
Beda gender, beda juga cara ayah mengasuh. Cari tahu apa kata penelitian tentang pola asuh ayah dan efeknya buat perkembangan anak.
Mommies, pernah nggak, sih, memperhatikan bahwa pasangan kita mungkin bersikap berbeda ketika mendidik anak laki-laki dibanding anak perempuan? Ternyata, beda perlakuan ini bukan cuma karena stereotip “anak laki-laki harus kuat” atau “anak perempuan harus sopan” — ada bukti ilmiah bahwa pola asuh ayah bisa memang sangat berbeda berdasarkan gender anak, dan ini punya dampak jangka panjang.
BACA JUGA: 5 Kesalahan Ayah yang Bikin Susah Dekat dengan Anak, Para Ayah Harus Tahu!

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam pengasuhan anak, ayah cenderung menggunakan gaya otoriter (authoritarian) ketika mengasuh anak laki-laki, sementara gaya berwibawa tapi hangat (authoritative) lebih sering diterapkan pada anak perempuan. Dalam pola otoriter, kontrol tinggi tetapi kehangatan kurang; sedangkan authoritative menggabungkan aturan dengan empati dan diskusi.
Selain itu, studi neuroimaging (fMRI) juga menemukan bahwa otak ayah merespons wajah anak mereka secara berbeda tergantung gender anak tersebut.
Misalnya, ayah dengan anak perempuan lebih sensitif terhadap ekspresi emosi sedih, dan lebih sering menggunakan kata-kata terkait emosi dan tubuh dalam berbicara.
Sementara itu, dengan anak laki-laki, ayah lebih sering melakukan rough-and-tumble play (permainan fisik), berbicara soal prestasi, dan menggunakan kata-kata kompetitif seperti “menang” atau “bangga.”
Diana Baumrind, psikolog perkembangan terkenal, pernah menyebut bahwa gaya pengasuhan authoritative (bergaya wibawa) adalah salah satu yang paling efektif karena menggabungkan kontrol dengan kehangatan. Dia percaya bahwa disiplin tanpa empati (gaya otoriter) bisa membuat anak patuh, tapi tidak selalu membangun rasa percaya diri atau keterampilan berpikir mandiri.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh James K. Rilling (Emory University) memberikan bukti bahwa interaksi ayah-anak sangat dipengaruhi oleh gender: ayah merespons lebih emosional dan hangat pada anak perempuan, sementara pada anak laki-laki lebih berfokus pada prestasi dan permainan fisik.
Perbedaan ini bukan cuma soal gaya ayah, tetapi bisa membentuk kepribadian, rasa percaya diri, dan hubungan sosial anak di masa depan. Misalnya, kalau ayah lebih otoriter ke anak laki-laki, anak bisa tumbuh dengan rasa disiplin dan kemandirian; tapi jika terlalu keras tanpa kehangatan, bisa muncul tekanan emosional. Sementara pada anak perempuan, pola asuh yang hangat + komunikatif bisa mendorong rasa dihargai, pengakuan emosional, dan kemampuan untuk mengekspresikan perasaan.
Menurut sebuah penelitian, ayah yang terlibat (engaged) secara emosional dengan anak perempuan bisa mendukung kesehatan mental mereka di masa depan.
Sementara itu, keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak laki-laki — terutama melalui disiplin dan aturan — sangat berpengaruh terhadap perilaku di sekolah dan karakter tanggung jawab. Dr. Robert Brooks, psikolog klinis dan pengajar di Harvard Medical School, mengatakan bahwa penting bagi orang tua, termasuk ayah, untuk “menerima anak mereka apa adanya” — bukan menerapkan harapan ideal yang mungkin tidak realistis.
Menurut Brooks, ketika ayah menegakkan aturan, dia juga harus memberi ruang bagi anak untuk mengeksplorasi jati diri mereka, termasuk perbedaan gender.
Anak laki-laki: Otoriter, permainan fisik, pembicaraan prestasi.
+ Tanggung jawab, kemandirian
– Risiko kontrol berlebihan, kurang empati
Anak Perempuan: Authoritative, responsif, emosional, komunikasi, tubuh dan perasaan
+ Rasa dihargai, keterampilan ekspresi emosi
– Risiko protektif berlebihan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan ayah mungkin berlaku berbeda terhadap anak laki-laki dan perempuan:
Banyak ayah dibesarkan dengan stereotip “anak laki-laki harus kuat, kompetitif” dan “anak perempuan lembut, emosional.” Sadar atau tidak, ekspektasi ini bisa diteruskan dalam cara pengasuhan.
Seperti penelitian fMRI menyebutkan, otak ayah merespons ekspresi wajah anak berbeda berdasarkan gender. Ini artinya tidak hanya perilaku, tapi sirkuit otak ayah juga bisa “berbeda mode” ketika menghadapi anak laki-laki vs anak perempuan.
Ayah mungkin merasa lebih “aman” menggunakan kontrol keras pada anak laki-laki agar ia tumbuh tangguh, sedangkan dengan anak perempuan, ayah mungkin lebih ingin menjalin kedekatan emosional, mendiskusikan perasaan, dan membangun ikatan yang lebih hangat.
Sebagai orang tua, penting untuk menyadari bahwa perbedaan pola asuh bukanlah hal yang salah, tapi tetap bisa punya konsekuensi. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan agar gaya parenting ayah (dan pola asuh bersama-sama) lebih seimbang dan positif:
Perbedaan cara pengasuhan ayah terhadap anak laki-laki dan perempuan merupakan hal yang nyata dan didukung penelitian. Namun yang paling penting bukanlah menilai mana yang lebih baik, melainkan menyadari pola-pola ini agar kita bisa menciptakan lingkungan pengasuhan yang sehat, empatik, dan mendukung perkembangan positif anak, apa pun gendernya.
BACA JUGA: Fakta Tentang Dad Burnout yang Sering Diabaikan: Kenali Tanda dan Cara Mengatasinya
Cover: Freepik