Kelakuan balita seringkali menguji kesabaran. Alih-alih frustrasi, mari cari tahu apa aja masalah perilaku yang sering terjadi di usia ini.
Mengamuk, memukul, menggigit, menjerit. Kita pasti sering, minimal pernah melihat anak balita melakukan salah satu perilaku tadi. Memang bisa bikin frustrasi, tapi itu semua hal yang normal terjadi pada balita.
Normal bukan berarti perilaku-perilaku itu nggak bisa dicegah dan boleh dibiarkan. Orang tua harus bisa mengendalikan situasi dan mengajari anak perilaku yang baik.
BACA JUGA: Waspada! Ini 5 Penyebab Masalah Belajar pada Balita Menurut Psikolog
Masing-masing keluarga punya pandangan berbeda mengenai masalah perilaku balita yang berterima dan yang tidak. Namun pada umumnya beberapa perilaku di bawah ini akan dianggap sangat menjengkelkan:
Kabar baiknya, masalah perilaku pada balita umumnya punya ‘masa kedaluwarsa’. “Untuk yang bawaan karakter usia, biasanya akan menghilang seiring dengan bertambahnya usia dan penanganan yang tepat. Tantrum biasanya mulai berkurang menjelang usia 6 tahun ketika anak sudah lebih mahir mengekspresikan emosi secara verbal,” jelas Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi, Psikolog Klinis Anak dan Remaja
Seringkali anak berperilaku buruk sebagai respon terhadap perasaan cemas, marah, atau frustrasi dan mereka belum paham caranya memproses perasaan-perasaan tersebut.
Anak-anak butuh perhatian dari orang tua dan pengasuhnya. Perhatian orang tua dalam kadar yang pas akan membuat anak merasa aman dan mampu berkembang secara emosional. Biasanya, anak-anak menunjukkan masalah perilaku untuk mendapatkan perhatian dari orang dewasa. Sayangnya, pada beberapa anak, mendapatkan perhatian negatif seperti dimarahi atau dipukuli lebih baik daripada sama sekali nggak diperhatikan.
Menurut Psikolog Vera, masalah perilaku bisa terjadi akibat:
Beberapa hal lain yang menyebabkan anak balita punya masalah perilaku adalah:
Berikut adalah beberapa masalah perilaku umum pada anak balita.
Saat anak Mommies mulai memukul, menggigit, menjambak, tetaplah tenang. Jangan meneriakinya. Lalu, beritahu anak bahwa apa pun alasannya, ia tidak boleh memukul, menendang, mendorong, mencubit, menarik rambut, dan melakukan tindakan agresif lainnya. Bawa dia ke ruangan lain di mana dia bisa menenangkan diri. Jelaskan kepadanya secara singkat bahwa dia boleh marah atau sedih, tetapi tidak boleh menyakiti orang lain.
Ini juga kerap terjadi, anak yang marah mengata-ngatai orang tuanya, melempari barang, dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Jika perilaku tidak sopan diabaikan karena berharap akan hilang seiring bertambahnya usia si anak, kemungkinan besar hal ini malah akan bertambah buruk.
Jika tujuan anak balita adalah untuk mendapatkan perhatian, mengabaikan perilaku tersebut mungkin merupakan tindakan terbaik. Namun Mommies perlu memberitahu anak bahwa menjulurkan lidah dan tindakan tidak sopan lainnya tidak akan membuatnya mendapatkan apa yang dia inginkan.
Balita juga harus diajar bahwa melemparkan barang ke orang lain dan hewan peliharaan terutama ketika ia sedang kesal bukanlah tindakan yang dapat diterima. Anak balita Mommies harus tahu dia tidak akan mendapatkan apa yang dia mau dengan bicara kasar.
Balita sangaaat suka berteriak karena kosa katanya masih terbatas dan tidak cukup untuk mengekspresikan emosi dan apa yang sedang mereka alami. Saat tidak bisa menemukan kata-kata, anak balita akan menjerit, entah senang, sedih, frustrasi, atau gembira.
Jika balita berteriak karena sedang kesal, coba Mommies tanyakan apa yang sedang ia rasakan. Yang terpenting, jangan menaikkan volume suara Mommies. Semakin tinggi dan keras suara Mommies, semakin Mommies mendorong perilaku yang justru ingin dihentikan.
Tantrum merupakan salah satu ciri perilaku balita ketika kelelahan dan emosional. Namun, tidak jarang juga anak balita melakukan itu untuk mendapatkan perhatian. Orang tua perlu tahu batasan-batasan anak untuk mengurangi perilaku tantrum seperti jangan membiarkan si kecil terlalu lapar, kelelahan, atau terlalu terstimulasi.
Puji anak balita Mommies ketika dia berperilaku manis, sehingga mereka tidak akan menggunakan kemarahan sebagai cara untuk mendapatkan perhatian.
Balita biasanya berbohong untuk mendapatkan perhatian, untuk menghindari masalah, dan untuk membuat dirinya merasa lebih baik. Jika Mommies bisa membedakan alasan anak balita berbohong, Mommies dapat menentukan tindakan yang perlu diambil. Anak balita juga harus diberitahu konsekuensi jika ia berbohong.
Tekankan pentingnya kejujuran dengan memuji anak-anak ketika mereka mengatakan kebenaran, terutama ketika kebenaran tersebut sebenarnya dapat membuat mereka kena masalah. Mommies bisa bilang, “Mama bangga karena kamu jujur. Kali ini, Mama nggak akan menghukummu, tapi jangan diulangi lagi ya.”
Banyak terjadi anak yang histeris dan stres ketika orang tuanya meminta mereka berhenti main games di tablet. Oleh karena itu, sejak awal, Mommies perlu menetapkan aturan yang jelas mengenai screen time. Jangan biarkan anak-anak terlalu dini bersentuhan dengan perangkat elektronik. Orang tua harus jadi contoh dengan menunjukkan sikap seimbang dan pastikan setiap anggota keluarga dapat berfungsi dan beraktivitas normal tanpa terlalu bergantung sama gawai.
Selain berteriak dan menangis, mendengar anak balita yang nggak berhenti merengek bisa bikin jengkel. Kalau dibiarkan, ini bisa menjadi kebiasaan buruk, apalagi jika dilakukan untuk mendapatkan apa yang dia mau. Tindakan pertama yang efektif adalah mengabaikan rengekannya.
Tunjukkan pada anak bahwa merengek tidak akan mengubah keputusan Mommies. Ajari anak Mommies cara yang lebih tepat untuk meminta sesuatu dan caranya bereaksi jika keinginannya belum bisa segera dipenuhi atau memang tidak bisa dipenuhi.
Kadang masalah perilaku yang berkelanjutan pada anak balita dapat mengindikasikan masalah kesehatan lain atau masalah perkembangan, baik sosial atau emosional. Kapan sebaiknya minta bantuan profesional?
Jika balita Mommies memiliki gangguan perkembangan seperti keterlambatan bicara, autisme, hiperaktif, dan sebagainya, dan Mommies merasa kewalahan, carilah bantuan. Tidak harus orang tua. Terkadang pihak sekolah lah yang menyarankan orang tua untuk membawa anak menemui psikolog.
BACA JUGA: 9 Aplikasi Belajar yang Menyenangkan, untuk Balita hingga Remaja
Cover: Freepik