Rumah seharusnya menjadi tempat yang paling aman untuk anak-anak. Sedihnya, semua orang di dalamnya bisa menjadi pelaku bullying pada anak.
Banyak kasus bullying pada anak dilakukan oleh orang yang bukan anggota keluarga mereka. Namun sayang, tindak kekerasan baik secara verbal dan non-verbal yang diterima anak-anak juga dapat terjadi di dalam rumah. Orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung, justru merekalah yang menyakiti.
Mari simak penjelasan Aninda, S.Psi, M.Psi.T, Praktisi Psikologi Anak Usia Dini, yang juga membuka konsultasi untuk mengidentifikasi minat dan bakat bagi orang dewasa (talents mapping), tentang mengapa tindakan bullying terhadap anak dapat terjadi di rumah, bentuk-bentuk tindakan bullying, dan juga efeknya.
BACA JUGA: Anak Menjadi Korban Bullying? Orang tua Perlu Lakukan Hal Ini
Bullying dalam keluarga adalah salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dapat terjadi antara pasangan suami-istri (heteroseksual atau homoseksual), orang tua dan anak-anak (dari kedua belah pihak), dan saudara kandung.
Perilaku bullying ini biasanya terjadi ketika seseorang, yang lebih berkuasa, berupaya merendahkan, menganiaya, atau mengendalikan orang lain yang kurang berkuasa. Tujuan akhir dari pelaku intimidasi dalam keluarga adalah dominasi, kekuasaan, dan kendali terhadap satu atau lebih anggota keluarga.
Aninda menjelaskan bahwa tindakan bullying terhadap anak di dalam rumah mungkin terjadi karena:
Ironisnya, hal ini tidak hanya terjadi pada keluarga yang memiliki pendidikan rendah, tetapi juga bisa saja terjadi pada keluarga berpendidikan tinggi yang tidak mau “terbuka” dan tidak mau belajar tentang pola asuh.
Mengacu pada poin pertama, bahkan bisa jadi pelaku tidak menyadari pola asuh yang dilakukannya kurang baik.
Bisa jadi sebenarnya pola asuh yang dilakukan orang tua sudah positif, tetapi pola asuh orang-orang di sekitar yang kurang baik. Untuk itu, perlu adanya keselarasan yang dijelaskan orang tua kepada orang di sekitar anak, terkait pola asuh yang diterapkan dan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada anak.
Karena bagaimanapun, pola asuh itu tidak berdiri sendiri dari orang tua saja, melainkan holistik, sehingga perlu keselarasan. Selain itu, walaupun sudah menyampaikan keinginan orang tua kepada orang-orang di sekitar, orang tua tetap perlu melakukan pengawasan.
Foto: Pexels
Seringkali bullying dianggap berbentuk penyiksaan psikologis terhadap korbannya. Padahal bullying juga mencakup pelecehan emosional dan verbal (untuk menghancurkan harga diri dan kepercayaan diri korban), intimidasi, dan penghinaan.
Kenali beragam bentuk bullying berikut ini!
1. Perundungan secara emosional cenderung menjadi bentuk perilaku intimidasi yang paling umum terjadi dalam keluarga, seperti perundungan yang dilakukan oleh saudara kandung terhadap saudaranya yang lain. Biasanya melibatkan saudara yang lebih tua dan lebih berkuasa. Pelaku menjadikan saudara laki-laki dan perempuan yang lebih muda dan lebih lemah menjadi korban.
Namun ada beberapa kasus di mana saudara kandung yang lebih tua dan cacat fisik atau mental menjadi korban oleh adik laki-laki dan/atau saudara perempuan mereka.
2. Perundungan sosial adalah taktik lain yang digunakan oleh pelaku intimidasi dalam keluarga untuk mengisolasi korban dari interaksi sosial dengan teman dan anggota keluarga lain. Tindakan ini bisa berupa melarang korban keluar rumah, melarang penggunaan telepon, merendahkan korban secara verbal di depan orang lain, tidak mengizinkan kontak dengan orang lain, atau membuat korban merasa bersalah atas keberadaannya.
3. Perundungan finansial. Metode ini melibatkan pelaku intimidasi yang mengambil kendali penuh atas keuangan—keuangannya sendiri dan keuangan korban—agar dapat mengendalikan situasi sepenuhnya.
4. Perundungan seksual adalah metode pemaksaan yang mengarah pada aktivitas seksual yang tidak diinginkan, untuk memamerkan kekuasaan dan kendali terhadap orang lain. Hal ini mencakup penyerangan seksual dan pemerkosaan.
4. Perundungan fisik. Hal ini dapat mencakup, tetapi tidak terbatas pada, ancaman, penyerangan yang mengakibatkan cedera, pemukulan dengan tangan atau benda lain, atau segala upaya untuk mengendalikan, melukai, atau mengintimidasi korban. Kerusakan atau kehancuran harta benda juga harus dimasukkan dalam kategori ini.
Anak-anak yang menjadi korban kekerasan fisik tidak hanya menderita luka fisik dari kekerasan tersebut tapi juga luka emosional.
Menariknya, pelaku intimidasi dalam keluarga juga cenderung memproyeksikan kekurangan mereka kepada orang lain. Namun mereka akan menolak untuk dikoreksi apalagi memperbaiki diri. Tujuan dari tindakannya adalah menyalahkan, mengkritik, dan memfitnah orang lain agar fokus perhatian tertuju kepada kobannya.
Foto: Pexels
Dampak intimidasi dalam keluarga terhadap anak-anak diwujudkan dalam berbagai cara tergantung pada anak dan keadaan.
BACA JUGA: Anak Menjadi Saksi Bullying? Ajarkan Anak Lakukan Hal Ini!
Cover: Pexels