Sorry, we couldn't find any article matching ''
Menjadi Ibu Yang Tenang
Saya selalu bermimpi jadi ibu yang baik. Apalagi sejak bergabung dengan Mommies Daily, di mana saya punya akses lebih ke para pakar yang saya harapkan bisa menambah ilmu saya menjadi orangtua. Tapi apakah kenyataan seindah teori-teori yang ada? Apakah kenyataan selalu berhasil jika saya mengikuti hasil seminar?
Yah, sebagian tentu berhasil. Sisanya? Learning by doing...
Ini ada beberapa hal yang saya pelajari untuk menjadi ibu yang tenang (setidaknya dalam versi saya :D )
Membaca itu penting
Membaca, baik untuk diri sendiri atau membaca buku untuk anak banyak sekali manfaatnya. Kebetulan, saya suka sekali membaca. Kalau katanya buku adalah jendela dunia, maka saya mengamininya. Sebagai orangtua, ilmu itu harus tinggiiiii banget! Bayangin, saat anak sakit dan kita nggak tau apa saja isi resep obat dari dokter, apakah anak kita ada alergi terhadap kandungan obat tersebut, dan seterusnya, gimana? Nggak harus jadi anak kedokteran atau farmasi untuk tau ini, lho. Sekarang kan banyak sekali situs-situs untuk bisa mengecek kandungan sebuah obat?
Tak hanya obat-obatan, saya yang anaknya sebentar lagi SD seringkali mendapat pertanyaan yang bikin mikir. Misalnya, “Presiden itu apa, ya, bu?”, di lain waktu dia bertanya, “Jin itu apa? Bedanya dengan manusia apa?”. Nah, kalau nggak banyak baca, yang ada gelagapan dong, saya! Memang sih, banyak hal yang pernah kita pelajari saat sekolah dulu yang mereka tanyakan, tapi saya yakin, banyak juga pelajaran sekolah yang sedikit demi sedikit luntur termakan oleh waktu, haha!
Rajin membacakan buku bersama anak juga jadi salah satu kegiatan yang mempererat hubungan antar anak dan orangtua. Kalau berdasarkan pengalaman saya, membaca bersama anak juga bisa memicu anak untuk segera belajar membaca, lho!
Masalah tidur pun ketika jadi ibu ada triknya. Silakan lihat di halaman berikut ya!
Persis seperti yang tercantum di ‘About us’, bahwa sebelum punya anak jam 10 malam saya baru mulai cari hiburan, sementara sekarang jam 10 malam sudah menutup hari. Saya selalu menyebut diri saya ‘not a morning person’, tapi setelah punya anak, mana bisa? Waktu Langit belum sekolah sih, masih mungkin, ya, agak malam sedikit tidurnya. Tapi ketika Langit sudah mulai sekolah yang masuknya tiap hari, bubar jalan! Mengeloni Langit tidur jam 9 malam, ya saya ikut tidur juga (walaupun sering bangun lagi untuk membukakan pintu saat suami pulang, terus penyakit saya kalau sudah bangun susah lagi tidurnya *sigh*). Karena setiap hari, setelah salat subuh, kalau saya tidur lagi wah bisa gawat darurat hari itu! Haha!
Awalnya, saya masih sok idealis, anak bangun tidur saya juga harus bangun tidur. Begitu juga di akhir pekan. Tapi lama kelamaan, ada hal-hal yang di luar dugaan kan. Misalnya, saya ada pekerjaan sampai larut malam, ngobrol ngalor ngidul sama suami, dan seterusnya, nah saya mulai memaafkan diri sendiri. Akhir pekan, saya izin untuk tidur lebih panjang daripada hari biasa. Kalau nggak gitu, bisa-bisa saya kurang istirahat terus, kan?
Sementara untuk ibu yang baru melahirkan, pasti banyak terima pesan untuk “Tidur saat bayi tidur”, kan? Nah, lakukanlah. Kehamilan lalu persalinan itu menghabiskan tenaga, lho. Ngobrol sama suami untuk berbagi tugas, itu sangat penting!
Pelajaran yang bisa saya petik dari masalah istirahat ini adalah, kita nggak harus megang semuanya sendiri. Idealnya, saat anak tidur kita melakukan pekerjaan rumah kan? Idealnya, saya bangun pagi terus setiap hari kerja dan libur kan? Tapi kalau badan memang lelah, mau diapain? Realistis saja!
Dont sweat small things, misalnya? Baca di halaman selanjutnya ya!
Jangan mikirin hal-hal nggak penting!
Di ulangtahun temannya, anak makan cokelat atau fried chicken padahal sebelumnya belum pernah? Ya sudahlah. Diomongin sama orangtua murid di sekolah anak? Biarlah. Itu tandanya mereka peduli :D. Rumah berantakan sementara mertua mau datang? Ya kalau nggak ada asisten rumah tangga dan si kecil lagi sakit, mau gimana? Apalagi kalau sampai pada masalah di sosial media, duh, nggak banget deh!
Bukan permisif, ya, tapi saya yakin masih banyak sekali hal penting yang harus kita pikirkan dibandingkan masalah kecil seperti itu. Kalau saya pribadi, alih-alih dimasukin ke pikiran, segala hal tersebut justru saya jadikan bahan untuk introspeksi diri.
Kasus anak makan cokelat atau fried chicken? Jika kita masih ingin membatasi anak mengonsumsi makanan tersebut, buat perjanjian dengan anak. Anak saya sudah tau sekali bahwa ia hanya boleh minum Yakult satu kali sehari, hanya boleh makan permen di akhir pekan, cokelat butiran (M&M’s, misalnya) 2 butir maksimal sehari, dan seterusnya.
Kasus diomongin orang lain? Dengarkan apa yang diomongin itu masalah apa, benarkah kita seperti itu? Kalau benar, dan itu kurang tepat dilakukan, ubahlah. Kalau nggak benar? Ya sudah, nggak usah juga bahas ke mana-mana :)
Masalah mertua datang dan rumah berantakan? Ah, saya rasa mertua kita juga bisa mengerti kondisinya. Komunikasikan dengan suami, misalnya “Yah, kamar tamu belum diberesin sementara mama mau datang, kamu pegang Adik dulu ya, aku beresin kamar”. Gitu kan, enak? Daripada berusaha kerjain semua sendiri tapi sambil ngedumel? :D
Kalau sosial media, nah, saya pribadi mikirnya “What happen in social media, stays in social media”, haha! Nggak bisa dipungkiri, sepertinya hampir separuh dari hidup kita dalam sehari saat ini, dipenuhi dengan kehidupan di sosial media. Masalah follow- unfollow, share-unshare, dan seterusnya, bagi saya hanya bagian kecil dari masalah hidup saya sebagai seorang ibu. Masalah itu jauh lebih mudah dibandingkan PR saya harus kasih pendidikan seks pada anak, dibandingkan masalah kesehatan anak, dibandingkan masalah bonding dengan anak, dsb. Ya nggak sih?
Olahraga membuat kita tetap happy! Nggak percaya, lihat di halaman selanjutnya!
Olahraga teratur
Ini bukannya sok sporty spice, haha. Tapi beneran, sejak rutin berolahraga, saya jadi lebih mudah tidur. Itu yang pertama saya rasakan, secara sebelumnya saya sangat susaaaaah kalau mau tidur. Padahal seperti sudah disebut di atas, istirahat itu penting sekali buat tubuh kita, kan.
Olahraga nggak harus nge-gym, lari, atau yoga. Apa saja bisa. Jalan pagi, atau yang paling simple adalah mengikuti video di Youtube atau install aplikasi olahraga. Hal yang terakhir ini yang saya lakukan.
Setiap pagi sebelum mandi atau sebelum tidur, saya mengikuti olahraga yang durasinya hanya 15 menit. Menurut logika saya, nih, dengan rutin berolahraga, aliran darah lebih lancar, hormon endorfin keluar, sehingga kita memulai hari dengan perasaan yang lebih bahagia. Saat perasaan kita bahagia, menghadapi ‘kerusuhan’ rumah tangga dan anak yang cranky juga lebih tenang :)
Slow down
“Rencana kamu banyak amat sih?, kata suami saya kalau saya merencanakan lebih dari 2 kegiatan di akhir pekan.
Kadang-kadang, demi menyenangkan banyak pihak, kita berusaha untuk memenuhi janji dengan banyak orang di hari yang sama. Alih-alih mendapatkan waktu yang menyenangkan bersama si kecil, yang ada malah capek di jalan atau si kecil keburu cranky karena ketemu orang baru terus yang berarti dia harus terus menerus beradaptasi.
Setelah saya pikir, benar juga. Makanya sekarang di akhir pekan biasanya saya hanya keluar rumah 1 kali kalau tidak Sabtu ya Minggu. Keluar pun kami batasi 2 tempat saja, biasanya. Di hari di mana kami nggak ke mana-mana, biasanya kami habiskan waktu di tempat hiburan dekat rumah, berenang, lari sore, ke taman dekat rumah, dsb.
Jangan kebanyakan aturan! Maksudnya? Penjelasan di halaman berikutnya ya!
Kita saja yang dewasa, kalau kebanyakan diatur nggak mau kan? Nah, apalagi anak-anak yang jiwanya masih dipenuhi rasa ingin tahu, penasaran dan keinginan untuk mengeksplorasi segala hal yang ada di depan matanya.
Memiliki aturan sendiri di rumah, menurut saya itu ada perlunya juga. Saya juga punya peraturan kan, untuk masalah makanan apa yang boleh dikonsumsi Langit? Menerapkan aturan, menurut saya harus dibuat berdasarkan persetujuan kedua belah pihak, itu baru adil. Kenapa? Karena saya tidak berminat untuk jadi orangtua yang otoriter, di mana apa kata orangtua selalu benar. Padahal kan, belum tentu ya :D
Jika ada beberapa peraturan secara tak sengaja terlanggar? Balik lagi ke poin ke tiga, jangan dipikirin! Mungkin karena saya dulunya kerja di televisi, saya selalu menganalogikan, “Ya udah, hidup saya kan nggak lagi disiarkan secara langsung di televisi nasional, jadi ada salah-salah dikit ya nggak apa-apa lah!” :D
Kalau nggak salah, kita nggak belajar. Pasti ada rasa kecewa karena kenyataan tak seperti yang kita rencanakan, sih. Coba, pas lagi kecewa, lihat mata anak kemudian peluk dia. Saya yakin, bukan sepenuhnya salah anak, kok :)
Bersyukur
Sering-sering bersyukur adalah salah satu hal yang sering saya lakukan. Bersyukur bangun nggak telat, bersyukur punya anak yang sehat, bersyukur punya suami yang pulang ke rumah, bersyukur punya pekerjaan, dan seterusnya. Satu lagi yang pasti, bersyukur karena masih diberikan kehidupan oleh Yang Maha Kuasa :)
Itu 6 hal yang saya pelajari untuk tetap tenang dan nggak panik dalam menjalani peran sebagai orangtua. Bagaimana dengan Mommies?
PAGES:
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS