep standar, "how to" bagaimana melakukan sesuatu. 

Ini berkaitan dengan efektif. Kalau kita bicara tentang guru yang efektif, pertanyaannya adalah efektif untuk siapa, di mana? Salah satu tanda pendidik profesional adalah kemampuan adaptif. Kita perlu tahu "kenapa", agar bisa menyesuaikan apa yang dilakukan dengan kebutuhan murid, orangtua dan lingkungan belajar di tahun ajaran ini dan di hari ini.

Miskonsepsi 4: Pengembangan guru bisa dilakukan instan, dipaksakan dengan target terburu-buru. 

Kita semua  tahu, bahwa dunia saat ini kelimpahan informasi, pendidikan tidak pernah kekurangan inovasi. Guru butuh waktu memahami dan memutuskan apakah inovasi ini sesuai, perlu dimodifikasi atau tidak bisa dipakai. Guru butuh proses berefleksi untuk bisa berkreasi.

Miskonsepsi 5: Kompetensi guru adalah soal kemampuan dan pengukuran individu. 

Di mana-mana, nggak ada orang yang bisa berhasil kalau sendirian. pasti dibutuhkan tim untuk mewujudkan sebuah keberhasilan. Sama hal-nya dengan guru. Tidak ada seorang pendidik pun yang bisa belajar sendirian, kompeten sendirian dan merdeka belajar sendirian.

Sebenarnya, kemarin orang tua juga bisa mengikuti program pengembangan pendidikan ini. Sayangnya saat program dilaksanakan, saya pas berhalangan juga.  Padahal saya berharap saya bisa  melihat dari sudut pandang pengajar. Kalau sudah tahu bagaimana trik-nya, kan bisa, saya praktikkan di rumah.

2. Kualitas guru ekstrakurikuler yang tidak sesuai dengan kebutuhan

Fia, Managing Editor Mommies Daily, sempat curhat kalau ia  pernah menemukan guru ekstrakurikuler yang terkesan asal ada, asal hadir, dan asal mengajar. Sedangkan siswa wajib memilih satu ekskul di sekolahnya. Kan agak malas ya. Sudahlah harus 'mengorbankan' waktu di weekend, ternyata kualitas pengajarnya dodol.

3. Kurikulum yang sering berganti-ganti

Nah, kalau yang satu ini bukan salah sekolah sih sebenarnya, karena kurikulum itu kuasa sepenuhnya Kementerian Pendidikan setahu saya. Sayangnya, kadang-kadang, berganti menteri juga berganti kebijakan kurikulum.Pihak sekolah sih tinggal ngikutin aja. Sesudahnya? Pihak sekolah bingung, orang tua pusing :D. Belum lagi anak akan kesulitan beradaptasi, dan berujung pada tingkat pemahaman mereka yang tidak maksimal.

Kalau sudah waktunya Jordy masuk SD nanti, hal ini juga yang akan menjadi perhatian utama saya. Cari tahu lebih detail, kurikulum seperti apa yang digunakan oleh calon sekolah Jordy nanti. Mengingat ketika masuk sekolah, anak akan menghadapi berbagai tantangan, jadi jangan sampai kurikulum sekolah memberatkan si kecil.

4. Last but not least, ibu-ibu tuh suka geregetan kalau ada iuran sekolah yang mengada-ngada

Contohnya di sekolah salah satu saudara saya, yaaa coba dipikir dengan akal sehat. Kalau anak sebulan libur sekolah, otomatis tidak ada kegiatan makan siang, dong? Tapi, tagihan untuk uang makan siang murid alias catering tetap ada. Hal-hal semacam ini, kalau saya jadi orang tua juga pasti meradang, sih. Bukannya apa-apa, kalau kita hanya memberikan kewajiban tapi tidak mendapatkan hak, itu kan namanya tidak adil.

Kalau Mommies, hal apa sih, yang sering kali membuat Anda geregetan sama sekolah si kecil? cerita ya :)

Baca juga:

Mencari Sekolah Dasar Impian

Mind Mapping, Cara Belajar Efektif untuk si Kecil?