Tumbuh besar serba kekurangan di masa kecil bisa menyebabkan hoarding saat dewasa? Hati-hati, bisa jadi itu scarcity trauma, loh.
Trauma bekerja dengan cara yang misterius bagi setiap orang. Meskipun berhasil keluar dari situasi tersebut, kenangan akan stres menghantui individu untuk waktu yang lama. Inilah yang juga menjadi akar masalah scarcity trauma.
Orang dewasa yang tumbuh dalam kemiskinan, membawa trauma dan pelajaran dari masa itu, meskipun situasi mereka telah berubah. Hal ini bisa membentuk scarcity trauma atau scarcity mindset, loh. Misalnya, jika dulu hidup susah bahkan tak punya uang untuk beli baju baru, bisa jadi saat ini jadi hoarding banyak baju. Padahal bisa jadi baju tersebut sudah tidak muat atau bahkan rusak.
“Scarcity mindset tidak memberikan banyak kelonggaran untuk diri sendiri. Seseorang dengan pola pikir ini mungkin berpikir bahwa segala sesuatu yang dibutuhkan untuk masa depan yang cerah dan aman menjadi langka,” kata Jordan Bierbrauer, seorang terapis dari Thriveworks, seperti dikutip dari Menshealth.
Ciri-ciri scarcity trauma tak hanya muncul dari kebiasaan mengumpulkan baju bekas. Bisa saja ketika Mommies masih kecil, terbiasa menyimpan setengah dari apa pun yang Mommies makan. Untuk berjaga-jaga saja.
Namun untuk berjaga-jaga apa? Bisa saja Mommies melakukannya karena takut tidak ada makanan di rumah, dan hal ini akan membantunya dan anggota keluarga yang lain. Untungnya, hal itu tidak pernah terjadi karena keadaan finansial Mommies dan keluarga sudah jauh lebih baik.
BACA JUGA: Agar Tak Berdampak Buruk, Ini Cara Penanganan Panic Attack
Salah satu penyebab utama scarcity trauma adalah kurangnya literasi keuangan. Orang-orang yang tidak memiliki informasi yang memadai tentang cara kerja uang dan juga cara membuat keputusan keuangan yang bijak.
Berikut ini penyebabnya:
Orang dengan riwayat kemiskinan lebih cenderung memiliki scarcity mindset. Nah, kemiskinan sering kali membawa rasa tidak aman. Kurangnya sumber daya seperti uang, waktu, dan energi dapat menyebabkan perasaan kekurangan, putus asa, dan ketakutan.
Ketika orang tidak dapat mengakses apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup dan berkembang, akan sulit untuk mempertahankan rasa optimisme dan harapan.
Trauma keuangan dapat berasal dari berbagai sumber, seperti kehilangan pekerjaan, tagihan medis yang tak terduga, atau kesulitan keuangan.
Jika Mommies pernah mengalami trauma keuangan mungkin Mommies menjadi fokus pada kebutuhan mendesak, dan menjadi termakan oleh pemikiran bahwa sumber daya yang dimiliki terbatas. Ini bisa membuat Mommeis terpaku pada penghematan uang, bahkan sampai menghindari pengeluaran untuk barang-barang atau kegiatan yang diperlukan.
Diet terkadang dapat mengarah pada pola pikir kelangkaan dan dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental. Seseorang mungkin akan fokus pada makanan yang dibatasi, bukan pada makanan yang diperbolehkan. Hal ini dapat mengarah pada scarcity mindset karena orang tersebut mungkin merasa seolah-olah mereka terus-menerus kehilangan makanan yang mereka sukai. Wah!
Simak beberapa ciri-ciri scarcity trauma atau scarcity mindset yang bisa saja Mommies lakukan tanpa sadari.
Orang dengan scarcity mindset sering kali memiliki rasa takut kehilangan apa yang mereka miliki, entah itu uang, sumber daya, hubungan, atau peluang. Ketakutan ini dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan pada orang lain dan keengganan untuk mengambil risiko untuk mencapai kesuksesan.
Individu dengan mentalitas kelangkaan sering kali terlalu mengandalkan diri sendiri, percaya bahwa mereka hanya bisa bergantung pada diri sendiri untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Hal ini dapat menyebabkan perasaan kesepian dan terisolasi.
Orang dengan scarcity mindset sering kali menunggu untuk membayar tagihan mereka hingga menit terakhir karena mereka takut kehabisan uang. Mereka mungkin memiliki keyakinan umum bahwa tidak ada cukup uang untuk dibelanjakan dan jika mereka membelanjakan uang mereka sekarang, mereka tidak akan memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan mereka nanti.
Seperti contoh yang dijelaskan sebelumnya, biasanya yang memiliki scarcity trauma akan memegang erat-erat benda yang mereka punyai. Mereka takut membuang benda yang rusak atau tidak bisa dipakai, karena dulu tidak bisa membeli benda tersebut.
Akibatnya penimbunan secara berlebihan ini bisa membuat rumah sesak, kotor, dan tidak layak ditempati.
Mentalitas scarcity dapat menyebabkan seseorang mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari pilihan mereka. Impulsif dapat mencegah mereka untuk memanfaatkan peluang sebaik mungkin.
Mereka yang memiliki scarcity mindset sering kali perfeksionis, percaya bahwa apa pun yang kurang sempurna tidak cukup baik. Hal ini dapat menyebabkan penundaan dan rasa takut mengambil risiko, serta ketidakmampuan untuk melihat gambaran yang lebih besar.
Mereka juga terlalu khawatir akan kegagalan, karena mereka percaya bahwa jika mereka gagal, mereka tidak akan memiliki sumber daya yang cukup untuk mencoba lagi. Hal ini dapat menjadi ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya karena mereka mengambil tindakan yang merugikan diri sendiri seperti tidak lagi berusaha karena takut gagal.
Tentu melelahkan jika hari-hari Mommies diisi oleh ketakutan yang merupakan bagian dari scarcity trauma. Yuk, atasi dengan menerapkan hal-hal berikut.
Jika Mommies sudah mencoba semua cara di atas dan scarcity trauma masih membuat Mommies takut atau merasa itu terlalu berat untuk dilakukan sendiri, maka carilah bantuan dari profesional kesehatan mental, ya.
BACA JUGA: Pemerintah Izinkan Aborsi Korban Pemerkosaan, Ini Pro dan Kontranya
Penulis: Imelda Rahma
Cover: Freepik