Sorry, we couldn't find any article matching ''
Membesarkan Gen Z, Ini 10 Hal yang Harus dilakukan Orang Tua
Gen Z punya tantangan tersendiri bagi para orang tua milenial dan Gen X. Ini yang harus diterapkan orang tua dalam membesarkan mereka.
Gen Z yang lahir tahun 1997 hingga 2012 ini sering dijuluki generasi strawberry, cakep bentuknya tapi gampang hancur.
Media sering membahas, gen Z adalah generasi yang paling rawan kesehatan mental. Penelitian dari Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2020, menyebut, sebanyak 95,4% gen Z menyatakan bahwa mereka pernah mengalami gejala kecemasan (anxiety), dan 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini.
Secara umum, mereka memang generasi paling sensitif. Hal ini karena mereka lahir di era internet dengan karakteristiknya yang unik. Jadi, lupakan pola asuh model zaman orang tua kita dulu dan coba terapkan cara baru dalam mendidik anak gen Z.
BACA JUGA: 20 Daftar Istilah Gen Z di Media Sosial, Biar Orang Tua Nggak Bingung!
Tips Membesarkan Gen Z
Ini dia sederet tips yang bisa Mommies dan Daddies lakukan dalam membesarkan generasi Z!
1. Konsisten dalam menegakkan aturan
Kalau anak Gen Z mengeluh dan ngomel, hadapi dengan tenang tapi tetap tegas. Kadang-kadang, mereka lebay untuk mengetes, apakah orang tua bisa konsisten, atau malah lembek saat menghadapi trik mereka. Aturan di sini artinya berlaku untuk semua (penghuni rumah), bukan cuma buat dia seorang. Gen Z sensitif terhadap perlakuan yang tidak adil. Jangan ragu juga kalau si gen Z memberi stempel kita orang tua otoriter dan kejam, selama kita berpegang pada prinsip.
2. Fokus pada perilaku dan kebiasaan buruk mereka, saat kita menegur dan mengkritik
Hindari menyalahkan atau menyerang mereka secara pribadi. Buat mereka, tindakan keras dari orang tua akan dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang tidak adil.
3. Membiarkan anak beraktivitas secara independen sejak usia dini
Hal ini mengajarkan mereka untuk bisa mengatur diri sendiri, apalagi jika anak yang sudah semakin besar. Kita perlu belajar melepas hasrat micromanaging, tahu kapan harus terlibat dan kapan bisa dilepas dan mendorong anak untuk menetapkan tujuan mereka sendiri. Apalagi, sekarang dimudahkan dengan transportasi aplikasi, maupun transportasi umum yang sudah lumayan nyaman, anak bisa didorong mobilitas sendiri tanpa diantar-antar.
4. Bangun hubungan yang setara dengan anak
Jadilah sahabat dan mentor yang menyenangkan bagi anak. Hindari ceramah dan ubah pendekatan menjadi dialog. Anak gen Z tidak suka diceramahi. Jadi, beri mereka kesempatan untuk mengungkapkan sudut pandang mereka.
Percayalah, mereka sebetulnya generasi yang sangat cerdas dan berwawasan luas akibat terpapar arus informasi yang melimpah. Mereka juga pembelajar cepat. Namun konsekuensinya adalah bersiap untuk terkaget-kaget dengan pengakuan jujur mereka. Dan saat momen itu muncul, tahan diri untuk buru-buru menghakimi anak. Tahu kapan berperan sebagai teman dan kapan berperan sebagai orang tua. Saat jadi teman, ya, cukup dengarkan saja dulu semua cerita keliarannya.
5. Mendorong keterampilan sosial dan empati
Dorong keterampilan sosial dan empati anak dengan membuat mereka terpapar pada pergaulan yang tak hanya di sekolah tapi juga komunitas luar sekolah dengan teman sebaya hingga lintas usia. Ajarkan anak-anak keterampilan komunikasi interpersonal dan menyelesaikan masalah sendiri dalam hubungannya dengan komunitas pertemanannya.
6. Libatkan diri dalam pendidikan mereka
Terlibat bukan dalam arti menjadi helicopter parent tapi ikut belajar dan memahami apa yang sedang dipelajari anak. Berdiskusi dengannya tentang pembelajaran-pembelajaran menarik di sekitar anak, dan situasi aktual yang sedang terjadi saat ini. Gen Z umumnya sangat update dan terdepan dalam mengikuti isu aktual. Kita sambil belajar juga dari mereka.
7. Berikan keteladanan dan modelkan perilaku positif
Kalau ingin anak punya etika dan disiplin maka jadilah contoh. Ini bagian terberat, sih. Kalau ingin anakn nggak main gadget saat makan, ya, kitanya dulu yang menerapkan.
8. Hindari baper
Akan ada banyak episode drama dalam menghadapi gen Z, kalau satu drama kita mudah ketrigger dan baper berlama-lama, kita sendiri yang bakal repot. Terlebih memasuki ABG, secara psikologis anak semakin labil. Secara biologis, ada faktor hormonal berperan, dan seringnya anak juga tidak paham dengan emosinya. Kalau perlu, orang tua dulu yang healing, biar kuat mental menghadapi anak.
9. Jangan pernah lelah dan menyerah
Teruslah ‘bekerja’ membimbing anak tanpa ekspektasi, sesulit apa pun. Walaupun anak terlihat tidak menunjukkan tanda-tanda menjadi ‘manusia ideal’ yang diharapkan, kita perlu terus semangat berjuang menjadi orang tua yang baik.
10. Bertumbuh sebagai individu
Sebagai orang tua, sadari bahwa kita juga jauh dari sempurna. Terkadang anak melihat kita melakukan kesalahan dan punya banyak kelemahan yang belum bisa kita atasi. Kelemahan itu tak perlu ditutupi dan diingkari. Biarkan anak belajar dengan melihat orang tua mau berendah hati mengakui kesalahan dan berjuang untuk menjadi versi yang lebih baik setiap harinya.
BACA JUGA: Mengenal Persamaan serta Perbedaan Gen Milenial dan Gen Z di Dunia Kerja
Cover: Freepik
Share Article
COMMENTS