banner-detik
PARENTING & KIDS

Review Film Dear David: Sebuah Catatan Tentang Seksualitas Remaja

author

Rahmasari Muhammad21 Feb 2023

Review Film Dear David: Sebuah Catatan Tentang Seksualitas Remaja

Intip review Mommies Daily tentang film Dear David yang tengah jadi perbincangan orang tua karena mengangkat topik seks di kalangan remaja!

Sudah nonton film Dear David yang disutradarai Lucky Kuswandi dan tayang di Netflix, Mommies? Film yang mengisahkan seorang pelajar cemerlang penerima beasiswa, Laras (Shenina Cinnamon) yang menulis blog tentang imajinasi seksualnya dan gak sengaja bocor ke seluruh sekolah ini banyak disanjung, tetapi juga menuai sejumlah kontroversi karena mengangkat tema yang seringkali dianggap tabu di masyarakat, yaitu seputar imajinasi dan eksplorasi seksualitas remaja.

Sebagai orangtua, banyak catatan seputar seksualitas remaja yang bisa kita ambil dari film ini, agar para remaja kita tidak kebingungan dan akhirnya malah “tersesat” beneran.

Apa saja tips seputar pendidikan dan pengetahuan seksualitas untuk remaja yang perlu kita pahami? Simak penjelasan dari Praktisi Sumber Daya Manusia, Vonika Risyani, SPsi ini, yuk!

BACA JUGA: 15 Hal Tentang Kesehatan Seksual Yang Harus Diajarkan Pada Anak Remaja

1. Berikan Kepercayaan dan Ruang Diskusi pada Remaja

Di film Dear David digambarkan pihak sekolah merasa malu memiliki murid yang sedang belajar dan mengeksplorasi sisi seksualitasnya, termasuk imajinasi dan hasrat seksual yang dimiliki Laras. Sebagai pendidik, alih-alih mengajaknya berdiskusi, kepala sekolah malah menekan dan mengancam Laras.

Padahal, remaja seperti karakter Laras di film ini sangat memerlukan pendampingan dan komunikasi yang intens dan ruang aman untuk berdiskusi. Serta membantunya memahami karakternya, kelebihan dan kekurangannya, masalah yang dihadapinya sehari-hari, termasuk transisi menjadi dewasa dengan beragam pertanyaan.

Biasanya, kematangan berpikir dicapai di atas usia 20 tahun, sehingga krusial untuk remaja di masa transisi menemukan partner diskusi yang bisa membantunya memahami perubahan dirinya dan cara menyingkapi yang tepat.

2. Normal Memiliki Imajinasi dan Hasrat Seksual yang Dikelola dengan Tepat

Laras merasa bahwa sebagai murid penerima beasiswa dan ketua OSIS, salah dan tidak wajar untuknya untuk mengeksplorasi sisi seksualitasnya. Hingga diam-diam dia menuangkan hal itu dalam blog yang hanya menjadi konsumsi pribadinya.

Seringkali memang masalah seksualitas masih menjadi hal tabu, bahkan pada orang dewasa sekalipun, apalagi dengan remaja. Benturan dengan nilai agama dan budaya menjadikan hal ini sesuatu yang harus ditekan atau disembunyikan.

Padahal, memiliki imajinasi atau fantasi seks pada remaja itu normal. Justru penggunaan fantasi dan imajinasi seksual adalah indikasi baik bahwa hasrat seksualnya berkembang dengan baik.

Biasanya di usia remaja, hasrat ini masih berupa inner atau dorongan dari dalam yang dibangkitkan melalui imajinasi seksual atau mempersepsikan seseorang yang dianggapnya menarik, dan tidak semua hasrat seksual harus berakhir dengan aktivitas seks.

Apa yang bisa dilakukan orangtua? Dengarkan sebagai teman, be a good listener, membuatnya nyaman dan terbuka, hingga kita bisa menganalisis apakah ada kelainan dari imajinasinya yang patut diwaspadai. Walaupun hal tersebut harus dibuktikan secara klinis di kemudian hari, tetapi dengan adanya warning, kita dapat menyiasatinya lebih awal.

Usahakan selalu tenang ketika mendengarkan cerita mereka, tidak mendiskriminasi, tidak menakuti-nakuti, menyudutkan atau melarang mereka. Karena hal tersebut hanya akan mengkerdilkan jiwanya. Malah untuk beberapa anak, pelarangan lebih memancing rasa ingin tahunya, yang bisa berujung ke misleading atau mencari info dari sumber yang salah.

Posisikan anak sebagai manusia dewasa, yang mendapatkan kepercayaan dan support penuh dari keluarga serta orang-orang terdekatnya, hingga mereka mampu membuat keputusan sendiri yang terbaik bagi dirinya. Hal ini sangat krusial untuk para remaja.

3. Memberi Pendidikan Seksual yang Komprehensif

Pendidikan seksualitas untuk remaja harus komprehensif dan lengkap, termasuk sikap untuk menolak atau melakukan hubungan seks dengan cara aman, risiko berhubungan seksual, juga keterampilan bernegosiasi dengan pasangan. Karena dengan pendidikan yang tepat, remaja kita akan memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan dan juga kemampuan dalam membuat keputusan yang tepat.

Di usia pra-remaja dimulai di usia pubertas atau sekitar 12 tahun, mereka mulai mengerti perasaan cinta, dan juga mulai mendapat pengaruh besar dari rekan sebaya. Sebagai orangtua kita juga harus lebih berhati-hati karena biasanya terjadi konflik masa pubertas.

Pendidikan seksual bisa dimulai dari mendiskusikan mengenai pertemanan, dimana dampaknya bisa negatif ataupun positif, misalnya pertemanan negatif bisa berujung kepada pemaksaan atau peer pressure.

Selanjutnya berkaitan dengan aspek kesehatan organ reproduksi, misalnya aktivitas seksual tanpa proteksi selain dapat menyebabkan kehamilan, juga dapat menyebabkan penyakit menular seksual.

Komunikasikan juga cara menjaga kesehatan reproduksi, misalnya dengan vaksin HPV (human papillomavirus) untuk menurunkan kemungkinan terjangkit kanker serviks dan penyakit kelamin lainnya.

Jangan lupa selalu gunakan kata-kata yang lugas dalam menjelaskan konsep hubungan dan organ reproduksi, baik perempuan maupun laki-laki, hingga anak lebih memahami konsepnya secara utuh dan jelas. Dapat dibahas juga mengenai konsep pembuahan dan cara terjadi serta proses kehamilan.

Selain itu, diskusikan risiko melakukan hubungan seksual di bawah usia 20 tahun yang dapat berdampak pada kesehatan fisik & mental. Kehamilan pada remaja pun banyak risikonya untuk ibu dan bayi misalnya kelahiran prematur, darah tinggi, anemia, kemungkinan depresi pasca melahirkan, atau risiko putus sekolah karena memiliki anak.

4. Konsep Relasi Setara dan Kuasa Diri serta Hubungan yang Sehat

Point penting lain untuk dibahas bersama remaja kita adalah konsep relasi setara, kuasa penuh akan diri sendiri, jenis-jenis pelecehan dan kekerasan dalam pertemanan, baik fisik maupun mental, misalnya melalui kata-kata yang tidak dapat ditoleransi dalam sebuah hubungan pertemanan. Ketimpangan dalam relasi juga dapat berakibat pada kasus pemerkosaan atau kekerasan seksual yang terjadi karena hubungan seksual tanpa consent.

Penting untuk remaja mengetahui posisi dirinya, dan menyadari bahwa setiap orang baik laki-laki maupun perempuan memiliki kuasa penuh atas diri dan pilihannya termasuk dalam hubungan seksual, hingga tercapai pengalaman seksual yang sehat, aman, bebas diskriminasi, dan bebas kekerasan.

Ingatkan juga mengenai konsep hubungan yang sehat, misalnya selain cinta juga ada unsur tanggung jawab, toleransi, saling menghargai satu sama lain, harus setia dengan pasangan, hingga tercipta hubungan seimbang, dan saling menguntungkan untuk kedua belah pihak.

BACA JUGA: Jika Anak Remaja Hamil di Luar Nikah

Cover: Netflix

Share Article

author

Rahmasari Muhammad

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan