Meski menurut penelitian di usia ini tingkat kebahagiaan mengalami penurunan, kita bisa tetap happy di usia 40, kok. Yang penting realistis
Menurut penelitian, kebanyakan manusia mengalami penurunan tingkat kebahagiaan di usia paruh baya (lalu saya tertegun, aish, saya ternyata sudah mencapai mid-life age rupanya. Brb cari kolam kolagen). Bagaimana mommies yang sepantaran dengan saya? Benarkan mengalami penurunan tingkat kebahagiaan?
Well, menurut Andrea Brandt Ph.D. M.F.T. seorang licensed psychotherapist asal Amerika Serikat, di usia 4o ke atas, hal tersebut menjadi wajar. Meski di usia ini sebagian besar manusia kehidupannya sudah stabil, punya karir yang baik, sudah menikah, dan memiliki rumah, ada hal-hal yang kurang enak juga.
Contohnya saja, di usia 40 tahun ke atas umum mengalami penurunan kesehatan, terutama buat yang punya gaya hidup kurang sehat. Bisa juga ia mengalami kemunduran karir, memiliki anak yang ‘nyusahin’, bercerai, dan stres.
Lalu bagaimana caranya supaya hal-hal seperti itu nggak memengaruhi tingkat kebahagiaan kita? Ingat, kita, tuh, udah sampai di usia bijaksana, lho. Aseg! Tips berikut ini mungkin bisa dipertimbangkan supaya kehidupan berjalan dengan menyenangkan (atau paling tidak tenang) meski usia 50 tahun datang menjelang.
“Seiring bertambahnya usia dan cakrawala waktu semakin pendek, orang lebih suka berinvestasi pada hal yang menurutnya lebih penting, dalam hal ini biasanya hubungan yang bermakna, dan memeroleh kepuasan yang semakin besar dari investasi ini,” demikian paparan psikolog Laura Carstensen dari Stanford University.
Pengalaman emosional meningkat seiring bertambahnya usia. Itu sebabnya seseorang akan lebih menghargai dan menginvestasikan lebih banyak usaha yang membawa kebahagiaan emosional.
Untuk menjadi lebih bahagia, luangkan waktu untuk teman-teman yang menurut mommies dekat. Usahakan untuk nggak membatalkan jadwal kumpul-kumpul, apalagi jadwal tersebut jarang banget dilakukan karena kesibukan. Sama keluarga yang terdekat juga boleh. Jika Anda seorang single mom, boleh juga membuka diri namun pilihlah hubungan yang sehat. Umur segini udah nggak waktunya cari pasangan yang ‘drama’.
Jangan lupa, habiskan lebih banyak waktu untuk mengerjakan hobi. Investasikan waktu dan energi pada hal-hal yang paling penting dan tidak terkait dengan ambisi kenaikan karir sehari-hari.
Baca juga: 7 Bentuk Kekerasan Terhadap Anak Yang Jarang Disadari Orangtua
Dengan menerima kekuatan dan kelemahan diri kita sendiri, ada kalanya kita harus melepaskan “aspirasi yang tidak mungkin”. Misalnya saja ambisi ketika masih di usia kinyis-kinyis, 25 tahun. Jangan lupakan apa yang membuat mommies bahagia saat ini. Misalnya, mommies ingin, paling tidak sebelum lepas ajal punya buku sendiri yang ditulis dan dijual di toko-toko buku besar. Namun hal ini nggak mungkin dilakukan dalam waktu dekat, mengingat kesibukan, atau mungkin kenyataan bahwa memang mommies nggak bisa nulis.
Alih-alih menyalahkan diri sendiri tentang apa yang kita pikir akan kita capai di usia ini, fokus saja pada apa yang telah kita capai. Fokus pada kegembiraan dan kebahagiaan yang dimiliki dalam hidup saat ini, serta apa yang masih bisa kita lakukan. Boleh juga tentukan ambisi baru yang ‘realistis’ dikerjakan di usia paruh baya ini.
Ketika masa depan rasanya menjadi tidak terlalu jauh, lebih terbatas, ada baiknya seseorang fokus pada saat ini. Menurut Carstensen hal ini menjadi lebih baik untuk menambah pengalaman emosional.
Tujuan kita juga berubah, seiring bertambahnya usia. “Tujuan yang diaktifkan di usia paruh baya ini, umumnya tentang makna dan menikmati dan hidup untuk saat ini.”
Menentukan tujuan hidup sendiri, bisa jadi lebih realistis serta mudah dikejar. Nggak perlu yang muluk-muluk. Untuk menjadi lebih bahagia, kita nggak perlu jauh-jauh mematok kebahagiaan itu seperti apa. Nikmati apa yang kita punya saat ini. Hiduplah untuk saat ini.