banner-detik
PARENTING & KIDS

7 Masalah Tumbuh Kembang Anak yang Paling Sering Ditemui

author

Sisca Christinain 3 hours

7 Masalah Tumbuh Kembang Anak yang Paling Sering Ditemui

Dari bayi hingga remaja, ini masalah tumbuh kembang anak yang suka bikin orang tua bingung atau khawatir, perlu konsultasi ke dokter, nggak ya?

Di setiap tahapan tumbuh kembang anak, adaaaaa aja yang bikin dag dig dug. Mulai bayi, orang tua baru tak jarang panik ketika berat badan bayi susah naik. Lanjut tahap balita, orang tua langsung alert ketika anak bicaranya belum lancar atau motoriknya belum berkembang sesuai usia. Saat remaja, kok tubuh anak lebih pendek dari teman-temannya; dan, seterusnya.

Tapi tenang, mommies tak sendiri. Wajar jika orang tua punya kekhawatiran tentang tumbuh kembang anak. Sebab, kita ingin anak tumbuh dan berkembang dengan optimal. Itulah pentingnya ada indikator tumbuh kembang anak yang membuat orang tua bisa memantau dan memastikan tumbuh kembang anak ada di grafik yang sesuai usianya.

Namun, orang tua juga perlu peka dan responsif. Apabila tumbuh kembang anak dirasa ada yang tidak wajar  atau mengalami keterlambatan, berkonsultasilah dengan dokter. Sambil, perbaiki gizi dan optimalkan stimulasi yang anak butuhkan.

Setidaknya, ini masalah tumbuh kembang anak yang paling sering ditemui.

Beberapa Masalah Tumbuh Kembang Anak yang Perlu Diwaspadai Orang Tua

1. Masalah tumbuh kembang paling umum: stunting dan malnutrisi

Menurut Prof. Dr. Dr. Rini Sekartini, Sp, A (K) Dokter Spesialis Anak sekaligus konsultan tumbuh kembang pediatri sosial seperti dilansir dari Wanita Indonesia, Indonesia masih mengalami masalah stunting (pertumbuhan tinggi badan terhambat karena kurang gizi), wasting (gizi kurang atau gizi buruk akut) dan underweight (berat badan di bawah rata-rata seusia anak). Menurut survei Status Gizi Indonesia 2022, 1 dari 5 anak Indonesia mengalami stunting dan 1 dari 12 anak mengalami wasting.

Selain tiga masalah di atas, belakangan sering muncul juga obesitas pada anak-anak sebagai akibat dari masalah nutrisi. Kekurangan gizi bisa memengaruhi potensi pertumbuhan optimal fisik dan kecerdasan anak, sementara obesitas bisa meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit kronis kelak anak dewasa.

2. Gangguan bicara dan bahasa

Speech delay juga termasuk masalah tumbuh kembang yang serint ditemui pada balita. Penyebabnya antara lain gangguan saraf pada otak, gangguan pendengaran, gangguan mulut seperti bibir sumbing, hingga kurangnya stimulasi dan terlalu banyak menonton gadget. Sebetulnya, gangguan bicara dan bahasa pada anak dapat terdeteksi sejak bayi.

masalah tumbuh kembang

Foto: Image by freepik

Seperti dilansir dari situs Eka Hospital, apabila bayi usia 3-4 bulan belum bisa mengoceh (babbling), usia 6-7 bulan belum menoleh ketika dipanggil namanya, usia 1 tahun belum bisa mengucapkan satu kata pun, dan di usia 2 tahun belum bisa berbicara setidaknya 15 kata, hanya bisa meniru ucapan dan belum tampak mampu berkomunikasi, maka anak diwaspdai menunjukkan ciri-ciri speech delay. Oleh karena itu, orang tua wajib memantau perkembangan bahasa anak sejak bayi, bukan tunggu anak besar.

3. Masalah tumbuh kembang motorik

Ini sering juga disebut Gangguan Perkembangan Koordinasi. Ini bukan hanya terjadi pada balita, lho. Bahkan, beberapa kasus baru tampak jelas di saat anak sudah bersekolah, barulah diketahui bahwa anak nggak mendapat stimulasi motorik cukup saat balita. Tandanya antara lain gerak tubuh anak kaku, tidak luwes, sulit menjaga keseimbangan, mudah jatuh, jalan berjinjit, enggan beraktivitas fisik, tulisan anak tidak rapi (karena koordinasi motorik halus terganggu) atau malah anak menjadi super aktif, karena dia belum mampu mengendalikan atau mengoordinasikan tubuhnya.

IDAI menyoroti kasus GPK yang secara awam juga sering disebut clumsy child atau anak lamban ini sebagai gangguan yang perlu ditindaklanjuti guru dan orang tua. Dampaknya, anak bisa menjadi obesitas karena enggan beraktivitas fisik, prestasi akademik menurun atau rendah akibat tulisan yang jelek dan lamban sehingga gagal dalam ujian, kurang mandiri dan berisiko terjadi kecelakaan (menjatuhkan barang, dan lain-lain). Gangguan ini juga bisa berdampak pada perkembangan perilaku, emosional dan sosial anak.

4. Gangguan sosial dan emosional

Mulai bayi hingga remaja, gangguan yang satu ini sangat mungkin terjadi pada anak. Pada bayi, ciri umumnya yaitu bayi tidak merespon/tersenyum/memperhatikan wajah orang, tidak senang diajak bermain, tidak tertarik pada orang tua, dan tidak merespon saat dipanggil. Sementara pada anak usia sekolah, ciri yang tampak yaitu mudah marah, agresif, tidak suka bekerja sama, sulit berteman atau cenderung tidak mau berteman.

masalah tumbuh kembang

Foto: Image by 8photo on Freepik

Pada remaja, gangguan sosial dan emosional akan semakin kompleks. Ini mencakup berbagai masalah seperti kecemasan, depresi, dan kesulitan mengendalikan emosi, menarik diri dari lingkungan, hingga mengalami krisis identitas dan tekanan mental. Orang tua perlu mencermati apabila anak menunjukkan perubahan perilaku hingga prestasi menurun hingga mengalami gangguan makan dan perubahan fisik, ajaklah anak bercerita, atau konsultasikan ke psikolog apabila gejala tampak berat.

Baca juga: 7 Cara Membesarkan Anak dengan Kecerdasan Emosional dan Tips Menstimulasinya menurut Pakar

5. Masalah perkembangan kognitif

Pada bayi, gangguan ini misalnya ditandai dengan belum merespon atau mencari sumber suara, kurang tertarik pada objek atau benda-benda, gerak mata belum mengikuti objek, dan seterusnya. Sementara pada balita dan anak-anak, biasanya tampak ketika anak tidak bisa mengikuti instruksi sederhana, kemampuan mengingat yang buruk dan sulit fokus.

Pada remaja yang mengalami gangguan kognitif, biasanya tercermin dari kemampuan berpikir logis, mencerna informasi dan memecahkan masalah.

6. Gangguan belajar

Anak dengan gangguan kognitif dapat mengalami gangguan belajar karena kesulitan-kesulitan yang anak alami pada kemampuan berpikirnya. Namun, tidak semua anak dengan gangguan kognitif, akan mengalami gangguan belajar yang sama.

Gangguan belajar yang dapat terjadi pada anak-anak antara lain:

  • Disleksia: gangguan terkait kemampuan menulis membaca dan mengeja
  • Diskalkulasia: gangguan terkait kemampuan berhitung
  • Dispraksia: gangguan yang memengaruhi koordinasi motorik dan gerakan
  • Gangguan belajar non verbal, yaitu gangguan di mana anak tidak memahami bahasa tubuh, ekspresi wajah dan isyarat.
  • dan lain-lain.

7. Pubertas dini atau tertunda pada remaja

Saat anak memasuki pra remaja, biasanya tinggi badan anak mulai tumbuh pesat, dan terjadi perubahan fisik tanda menuju pubertas. Namun, terkadang kita khawatir ketika anak kita lebih pendek dari teman-teman sebayanya. Apakah ini normal?

Foto: Image by freepik

Mommies jangan gusar dulu, sebab mungkin saja anak belum memasuki masa pubertasnya. Pubertas pada anak perempuan terjadi antara usia 8-13 tahun, sementara pada anak laki-laki terjadi antara usia 9-14 tahun. Ketika anak perempuan mengalami pubertas sebelum 8 tahun dan anak laki-laki sebelum 9 tahun, artinya mereka mengalami pubertas dini.

Menurut dr. Aditya Suryansyah, SpAK Subspesialis Endokrinologi, ketika anak mengalami pubertas dini, memang pertumbuhan lebih cepat terjadi, namun pertumbuhan tulang juga lebih cepat menutup. Oleh karena itu pubertas dini harus dicari tahu faktor pencetusnya dan ditangani.

Sementara, apabila anak perempuan usia di atas 13 tahun dan anak laki-laki usia di atas 14 tahun belum mengalami tanda-tanda fisik yang menunjukkan pematangan seksual, maka dianggap mengalami pubertas tertunda. Diperlukan konsultasi dengan dokter anak yang menangani pertumbuhan hormon, untuk melakukan intervensi yang dibutuhkan anak.

Baca juga: Mengenal Mental Load Remaja Gen Z: FOMO, Burnout dan Kecemasan, Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua?

Cover: Image by creativeart on Freepik

Share Article

author

Sisca Christina

Ibu dua anak yang berprofesi sebagai digital nomad, yang juga suka menulis. Punya prinsip: antara mengasuh anak, bekerja dan melakukan hobi, harus seimbang.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan