banner-detik
PARENTING & KIDS

Viral Pernikahan Anak SMP dan SMK di Lombok Tengah, Ini 5 Faktanya!

author

Katharina Menge2 days ago

Viral Pernikahan Anak SMP dan SMK di Lombok Tengah, Ini 5 Faktanya!

Pernikahan dini kembali jadi sorotan usai viralnya kasus anak SMP dan SMK di Lombok Tengah. Simak fakta lengkap di artikel ini.

Belakangan ini, media sosial ramai memperbincangkan video iring-iringan pernikahan dua remaja di Lombok Tengah. Yang bikin miris, Mommies, pasangan pengantin tersebut ternyata masih duduk di bangku SMP dan SMK. Usia mereka bahkan belum genap 17 tahun. Reaksi publik pun beragam, mulai dari yang mempertanyakan di mana peran orangtua, sampai yang menyayangkan betapa tradisi masih sering dijadikan alasan untuk menikahkan anak di bawah umur. Padahal, pernikahan itu bukan cuma soal seremoni adat atau pesta, tapi soal kesiapan mental, fisik, dan tanggung jawab besar—yang jelas belum bisa diemban anak-anak seusia mereka.

Kasus ini membuka lagi diskusi yang penting banget untuk kita sebagai orangtua: kapan sih usia ideal untuk menikah? Dan sebelum sampai ke sana, ilmu apa saja yang wajib dibekalkan ke anak—baik laki-laki maupun perempuan—sebelum mereka siap membina rumah tangga? Yuk, Mommies, kita bahas bareng-bareng, dimulai dari fakta-fakta terbaru soal kasus ini.

BACA JUGA: Heboh Larangan Menikah Sabtu Minggu Mulai 2025, Ini Klarifikasi Kemenag!

5 Fakta Kasus Pernikahan Anak di Lombok Tengah

Foto: Detik

Ketahui fakta lebih dalam tentang kasus pernikahan dini yang tengah viral ini.

1. Pasangan pengantin masih di bawah umur dan masih sekolah

Pasangan ini diketahui adalah siswa kelas 3 SMP dan kelas 2 SMK di Lombok Tengah. Usia mereka masih 15 dan 16 tahun. Pernikahan mereka disebut dilakukan secara adat melalui prosesi merariq (pernikahan adat Sasak) yang dilanjutkan dengan nyongkolan (arak-arakan pengantin pria ke rumah mempelai perempuan).

2. Pernikahan terjadi karena praktik “Merariq” atau penculikan adat

Dalam tradisi Sasak, praktik merariq biasanya dilakukan dengan cara ‘membawa lari’ perempuan oleh laki-laki sebagai bagian dari proses lamaran adat. Dalam kasus ini, si anak perempuan ‘dibawa’ duluan oleh anak laki-laki, lalu beberapa hari kemudian dinikahkan dengan alasan “sudah terlanjur”.

3. Video viral di media sosial memicu penyelidikan polisi

Video iring-iringan pengantin yang diunggah ke TikTok dan Facebook menjadi viral. Warganet pun mempertanyakan usia pengantin karena tampak sangat muda. Dari sana, kepolisian turun tangan untuk menyelidiki peristiwa tersebut.

4. Orangtua dan kepala dusun dipolisikan

Kapolres Lombok Tengah menyatakan bahwa orangtua dari kedua belah pihak, kepala dusun, tokoh adat, dan penghulu yang ikut menikahkan sudah diperiksa oleh polisi. Proses hukum sedang berjalan karena ada dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU Perkawinan, yang menyebut usia minimal menikah adalah 19 tahun.

5. KPAI desak sanksi tegas dan edukasi adat direformasi

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan peristiwa ini dan meminta aparat memberikan sanksi tegas kepada pihak yang terlibat. Mereka menegaskan bahwa adat tidak bisa jadi pembenaran atas pelanggaran hukum dan hak anak. KPAI juga menyoroti pentingnya edukasi budaya agar praktik adat tidak menyakiti anak-anak.

Usia Ideal Menikah

Mommies mungkin bertanya-tanya, “Kalau nggak boleh nikah muda, terus idealnya kapan dong?”

Menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia, usia minimal menikah adalah 19 tahun, baik untuk perempuan maupun laki-laki. Tapi kalau menurut para psikolog dan ahli kesehatan, usia ideal menikah itu biasanya di kisaran 25 tahun ke atas, karena di usia itu seseorang dianggap sudah lebih matang secara emosi, mental, dan finansial.

“Usia ideal untuk menikah, dengan kemungkinan perceraian paling kecil dalam lima tahun pertama, adalah 28 hingga 32 tahun,” kata Carrie Krawiec, terapis perkawinan dan keluarga di Birmingham Maple Clinic di Troy, Michigan, dikutip dari Washington Wedding Day. “Disebut ‘teori Goldilocks,’ idenya adalah bahwa orang-orang pada usia ini tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.”

Krawiec menjelaskan bahwa orang-orang seharusnya “cukup dewasa” untuk memahami perbedaan antara kecocokan sejati dan cinta monyet, tetapi “cukup muda” sehingga mereka masih belum punya ‘pakem’ kebiasaan dan gaya hidup sehingga bisa melakukan penyesuaian.

Ilmu Dasar yang Wajib Dimiliki Sebelum Menikah

Sebelum anak-anak kita berpikir soal pernikahan, apalagi menjalaninya, ada beberapa ilmu dasar yang penting banget mereka kuasai terlebih dahulu. Mommies jadi salah satu orang yang harus mengajarkannya.

1. Ilmu Parenting Dasar

Banyak yang mengira parenting baru dipelajari setelah punya anak. Padahal, bekal ini penting banget diketahui sejak awal. Misalnya, soal tahapan perkembangan anak, cara mendidik, dan membangun komunikasi yang sehat dalam keluarga.

2. Manajemen Emosi dan Konflik

Dalam rumah tangga pasti akan ada konflik. Anak-anak harus belajar dulu bagaimana mengelola emosi dan menyelesaikan masalah tanpa kekerasan atau kabur dari tanggung jawab.

3. Kesiapan Finansial

Menikah butuh biaya, dan membangun keluarga bukan hal murah. Anak-anak perlu belajar cara mengatur keuangan, menabung, dan membedakan kebutuhan dan keinginan.

4. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Ini penting untuk mencegah kehamilan berisiko dan memastikan pasangan tahu cara menjaga kesehatan diri dan pasangannya, terutama saat masa kehamilan.

5. Komunikasi Sehat

Belajar mendengar, menyampaikan pendapat tanpa menyakiti, dan berani bicara ketika ada masalah itu penting. Tanpa ini, rumah tangga rentan konflik yang berlarut-larut.

Foto: Freepik

Mommies, tradisi “kalau sudah diculik, berarti harus dinikahkan” ini sebenarnya bagian dari adat lama yang dulu mungkin punya konteks sendiri. Namun zaman sudah berubah. Ketika anak perempuan “diculik” dan akhirnya dipaksa menjalani pernikahan dini maka itu bisa menimbulkan trauma, ketakutan, dan rasa tidak aman terhadap tubuh dan pilihannya sendiri.

Anak belum punya kapasitas untuk bilang “tidak”, apalagi kalau lingkungan mendukung praktik ini. Akhirnya, mereka terjebak dalam siklus kekerasan dan putus sekolah. Menurut data BKKBN, anak yang menikah dini cenderung lebih tinggi risikonya mengalami KDRT dan kemiskinan. Selain itu, data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa pernikahan dini lebih banyak terjadi pada perempuan dari rumah tangga miskin, yang berpotensi menyebabkan kemiskinan antar generasi.

Mommies, sebagai orangtua, kita punya peran besar dalam menjaga anak-anak agar tidak kehilangan masa kecil dan masa depan mereka. Mari sama-sama edukasi anak kita, kenalkan soal pernikahan bukan dari sisi romantisnya saja, tetapi juga dari sisi tanggung jawab dan bekalnya.

Karena menikah itu bukan “main rumah-rumahan” tapi butuh kesiapan lahir dan batin. Dan sebagai orangtua, kita adalah benteng pertama untuk memastikan anak-anak kita tumbuh dengan pilihan yang sehat dan penuh cinta.

BACA JUGA: Terungkap! 8 Alasan Mengapa Menikah itu Susah, Tidak Semudah yang Dibayangkan

Cover: Freepik

Share Article

author

Katharina Menge

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan