Fenomena konten anomali ramai ditonton anak-anak di media sosial. Apa bahaya dan dampaknya? Serta bagaimana ciri-ciri tontonan animasi yang baik untuk anak?
Media sosial khususnya TikTok sedang diramaikan dengan konten “anomali”. Konten ini menjadi viral karena unik dan menampilkan gabungan karakter manusia, hewan, benda, bahkan minuman. Istilah anomali sendiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak seperti yang pernah ada, penyimpangan dari yang sudah ada, penyimpangan atau kelainan.
Dalam fenomena ini, karakter anomali merupakan karakter-karakter rekaan AI (Artificial Intelligence) dengan wujud yang tidak lazim dan tidak mengikuti pola visual atau logika yang biasa diterima. Fenomena karakter anomali ini bermula dari tren internasional bernama “Italia Brain Rot” pada Januari 2025 dari seorang pengguna TikTok dengan username @eZburger401 yang saat ini akunnya sudah di-banned.
Akun tersebut mengunggah video dengan karakter anomali hiu dengan sepatu Nike yang diberi nama Tralalero Tralala. Lalu ada juga Ballerina Cappucina dan Cappucino Assasina. Meme anomali tersebut juga disertai suara AI dengan bahasa Italia yang menyanyikan lirik tidak jelas dan humor tidak masuk akal.
Tersebar sangat cepat di media sosial, meme anomali juga diadaptasi ke dalam karakter lokal di Indonesia dan pertama kali diunggah akun TikTok @noxaasht. Contohnya seperti karakter Tung Tung Tung Sahur, meme anomali berupa kentungan berbentuk manusia yang memiliki kaki dan tangan yang bertugas untuk membangunkan sahur. Dan masih banyak karakter anomali lainnya.
BACA JUGA: 9 Cara Memanfaatkan Teknologi AI Seperti ChatGPT agar Anak Tidak Malas Berpikir
Konten anomali ini sangat diminati terutama oleh generasi Alpha karena dianggap lucu, menarik perhatian secara instan, dan memicu rasa penasaran. Dengan bentuk karakter yang anomali tersebut, banyak orangtua yang merasa khawatir terhadap dampak negatif dari konten anomali ini. Apalagi, dengan istilah “brain rot” yang dikaitkan dengan konsumsi konten dangkal secara berlebihan.
Brain rot, yang terpilih sebagai Oxford Word of the Year 2024, didefinisikan sebagai dugaan penurunan kondisi mental atau intelektual seseorang, terutama akibat konsumsi berlebihan materi (khususnya konten daring) yang dianggap remeh atau tidak menantang. Istilah ini menggambarkan kekhawatiran terhadap dampak negatif dari terlalu banyak menghabiskan waktu untuk konten digital berkualitas rendah, terutama di media sosial.
Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, menjelaskan, “Tayangan ini tidak ada unsur edukasinya, tapi mungkin terlihat menarik karena unsur visual dan audionya. Risikonya membuat anak hanya menyerap saja tanpa ada proses berpikir lebih lanjut. Anak jadi berisiko mengalami brainrot seperti penurunan fungsi kognitif seperti konsentrasi menurun, malas berpikir kritis, memori menurun.”
Tidak hanya itu, konten anomali AI ini juga bisa menyebabkan anak terikat secara emosional yang tidak sehat dan mengganggu interaksi sosial di dunia nyata. Jika tidak diawasi oleh orangtua, anak-anak juga berisiko terpapar konten negatif atau tidak sesuai usia melalui platform yang menyebarkan anomali AI dan akun-akun serupa lainnya.
Lalu, bagaimana bila anak sudah terlanjur terpapar konten anomali AI ini dan apa yang harus orangtua lakukan? Psikolog Vera menyampaikan, “Stop segera, cari alternatif tontotan yang edukatif atau lebih baik lagi, dan cari alternatif kegiatan gadget free.”
Orangtua harus tahu bagaimana jenis tontonan animasi yang baik bagi kecerdasan otak dan emosional anak. Beberapa ciri yang wajib diperhatikan dari tontonan animasi anak meliputi:
Cerita dalam animasi harus sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembangan emosional penonton target. Untuk anak-anak, alur cerita sebaiknya sederhana, mudah diikuti, dan mengandung pesan yang positif.
Untuk balita (1-2 tahun), pilih animasi dengan gambar yang sederhana, seperti bola yang bergerak, atau huruf alfabet yang bergerak. Untuk anak usia 2-4 tahun, pilih animasi yang dapat mengajarkan alfabet, angka, kosa kata baru, atau nama hewan.
Menggunakan warna-warna cerah, gerakan dinamis dan halus, serta desain karakter yang unik dan bervariasi sehingga dapat menarik perhatian anak.
Efek suara dan musik yang sesuai juga berperan penting dalam menciptakan pengalaman menonton yang menarik dan tidak membosanan. Kemudian, durasi yang lebih singkat dan cerita yang sederhana dapat menjaga minat anak tetap tinggi.
Animasi dapat mendorong anak untuk mengembangkan ide-ide mereka dan mewujudkannya dalam bentuk cerita, karakter, dan latar.
Animasi yang baik mengandung nilai-nilai positif seperti kejujuran, kerja sama, keberanian, empati, dan tanggung jawab. Pesan moral harus mudah dipahami dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari anak. Hindari
Hindari tontonan yang menampilkan kekerasan atau konten yang tidak pantas, karena dapat memengaruhi perilaku dan perkembangan anak. Pilih animasi yang fokus pada nilai-nilai positif dan cerita yang aman.
BACA JUGA: 4 Cara Jitu Bikin Anak Ketagihan Baca Buku Sejak Kecil, Kata Psikolog
Dengan memperhatikan ciri-ciri ini, orangtua dapat memilih tontonan animasi yang tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan manfaat positif bagi perkembangan anak-anak. Pendampingan saat menonton juga tetap penting untuk memberikan konteks dan pemahaman yang lebih baik.
Cover: Antoni Shkraba Studio on Pexels