Mencari Sekolah Dasar Impian

Elementary Schoolers

nenglita・23 Jan 2014

detail-thumb

Nggak kerasa, salah satu artikel perdana saya di Mommies Daily adalah mengenai pencarian playgroup buat Langit. Dan saat ini, saya sedang menulis tentang pencarian sekolah idaman untuk Langit lagi, tapi di tingkat Sekolah Dasar. Time flies :’)

Baiklah, sekolah impian saya seperti apa ya?

*gambar dari sini

  • Berbahasa Indonesia
  • Ya, belum berubah. Sejak pencarian playgroup dulu, saya berpatokan pada bahasa yang digunakan. Saya prefer sekolah yang berbahasa Indonesia. Kendati di TK Langit saat ini diajari Bahasa Inggris, tapi hanya sebagai tambahan saja.

    Makanya, saya nggak cocok sama sekolah-sekolah yang berembel-embel Cambridge, IB atau International School yang biasanya bilingual atau malah full Bahasa Inggris itu. Nggak nge-judge loh, ya, hanya memang saya merasanya kurang sreg saja.

  • Nggak tes calistung
  • Bukan berarti saya nggak PD sama kemampuan anak, lho *sombong alert*. Alhamdulillah, Langit saat ini sudah lancar baca tanpa saya kursusin atau jadwalin belajarnya. Mungkin memang sudah waktunya saja. Berhitung sudah bisa yang sederhana. Menulis? Wah, ini sih dari umur 4 tahun juga sudah bisa *sombong lagi*

    Tapi saya nggak terima kalau anak usia 6 tahun, harus mengikuti tes akademis untuk masuk Sekolah Dasar. Lah, sekolah sebelumnya saja namanya Taman Kanak-kanak yang kalau lagunya itu “tempat bermain, berteman banyak”, secara logika mereka nggak belajar dong? TK hanya untuk bermain dan bersosialisasi. Lah, kok, masuk Sekolah Dasar-nya harus pake tes akademis? #gasante

  • Metode active learning
  • Ini maksudnya adalah, saya mencari sekolah di mana anak-anak dilibatkan dalam proses belajar. Bukan hanya duduk mendengarkan guru mengajar, melainkan berdiskusi. Memang sih, zaman saya sekolah dulu, yang kebetulan di sekolah digit alias negeri, hanya segelintir guru yang menerapkan konsep ini. Waktu SMA, guru Tata Negara di sekolah saya melakukan hal ini. Beberapa kali ia meminta kami, para murid, melakukan simulasi kasus. Jadi kami praktik ada yang jadi hakim, jaksa, dan seterusnya. Dari situ kami lebih memahami pelajaran dibanding hanya mendengarkan ia bicara.

    Nah, bagi saya, metode ini sangat sesuai untuk anak-anak. Apalagi Sekolah Dasar, ya, di mana mereka masih senang bermain. Belajar sambil bermain pasti menyenangkan. Mengutip kalimat Ibu Elly Risman, “Kalau hati senang, otak mampu menyerap lebih banyak”.

  • Mementingkan budi pekerti
  • Ya, saya lebih mementingkan budi pekerti dibandingkan akademis. Memang sih, bagi kebanyakan orangtua, mungkin memiliki anak yang saat lulus SD sudah hapal Al Quran 30 juz pasti lebih bisa dibanggakan daripada anak yang mau bergantian main atau mengantre saat ambil makan *nyengir*. Tapi bagi saya pribadi, attitude atau budi pekerti sangat penting. Apalagi melihat pergaulan remaja saat ini ya *bergidik*.

  • Lokasi
  • Di daerah rumah saya, sekolah banyaaak banget! Tapi dari sekian kriteria di atas, sudah banyak yang berguguran. Nggak usah semuanya, deh, 2 poin saja, sulit rasanya!

    Lokasi sekolah yang saya impikan adalah, sejalan dengan saya berangkat ke kantor. Egois? Iya, poin ini terdengar sangat egois, karena saya ingin setiap pagi masih mengantar Langit sekolah. Alibi lainnya, kalau letak sekolah berjauhan dengan rumah, kasihan juga, masih SD sudah harus berjibaku dengan kemacetan. Bangun harus lebih pagi, yang berarti mengurangi waktu istirahatnya, belum lagi diburu-buru sebelum berangkat yang berarti berisiko mengurangi tingkat kesabaran saya plus jadi nggak bisa melatih kemandirian anak yang butuh kesabaran tingkat tinggi itu.

  • Biaya
  • Tentu ini sangat penting juga, mengingat banyak sekolah yang biayanya lebih mahal saat saya kuliah (sampai selesai!). Apakah sekolah mahal sudah pasti bagus? Eh, sebentar, bagus sudah pasti, tapi apakah sesuai dengan yang kita inginkan?

    Penginnya, sih, dengan semua kriteria di atas, biayanya juga nggak bikin kantong bolong.

    Kelihatannya nggak neko-neko kan, sekolah impian saya buat Langit? Masih realistis, kan, ya? Saya nggak memandang gurunya lulusan luar negeri atau bukan, toilet ada berapa, gedung dan fasilitas mentereng, serta berapa piala yang dihasilkan oleh sekolah tersebut.

    Sebentar lagi tahun ajaran baru, dan saya masih terus mencari sekolah impian yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sejauh ini, sudah ada sebenarnya sekolah yang memenuhi 5 dari 6 poin, sayangnya, poin yang nggak dipenuhi itu di masalah harga yang ternyata sedikit di atas budget saya dan suami. LOL.

    Kalau mau nyontek, sekolah impian saya buat anak itu mirip sama sekolah masa kecilnya Toto-Chan. Ada nggak ya?