Sorry, we couldn't find any article matching ''
"Me Time" Tanpa Rasa Bersalah
Sebagai penyandang titel ibu bekerja, memilah-milah waktu dengan cermat adalah “makanan” sehari-hari saya. Bukan saja untuk mengejar waktu berkualitas dengan anak, tapi juga untuk menyediakan waktu berkualitas dengan diri sendiri, atau lazim disebut "me time.” Kalau diumpamakan, “me time” bagi saya terasa seperti oase di tengah gurun pasir: hal itu sangat saya butuhkan, tapi juga sulit untuk 'ditemukan.'
Setelah bekerja selama lima hari dalam seminggu, waktu pekan menjadi waktu yang paling ideal untuk mengejar 'ketertinggalan' dalam relasi saya dengan keluarga. Kadang menyusun rencana (atau angan-angan) untuk diwujudkan saat akhir pekan mampu memberikan suntikan semangat bagi saya menjalani rutinitas pada hari kerja. Jujur, sebenarnya saya ingin sekali meluangkan waktu khusus untuk diri saya sendiri. Melakukan hal-hal yang melibatkan hanya ketertarikan dan kepentingan saya. Tapi seperti tadi telah tertuang, rasanya sulit sekali mewujudkan waktu khusus itu tanpa rasa bersalah.
Karenanya saya bertanya, apa mungkin saya, kita, para ibu, merasakan yang namanya “me time” tanpa rasa bersalah?
Ibu bekerja ingin meluangkan sebanyak mungkin waktu dengan anak-anaknya.
Ibu yang sedang memberikan asi ekslusif terus-terusan "diganduli" si anak :))
Ibu yang "multitasker," mengurusi tidak hanya well-being keluarganya, tapi juga bisnis pribadi.
Setelah membaca ke sana dank e mari, saya jadi tahu, bahwa kodrat pertempuan yang multi-fungsi itu, justru membuat kita perlu menyeimbangkan peran dan identitas diri melalui “me time”.
“Me time” diperlukan agar kita bisa menikmati peran sebagai ibu.
“Me time” diperlukan untuk mengisi ulang dan memperbarui semangat.
“Me time” juga menjadi cara kita mencontohkan perilaku baik terhadap diri sendiri kepada anak-anak kita. Bahwa kita tahu kapan harus mengambil jeda, bahwa kita perlu memanjakan jiwa dengan melakukan hobi, dan pentingnya mengejar mimpi pribadi.
Banyaknya peran yang kita sebagai perempuan genggam, kadang membuat kita merasa egois dan bahkan tidak bertanggung jawab jika mengakui dengan lantang bahwa kita perlu waktu untuk diri sendiri. Padahal, “me time” adalah cara kita mencapai keseimbangan identitas, bahwa kita bukan sekedar ibu, tapi juga individu.
“Me time” tanpa rasa bersalah dapat dicapai dengan mengingatkan diri bahwa kita tetaplah ibu yang baik meski melakukan hal-hal tanpa bersama anak kita.
Dan ternyata, seberapa efektif 'pengobatan' “me time” terhadap jiwa dan semangat kita, tidak ditentukan oleh seberapa lama waktu yang perlu dihabiskan.
Jika kita hanya punya lima menit: make good use of good song(s). Saya biasanya memilih lagu favorit saya di ipod untuk disetel pada perjalanan menjemput anak ke daycare (yang waktu tempuhnya hanya, ya, lima menit).
Jika punya waktu kurang dari setengah jam: mungkin waktu luang ini bisa digunakan untuk berkomunikasi, lewat chat atau phonecall dengan teman, atau malah lewat ibadah kepada Sang Pencipta :D
Jika punya satu sampai dua jam (perhatikan saya tidak menyelipkan kata "hanya"): ini bisa disebut rejeki nomplok :D Kita bisa memanjakan badan lewat nyalon, atau massage. Bisa juga lewat olahraga bagi yang ingin. Atau memanjakan pikiran dengan membaca buku favorit. Atau memanjakan jiwa lewat melakukan hobi, atau lewat kencan makan siang dengan sahabat.
Jadi, sepertinya saya perlu mulai menjadwalkan waktu istimewa untuk "kencan" dengan diri sendiri. Tidak perlu merasa bersalah, karena manfaatnya bukan hanya akan dirasakan diri kita, tapi juga oleh mereka yang kita sayangi dan kerap prioritaskan.
Apa Mommies sudah punya ide akan punya “me time” seperti apa? Atau justru ingin curhat susahnya meraih “me time” setelah menjadi ibu? Siapa tahu ada Mommies yang punya pengalaman dan kiat mewujudkan “me time” dengan cara tidak terduga. Please do share :)
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS