Sorry, we couldn't find any article matching ''
Perilaku Anak Berbeda di Rumah dan di Sekolah? Jangan Panik, Ini Alasannya!
Beberapa anak bisa punya perilaku berbeda di rumah dan di sekolah, yang bikin orang tua bingung. Ini dia penjelasan pakar!
Adalah hal yang normal ketika anak-anak punya perilaku berbeda dalam lingkungan yang berbeda. Misalnya, seorang anak bertingkah laku A di pesta ulang tahun temannya dan berperilaku B di rumah kakek dan neneknya. Namun perilaku beberapa anak – terutama mereka yang memiliki masalah seperti kecemasan, ketidakmampuan belajar, ADHD dan autisme – dapat sangat bervariasi.
Itu terjadi terutama ketika mereka berada di lingkungan yang berbeda (rumah dan sekolah). Hal itu akhirnya membuat orang tua bingung, kesal, dan menabak-nebak kesalahan apa yang sudah mereka lakukan.
Beberapa anak dengan masalah belajar dan perilaku, bisa berprestasi di sekolah, karena struktur membuat mereka merasa aman. Namun saat di rumah, mereka bisa saja kehilangan kendali karena tidak adanya peraturan. Bagi anak-anak lain, yang terjadi justru sebaliknya. Sekolah memicu perilaku berbeda: tegang karena mereka stres. Sedangkan saat di rumah, mereka bisa menjadi anak manis dan santai.
Jadi mengapa anak-anak dapat berperilaku berbeda di rumah dan di sekolah? Yuk, kita cari tahu jawabannya langsung dari pakar!
BACA JUGA: Saat si Anak Remaja Masuk Geng Sekolah, Orang Tua Harus Apa?
Penyebab Perilaku Anak Beda saat di Rumah dan Sekolah
Stres dan merasa kewalahan. Sekolah dan kehidupan secara umum bisa menjadi sulit bagi beberapa anak karena berbagai alasan. Berikut penjelasan dari Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi, Psikolog Klinis Anak dan Remaja.
- Ada perbedaan aturan antara rumah dan sekolah. Misal, di rumah tidak terbiasa membereskan mainan, di sekolah anak harus membereskan mainan.
- Ada perbedaan perlakuan terhadap anak antara di rumah dan di sekolah. Misalnya, saat di rumah, makan ia disuapi. Di sekolah, makan sendiri.
- Selama ini anak kurang kesempatan bersosialisasi di luar rumah.
- Anak belum nyaman dengan lingkungan sekolahnya.
- Sulit fokus atau berkonsentrasi (usaha ekstra memicu stres dan kelelahan).
- Seluruh indera merasa terganggu (ruang kelas berisik, terlalu banyak bau, terlalu banyak rangsangan visual, keramaian, seragam terasa tidak nyaman).
- Berjuang menyelesaikan tugas tepat waktu atau sulit memahami pelajaran.
- Perfeksionis.
- Tidak merasa aman di sekolah (merasa tidak dipahami oleh guru atau siswa lainnya).
- Kualitas dan kuantitas tidur yang buruk.
- Anak Anda mungkin mengalami kesulitan belajar. Sulit menangkap pelajaran dan memahami penjelasan dari guru atau bahkan disleksia.
- Sangat sensitif. Misalnya terlalu khawatir melakukan kesalahan sehingga mudah cemas.
Foto: Freepik
Alasan Anak Berperilaku Baik di Rumah
Pernahkah Mommies mengalami hari yang sangat buruk di tempat kerja, tetapi sekuat tenaga berhasil menahan emosi karena tidak ingin terlihat tidak profesional? Sesampainya di rumah, Anda mungkin melepaskan emosi dengan berbagai cara: menangis, mengurung diri di kamar, atau curhat sama pasangan. Hal yang sama terjadi pada anak, bedanya kontrol diri mereka tidak sebaik Anda.
Bagi kebanyakan anak, tuntutan akademis dan sosial di sekolah melampaui apa yang biasanya mereka hadapi di rumah. Hal ini mungkin memicu perilaku bermasalah, terutama bagi orang tua yang tidak pernah menyaksikan perilaku itu saat anak-anak di rumah.
Anak-anak dengan ADHD dan kecemasan sering kali memiliki toleransi frustrasi yang sangat rendah. Dan meminta mereka untuk bersabar atau berusaha lebih keras di sekolah justru semakin membuat mereka stres.
Demikian pula pada anak-anak dengan kecemasan sosial. Mereka khawatir tentang persepsi orang lain terhadap diri mereka. Anak-anak yang memiliki kecemasan terkait kinerja mereka, mungkin tidak punya masalah perilaku di rumah. Namun ketika mereka ada di sekolah dan harus mengerjakan soal matematika di depan kelas atau membacakan teks dari buku dengan suara keras, mereka mungkin akan berperilaku negatif untuk menghindari hal tersebut. Mereka berharap dengan melakukan kenakalan, guru mungkin akan memarahi dan batal menyuruh mereka.
Terkait dengan anak-anak autis, mereka mungkin dibiasakan melakukan kegiatan rutin dan mandiri di rumah, seperti screen time dan Lego. Ketika di sekolah tidak diperbolehkan melakukan hal-hal tersebut atau harus menunggu, ini bisa menjadi tantangan yang sangat berat bagi mereka dan memicu perilaku negatif.
Alasan Anak Berperilaku Baik di Sekolah
Beberapa anak mungkin mampu memenuhi harapan di sekolah dengan baik, tetapi beda cerita ketika mereka kembali berada di rumah. Anak-anak dengan ADHD, kecemasan, autisme, dan ketidakmampuan belajar (misalnya disleksia) mungkin menggunakan banyak sumber daya mereka untuk mengikuti arahan guru atau mengatasi masalah di kelas. Setelah pulang ke rumah, tantangan muncul karena mereka sudah nggak punya sumber daya lagi dan kelelahan secara fisik dan mental.
Banyak anak, termasuk anak-anak dengan spektrum autisme, mendapatkan manfaat dari konsistensi, struktur, prediktabilitas, dan rutinitas yang ada di lingkungan sekolah mereka. Masalah muncul ketika yang mereka dapatkan di sekolah, tidak mereka dapatkan saat di rumah.
Beberapa anak dengan gangguan, termasuk kecemasan dan OCD, sangat peduli dengan cara orang memandang mereka, terutama ketika mereka sudah berada di SMP dan SMA. Jadi mereka benar-benar berusaha menyembunyikan gejala-gejala dari gangguan yang mereka idap karena malu jika guru dan teman-temannya tahu.
Biasanya, cara tersebut manjur pada anak-anak di tingkat yang lebih tinggi di sekolah. Gejalanya berkurang karena mereka berusaha mempertahankan pandangan sosial bahwa mereka baik-baik saja.
Alasan utama lainnya mengapa anak-anak berperilaku lebih baik di sekolah: anak-anak ini merasa rumah adalah tempat yang aman untuk menjadi diri mereka dalam kondisi terburuk sekalipun. Mereka percaya bahwa orang tua mereka akan tetap menyayangi dan mendukung mereka meski dengan segala gangguan yang mereka miliki.
Foto: Freepik
Bantuan yang Bisa Dilakukan Orang Tua dan Guru
Vera menganjurkan agar dilakukan kerja sama dan komunikasi terbuka antara rumah (orang tua) dan sekolah (guru), “Orang tua dan guru menyamakan visi misi sehingga selaras mencapai tujuan yang sama untuk anak.”
“Jika anak belum merasa nyaman di sekolah, guru dapat melakukan home visit. Dari pihak anak murid, upayakan datang lebih awal ke sekolah supaya guru memiliki kesempatan untuk melakukan pendekatan dan anak-anak punya waktu lebih banyak untuk beradaptasi sebelum kelas dimulai,” saran Vera lagi.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan anak melakukan playdate bersama teman-teman sekelasnya secara rutin supaya dia bertambah nyaman di kelas. Agar hubungan baik dan kerja sama antara guru dan orang tua murid dapat berlangsung, pastikan Mommies nggak pelit memuji guru dan menghargai pekerjaan yang mereka lakukan: mendidik, mengajar, dan menjaga anak-anak Anda di sekolah.
Untuk anak-anak yang perilaku bermasalahnya hanya muncul di rumah, orang tua sebaiknya memberi anak-anak kesempatan untuk melakukan dekompresi ketika mereka tiba di rumah (masa transisi, menyesuaikan fisik dan mentalnya terhadap perubahan situasi dari sekolah kembali ke rumah).
Usahakan untuk tidak memberi anak terlalu banyak perintah dan tuntutan selama periode waktu tersebut, karena anak perlu menenangkan hati dan pikiran. Meskipun demikian, penting bagi anak-anak untuk memahami bahwa peraturan di rumah tetap harus dipatuhi.
BACA JUGA: Mengenal Sekolah Kedinasan, Serta Biaya Seleksinya
Cover: Freepik
Share Article
COMMENTS