Sorry, we couldn't find any article matching ''
4 Tipe Pembully di Dunia Kerja
Kata siapa bullying hanya terjadi di lingkungan anak-anak atau remaja? Faktanya, di dunia kerja juga banyak kok, kehadiran para pem-bully.
Seberapa sering sih, kita sebagai orangtua mengajarkan, mengingatkan dan menasihati anak-anak kita untuk jangan mem-bully teman atau jangan ragu untuk melawan ketika di-bully? Setiap bulan, setiap minggu atau bahkan setiap hari? Walaupun katanya, bullying bisa menjadi ‘imunisasi’ untuk anak kita. Saya sendiri, nyaris setiap hari bertanya ke anak-anak, ada nggak yang usil sama mereka? Ada nggak yang nyakitin mereka? Dan serentetan pertanyaan lain, untuk memastikan anak saya aman dari bully.
Tapi, pernah nggak kita bertanya kepada diri sendiri, apakah saya, yang notabene orang dewasa alias udah tua ini bebas dari urusan bully mem-bully? Apakah saya pernah atau bahkan jangan-jangan masih melakukan tindakan-tindakan yang sami mawon sama mem-bully?
Based on cerita dari banyak teman dan berdasarkan pengalaman saya bekerja di beberapa perusahaan, selalu ada orang-orang yang hobbi mem-bully, entah mereka sadar atau tidak. Kalau dari apa yang saya dengar dan lihat, ada beberapa tipe pem-bully yang berkeliaran di dunia kerja. Ini dia....
*Gambar dari sini
Atasan macam ini biasanya suka mencampur aduk urusan pekerjaan dengan urusan pribadi. Kalau lagi kesal di rumah, datang ke kantor pun dengan tampang berlipat 10. Dan, melampiaskan ke anak buahnya. Tipe yang senang mengajak anak buahnya sengsara bersama-sama. Misal, memaksa anak buahnya pulang larut malam hanya karena ia belum selesai memeriksa laporan yang diberikan oleh anak buahnya dari minggu lalu!!! Senang bersikap mengintimidasi supaya anak buahnya takut.
Saat anak buahnya melakukan satuuuuu aja kesalahan, akan dia cecar sampai anak buah merasa seluruh pekerjaannya salah dan nggak ada yang benar. Gemar meributkan hal-hal kecil menjadi besar. Selalu mengkritik hasil karya tim-nya dan nggak mudah puas. Nggak jarang juga, akan ada satu orang yang menjadi bulan-bulanan, selalu dikritik, dianggap salah dan dicap nggak beres dalam bekerja.
Menurut mbak Arum Etikariena Hidayat, MPsi, Psikolog, CHRP, atasan yang hobi mem-bully bawahan justru menunjukkan betapa ia lemah menghadapi masalah yang dimiliki (OUCH). Para atasan juga harus ingat nih, kalau dalam setiap penilaian kerja, salah satu masukan mengenai keberhasilan kerja juga didapatkan dari penilaian bawahan terhadap bagaimana cara ia memperlakukan dan membimbing bawahan ketika bekerja (wahai para atasan, please ingat ini :p).
What should we do?
Untungnya saya belum pernah sih mendapat atasan yang mem-bully saya. Tapi melihat orang lain di-bully, pernah, hehehe. Menurut pengamatan saya yang juga diamini oleh mbak Arum, biasanya ketika ada bawahan yang merasa di-bully, umumnya karena ia tidak dapat menampilkan kinerja dengan baik. Orang dengan kinerja excellent jarang menghadapi situasi ini.
Tapi kalau memang kita merasa ‘cobaan dan siksaan’ yang kita terima murni karena atasan sentimen sama kita, mulailah bersikap asertif. Bilang aja dengan tegas namun santun. Kalau bisa, tanyakan langsung ke atasan apa kesalahan kita sampai kok kita di’siksa’ terus menerus.
Sedikit curcol, saya pernah dapat pimpinan perusahaan yang marah ketika karyawannya bertanya mengapa gajian kami terlambat tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Bahkan, selain marah, pimpinan tersebut malah menyalahkan karyawannya yang nggak punya tabungan sebesar 3 bulan gaji untuk simpanan kalau-kalau gajian terlambat. Oke, resign menjadi pilihan yang tepat bagi saya saat itu. Prinsip saya, kalau memang sudah tidak bisa diubah dan saya juga nggak punya power untuk mengubah, ya take it or leave it. Dan saya memutuskan BYE.
Kata siapa bawahan itu pasti bakal manut dan manis sama atasan? Ada anak buah yang sukses membully atasannya. Waduh, gimana cara mereka melakukannya?
*Gambar dari sini
Laaaah, kok bisa anak buah mem-bully atasan? Bisaaa bangeeet, hehehe. Biasanya terjadi jika atasan ini orang baru di sebuah perusahaan dan dia memimpin tim yang berisi orang-orang lama. Tambah PR lagi ketika si atasan ternyata lebih muda secara usia dari orang-orang yang dipimpin. Biasanya para anak buah ini akan bersikap seenaknya ketika mendapat tugas. Penyebab lain adalah orang baru ini dianggap akan mengubah kebiasaan pimpinan yang lama yang mungkin sudah dianggap nyaman oleh seluruh tim. Jujur aja, saya pernah berada di posisi ini. Tapi untung saya segera kembali ke jalan yang benar :p. Alasan saya? Saya menganggap dia nggak capable berada di posisi tersebut, walaupun saya juga nggak berminat menempati posisisnya.
Untungnya, berhubung saya tipe orang yang ceplas-ceplos dan to the point, saya langsung bilang sama dia bahwa saya merasa dia nggak capable berikut lengkap dengan alasan kenapa saya menilai seperti itu. Nyebelin pasti untuk atasan saya saat itu, tapi lebih fair aja menurut saya, dibanding sibuk kasak kusuk di belakang. Asik kasak kusuk buat saya nggak beda sama pengecut, dan saya bukan tipe seperti itu.
Akhirnya, setelah ngobrol, malah hubungan kami membaik dan saya sama dia saling support, karena divisi kami memang saling berhubungan satu sama lain.
What shoul we do?
Nggak jarang, kalau atasan yang belum ‘matang’ (ceileee matang) secara kemampuan manajerial, dia akan pasrah dan malah takut mendelegasikan tugas. No way kalau begini. Tetap tunjukkan “who’s the boss” tanpa harus berbalik bersikap like a bit*h. Nggak perlu kebawa emosi dengan bersikap sama buruknya dengan mereka. Pribadi yang matang dan tahan banting tidak akan mudah menunjukkan perilaku emosi secara spontan dihadapan orang lain.
Tapi perlihatkan ke mereka kemampuan kita dalam bekerja dan tetap profesional. Mereka tetap nggak suka? Yah...pasang muka “Yes, kalian boleh membenci saya, tapi tetap secara kemampuan saya lebih baik dari kalian dan secara posisi, mau tidak mau saya tetap atasan kalian”
Dua tipe pembully ada di halaman selanjutnya, dan salah satunya adalah tipe yang paling sulit berubah.
Ternyata, yang namanya sakit hati itu emang dimana-mana susah ya :p. Nggak cuma urusan percintaan, tipe pem-bully yang menjadi pem-bully karena sakit hati ini juga lebih susah ‘diobati.” Biasanya, mereka ini sebenarnya sakit hati sama manajemen kantor atau perusahaan. Entah tidak sreg dengan kebijakan kantor atau memang mereka hobinya melihat kekurangan perusahaan saja. Saat sakit hati dengan perusahaan, sayangnya mereka semacam nggak bisa berbuat apa pun.
Dan, mereka akan mem-bully orang-orang yang dianggap ‘pro’ dengan kebijakan perusahaan. Padahal sebenarnya Anda nggak pro atau kontra, lebih kepada memilih bersikap netral. Tapi tetap saja salah di mata mereka.
Masalahnya, ada yang nggak merasa pede untuk mem-bully Anda sendirian, mereka juga sibuk mencari teman atau geng untuk ikut membenci Anda. Menceritakan keburukan Anda (yang belum tentu benar), mencari kesalahan Anda dalam bekerja, kemudian, daripada menegur Anda secara pribadi tentang kesalahan ini, mereka lebih memilih untuk berkeluh kesah dengan orang-orang lain. Dan kemudian..... cerita betapa buruknya sosok Anda pun menyebar ke seantero jagad raya :p. Hayooo, siapa yang masih suka begini?
What should we do?
Jika kita menghadapi situasi ini, lagi-lagi, menurut mbak Arum, percaya diri serta asertif menghadapi mereka menjadi kunci karena kita tidak mudah dipengaruhi dan hanya fokus pada kepentingan perusahaan dimana kita bekerja.
Tetap bersikap baik terhadap mereka silahkan. Tapi tetap menjaga batasan. Selama Anda tidak bergantung dengan mereka, ya sudah, diamkan saja. Karena masalah yang harus dibereskan adalah antara mereka dengan perusahaan, bukan antara Anda dengan mereka. Sayangnya, ada orang-orang yang nggak bisa move on dari rasa sakit hati ini.
Yup, kayu mati. Kayu yang udah mati, kering dan nggak berguna lagi kecuali untuk kayu bakar. Biasanya The dead wood ini melekat di orang-orang yang sudah lama bekerja di satu perusahaan dan di posisi yang itu-itu aja. Sudah bosan setengah mati dengan pekerjaannya, tapi terlalu malas mencari kerjaan baru dan terlalu takut menerima tantangan baru untuk meningkatkan kualitas kerja mereka.
Kenapa saya bilang orang tipe dead wood masuk ketagori pembully? Karena yang udah-udah, mereka tidak maksimal mengerjakan tugasnya, malas luar biasa, jauuuuuh dari kata kreatif. Dan akhirnya, orang lain yang akan kelimpahan pekerjaan mereka. Orang lain yang akan keteteran bekerja untuk menutupi kinerjanya yang buruk daaaaan akhirnya kita pun di-bully dengan ketidakmampuan dia bekerja.
What shoul we do?
Saya pernah berhadapan dengan satu anggota tim yang seperti ini. Akhirnya saya berdiskusi dengan atasan saya. Mulai dari memberi penilaian tahunan yang buruk karena memang yang bersangkutan tidak sanggup bekerja sesuai desc job, hingga ditawarkan pensiun dini. Tapi yang harus diingat adalah tetap mempertahankan sikap santun apalagi jika orang yang kita tegur usianya jauuuuh di atas kita.
Well, bagaimana moms? Apakah kita termasuk di antara 4 tipe pembully di atas? Kalau iya, apakah kita bangga menjadi bagian dari itu? Bagaimana kita bisa mengajarkan anak-anak kita untuk tidak mem-bully, kalau kita sendiri masih menjadi bagian di dalamnya.
Nah, buat mommies yang merasa sebaliknya (alias merasa menjadi korban), padahal setelah instrospeksi diri kita merasa nggak ada kesalahan yang kita buat, ingat saja kalimat ini, at the end, there are some people who always seem angry and continuosly look for conflict. WALK AWAY. The battle they are fighting is not with you. It is with THEMSELVES.
Have a hapy tuesday moms...
PAGES:
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS