Apakah perbedaan otak anak laki-laki dan perempuan memengaruhi kemampuan kognitif dan perilaku keduanya? Mari kita cari tahu.
Anak laki-laki dengan anak perempuan jelas berbeda. Dalam banyak hal, kesenjangan di antara mereka tanpa secara mencolok. Contohnya saja, anak laki-laki kebanyakan lebih menyukai film dengan tokoh utama pahlawan, sementara anak perempuan menyukai film yang bertema putri. Dari segi warna, anak perempuan kebanyakan suka warna pastel, dan laki-laki lebih suka warna gelap atau menyala.
Begitupun dengan perilaku. Seringkali kita merasa anak perempuan lebih empatik, anak laki-laki lebih cuek. Apakah semua perbedaan jenis kelamin itu sifatnya bawaan lahir atau karena perbedaan otak, atau sebetulnya dibentuk oleh lingkungan (orang tua/keluarga)? Yuk, cari tahu lebih lanjut.
Menurut para peneliti, betul terdapat perbedaan biologis antara otak anak laki-laki dengan anak perempuan. Namun, perbedaan neurologis antar gender sangat sedikit, dan ini tidak mendasari perbedaan perilaku di antara keduanya. Faktanya, pengalaman-pengalamanlah yang bisa mengubah struktur dan fungsi otak. Para ahli saraf menyebut ini sebagai plastisitas otak. Artinya, otak manusia memiliki kemampuan plastis, atau berubah melalui pembelajaran atau pembiasaan yang diberikan atau diajarkan kepadanya.
Baca juga: Rekomendasi Vitamin Anak untuk Otak dan Meningkatkan Daya Ingat
Dari segi ukuran, otak (dan kepala) anak laki-laki ukurannya lebih besar dari perempuan. Sementara itu, otak anak perempan selesai tumbuh lebih awal dibandingkan anak laki-laki. Namun, perbedaan ukuran otak anak laki-laki dengan otak anak perempuan tidak berkaitan dengan kemampuan masing-masing, baik dalam hal kognitif maupun perilaku.
Ahli saraf Michael J. Meaney dan rekan-rekannya di McGill University, menemukan bahwa perbedaan cara orang tua membesarkan anak laki-laki dan perempuan sangat mungkin akan memengaruhi perkembangan otak anak.
Contohnya saja, gaya bermain, jenis-jenis permainan yang diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan, pemilihan warna, secara tidak sengaja akan memengaruhi selera anak dalam memilih benda nantinya. Hal-hal ini bisa berpengaruh pada perkembangan saraf dan psikologis, termasuk fungsi memori, hingga menimbulkan dampak signifikan terhadap perilaku.
Inilah yang mendasari mengapa anak perempuan menyukai Barbie dan anak laki-laki lebih suka Spiderman.
Menurut analisis terhadap lebih dari 100 penelitian yang dilakukan oleh psikolog Warren Eaton dan rekan-rekannya di Universitas Manitoba di Kanada tahun 1986 69% anak laki-laki lebih aktif secara fisik dibandingkan anak perempuan. Sejak bayi hingga masa kanak-kanak, mereka lebih sering menendang dan berlari mengelilingi rumah dibandingkan anak perempuan. Rupanya, ini dipengaruhi oleh jumlah testosteron yang melimpah di dalam rahim selama perkembangan janin.
Namun, lagi-lagi, pola asuh orang tualah yang pada akhirnya memperbesar kesenjangan antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Orang tua cenderung lebih protektif kepada anak perempuan, dan melarang mereka untuk memanjat pohon, dengan alasan: “Nanti jatuh, Nak.” Sementara pada anak laki-laki: “Ah, biarin aja, namanya juga anak laki.” Para ibu enggan mengambil risiko fisik kepada anak perempuan, sementara para ayah lebih mendorong anak laki-lakinya untuk itu. Akhirnya, faktor budaya mempertajam perbedaan dalam keterampilan fisik anak laki-laki dengan anak perempuan.
Faktanya, peningkatan hormon testosterone anak laki-laki di masa remaja tidak membuat anak laki-laki jauh menjadi lebih agresif lagi. Namun, ketika ada perselisihan, mereka sangat mungkin menggunakan serangan fisik. Sementara pada anak perempuan, ketika remaja, cara mereka beragresi yaitu melalui gosip, pengucilan, bisikan dan pesan teks yang melecehkan.
Sangat sedikit diketahui hubungan antara saraf dan empati. Namun psikolog Nancy Eisenberg dari Arizona State University dan rekan-rekannya dalam penelitiannya di tahun 1980an menemukan anak laki-laki dan pria dewasa mendapat skor lebih tinggi pada ukuran agresi fisik dan verbal, anak perempuan dan wanita dewasa mendapat skor lebih tinggi pada banyak ukuran empati, atau kesadaran dan berbagi emosi tentang orang lain.
Anak perempuan memiliki keterampilan komunikasi yang lebih baik bisa disebabkan salah satunya karena mereka terbiasa bermain peran dengan boneka. Selain itu, mereka juga cenderung memiliki persahabatan yang lebih intim dibanding anak laki-laki.
Dalam hal emosionalitas, perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan tidak terlalu berbeda pada awal kehidupannya. Namun ketika anak laki-laki tumbuh (terutama di zaman dahulu), mereka diajari untuk menjadi tangguh lantas menyembunyikan ekspresi ketakutan, kesedihan, dan kelembutan mereka. Inilah yang kemudian membentuk kesenjangan antara pria dan wanita dalam merespons secara emosional. Laki-laki bersikap lebih tegar dibandingkan perempuan, sehingga membuat mereka kurang ekspresif dan kurang peka terhadap perasaan orang lain. Justru inilah yang memengaruhi perbedaan cara otak anak laki-laki dan perempuan dalam merespons emosi. Mengajarkan anak perempuan untuk menjadi lebih tangguh dan anak laki-laki untuk menjadi lebih sensitif adalah hal yang mungkin dan bermanfaat bagi keduanya.
Baca juga: 15 Makanan yang Baik dan Buruk untuk Perkembangan Otak Anak
Kalau mommies pernah mendengar perempuan berbicara tiga kali lebih banyak setiap hari dibanding laki-laki, itu hanya mitos! Faktanya, perempuan mengucapkan 16.215 kata dan laki-laki 15.669 kata setiap harinya menurut sebuah penelitian pada tahun 2007 terhadap hampir 400 mahasiswa yang dilengkapi dengan perekam digital, yang dipimpin oleh psikolog Matthias Mehl dari Universitas Arizona. Tak jauh berbeda, bukan?
Perbedaan bahasa muncul pada awal perkembangan anak. Saat masih bayi, anak perempuan mulai berbicara sekitar satu bulan lebih awal dibandingkan anak laki-laki, dan sekitar 12 persen lebih maju dibandingkan anak laki-laki dalam keterampilan membaca ketika taman kanak-kanak dimulai.
Keunggulan anak perempuan dalam membaca dan menulis terus meningkat selama masa sekolah. Namun kesenjangan ini tampaknya mengecil di masa dewasa. Pada tahun 2008, ilmuwan saraf Iris Sommer dan rekan-rekannya di Universitas Medical Center Utrecht di Belanda menemukan bahwa tidak ada hubungan neurologis antara kemampuan berbahasa wanita dan pria
Kemampuan berbahasa anak paling besar ditentukan oleh seberapa besar anak terpapar oleh bahasa dari lingungannya, dan kegemaran anak-anak untuk membaca buku untuk bersenang-senang
Anak laki-laki memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan dan memanipulasi objek dan lintasan dalam waktu dan ruang tiga dimensi lebih baik dari anak perempuan. Perbedaan jenis kelamin dalam keterampilan spasial merupakan salah satu kesenjangan kognitif terbesar. Rata-rata pria dapat melakukan rotasi mental—yaitu, dia dapat membayangkan bagaimana suatu objek kompleks akan terlihat ketika diputar—lebih baik dibandingkan 80 persen wanita.
Penelitian menyebutkan bahwa keterampilan ini dipengaruhi oleh testosteron prenatal. Namun kesenjangan keterampilan ini sebenarnya jauh lebih kecil pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Artinya, keterampilan ini meningkat pada anak laki-laki berkat beragamnya minat visuospasial: menargetkan, membangun, melempar, dan menavigasi melalui permainan mengemudi dan menembak dan seterusnya, yang lebih banyak mereka minati dibandingkan anak perempuan.
Keterampilan spasial penting untuk keberhasilan dalam beberapa bidang sains dan matematika. Inilah yang membuat anak laki-laki lebih unggul di bidang tersebut. Ini pula yang menjadi jawaban di balik fakta bahwa fakultas teknik lebih banyak dihuni oleh kaum pria.
Sumber: Scientific American
Baca juga: 7 Tindakan yang Dapat Merusak Sel Otak Anak